Jakarta (ANTARA) - Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Prof. Dr. dr. Nila Djuwita F. A Moeloek, Sp.M(K) mengatakan pencegahan demam berdarah dengue (DBD) bergantung salah satunya penggerakan dan pemberdayaan masyarakat melalui 3M Plus, selain pengendalian vektor.
3M Plus ini yakni menguras tempat penampungan air, menutup tempat penampungan air, mendaur ulang berbagai barang yang memiliki potensi untuk dijadikan tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti serta penggunaan abate, ditambah Plus antara lain menanam tanaman yang dapat menangkal nyamuk, memelihara ikan pemakan jentik nyamuk dan menggunakan obat anti-nyamuk.
"Ini masih dipercaya merupakan cara efektif untuk menurunkan populasi nyamuk dengan menghilangkan habitat tempat mereka bertelur," kata Nila yang kini menjabat sebagai Ketua dan Pendiri Farida Nila Moeloek Society Program itu di Jakarta, Rabu.
Baca juga: Dinkes Mataram ajak warga konsisten gencarkan PSN
Baca juga: Alhamdulillah!! kasus DBD di Mataram tahun 2023 turun
Menurut dia, upaya memberdayakan masyarakat yang terus menerus, berkesinambungan, konsisten, seringkali bukan merupakan hal yang mudah dan menjadi tantangan bagi upaya pencegahan DBD khususnya di Indonesia.
Di sisi lain, upaya mencegah DBD juga dilakukan melalui vaksinasi yang telah mulai diperkenalkan dan secara bertahap telah dimanfaatkan oleh sebagian masyarakat Indonesia.
Merujuk Perhimpunan Ahli Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI), vaksin dengue merupakan vaksin hidup digunakan pada usia 6 - 45 tahun dengan jarak pemberian vaksin pertama dan kedua yakni selama tiga bulan. Setelah itu, pemberian vaksin ulangan dalam jangka waktu empat tahun kemudian belum diperlukan karena antibodi masih tinggi.
DBD dikatakan Nila, masih merupakan masalah endemis di Indonesia dan tidak jarang menimbulkan kematian. Dia merujuk data dari Kementerian Kesehatan awal tahun 2023 hingga minggu ke-47 pada Januari-November menuturkan bahwa terdapat 83.302 kasus DBD di 465 kabupaten di 34 provinsi dengan angka kematian 574 kasus.
Kemudian, berbicara mereka yang terkena DBD, merujuk data tahun 2021, diketahui sebanyak 36 persen kasus dari jumlah 90.865 kasus DBD merupakan golongan produktif dengan rentang umur 15 hingga 44 tahun.
Sementara DBD pada anak, merupakan penyebab kematian nomor enam tertinggi.
"Tiga dari empat kematian akibat dengue paling banyak terjadi pada anak usia 6-14 tahun," demikian ujar Nila.
Baca juga: Dinas Kesehatan Mataram melatih 47 dai kesehatan
Baca juga: Dinkes Lombok Tengah menemukan lima kasus DBD
3M Plus ini yakni menguras tempat penampungan air, menutup tempat penampungan air, mendaur ulang berbagai barang yang memiliki potensi untuk dijadikan tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti serta penggunaan abate, ditambah Plus antara lain menanam tanaman yang dapat menangkal nyamuk, memelihara ikan pemakan jentik nyamuk dan menggunakan obat anti-nyamuk.
"Ini masih dipercaya merupakan cara efektif untuk menurunkan populasi nyamuk dengan menghilangkan habitat tempat mereka bertelur," kata Nila yang kini menjabat sebagai Ketua dan Pendiri Farida Nila Moeloek Society Program itu di Jakarta, Rabu.
Baca juga: Dinkes Mataram ajak warga konsisten gencarkan PSN
Baca juga: Alhamdulillah!! kasus DBD di Mataram tahun 2023 turun
Menurut dia, upaya memberdayakan masyarakat yang terus menerus, berkesinambungan, konsisten, seringkali bukan merupakan hal yang mudah dan menjadi tantangan bagi upaya pencegahan DBD khususnya di Indonesia.
Di sisi lain, upaya mencegah DBD juga dilakukan melalui vaksinasi yang telah mulai diperkenalkan dan secara bertahap telah dimanfaatkan oleh sebagian masyarakat Indonesia.
Merujuk Perhimpunan Ahli Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI), vaksin dengue merupakan vaksin hidup digunakan pada usia 6 - 45 tahun dengan jarak pemberian vaksin pertama dan kedua yakni selama tiga bulan. Setelah itu, pemberian vaksin ulangan dalam jangka waktu empat tahun kemudian belum diperlukan karena antibodi masih tinggi.
DBD dikatakan Nila, masih merupakan masalah endemis di Indonesia dan tidak jarang menimbulkan kematian. Dia merujuk data dari Kementerian Kesehatan awal tahun 2023 hingga minggu ke-47 pada Januari-November menuturkan bahwa terdapat 83.302 kasus DBD di 465 kabupaten di 34 provinsi dengan angka kematian 574 kasus.
Kemudian, berbicara mereka yang terkena DBD, merujuk data tahun 2021, diketahui sebanyak 36 persen kasus dari jumlah 90.865 kasus DBD merupakan golongan produktif dengan rentang umur 15 hingga 44 tahun.
Sementara DBD pada anak, merupakan penyebab kematian nomor enam tertinggi.
"Tiga dari empat kematian akibat dengue paling banyak terjadi pada anak usia 6-14 tahun," demikian ujar Nila.
Baca juga: Dinas Kesehatan Mataram melatih 47 dai kesehatan
Baca juga: Dinkes Lombok Tengah menemukan lima kasus DBD