Surabaya (ANTARA) - Berat badan ideal menjadi dambaan semua orang. Selain membuat penampilan lebih menarik, berat badan ideal juga baik bagi kesehatan. Untuk membentuk tubuh proporsional dengan berat badan seimbang, banyak cara dilakukan. Satu diantaranya melalui progam diet.
Namun sebelum memutuskan untuk melakukan program diet alangkah baiknya konsultasikan lebih dulu bersama dokter yang menangani permasalahan tersebut agar tidak berdampak buruk pada kesehatan.
Dokter spesialis gizi klinik dari National Hospital, dr. Christina Rusli mengatakan, untuk mengetahui apakah berat badan kita tergolong berlebih atau justru ideal. Maka hitunglah Indeks Massa Tubuh (IMT) kita. Caranya dengan memakai rumus perbandingan, yakni berat badan dalam satuan kilogram dibagi dengan tinggi badan dalam satuan meter yang dikuadratkan.Hasil pembagian inilah sebagai nilai IMT seseorang. Berat badan ideal apabila nilai IMT berkisar antara 18,5 sampai 23,9.
Karena kita ada di Indonesia, jadinya kriteria yang kita pakai ada di Asia Pasifik. Dimana disitu kalau indeks massa tubuh itu di atas 24 itu bisa dinyatakan berat badannya berlebih,. Di atas 25 bisa dikatakan obesitas,” ujar dokter Christina, Sabtu 20 Januari 2024.
Merujuk hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 hingga tahun 2018 yang dikeluarkan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Badan Litbangkes) Kementerian Kesehatan menyebutkan, masyarakat Indonesia memiliki berat badan berlebih sampai kategori obesitas terus meningkat.
Secara global, Christina menyampaikan hampir 38 persen populasi dunia sedang mengalami masalah berat badan berlebih atau obesitas. Mulai dari anak-anak hingga orang dewasa.
Ia bilang faktor utama tingginya masalah berat badan yang dihadapi masyarakat disebabkan karena pola makan.
"Sementara di sekitar sini (Indonesia) kemarin pandemi (Covid-19)kemarin juga sebagai salah satu penyebab. Karena selama pandemi banyak masyarakat aktivitasnya banyak di rumah nggak berani keluar terus nggak berolahraga tapi untuk pola makannya lebih gampang diakses," bebernya.
Pasien dengan berat badan berlebih atau obesitas, dikatakan Christina cenderung rentan terkena penyakit kronis seperti diabetes, jantung koroner, stroke hingga terjadi penurunan fungsi ginjal.
Untuk itu, Christina menyarankan agar masyarakat yang mengalami permasalahan berat badan supaya segera mengatasinya. Namun ia menggarisbawahi, metode untuk mengatasi obesitas setiap orang itu berbeda.
Misalnya, seseorang sukses menurunkan berat badan melalui metode intermittent fasting atau pengaturan pola makan dengan cara berpuasa, yaitu menggunakan jeda waktu untuk bisa mengonsumsi makanan. Umumnya dilakukan dalam waktu 16 jam berpuasa dan delapan jam untuk mengkonsumsi makanan
Nah, orang lain kata dokter Christina, belum tentu metode intermittent fasting akan berhasil menurunkan berat badan.
"Karena memang tiap-tiap orang memiliki kondisi-kondisi tertentu yang harus diperhatikan. Misalkan, kalau orang sudah diabetes dan lain sebagainya. Kalau melakukan intermittent fasting harus ada pengawasan lebih lanjut," ucap dia.
Kemudian metode fitnes sambil memperbanyak asupan protein. Ternyata ada beberapa pasien menurutnya, dengan menambah asupan protein justru ginjalnya terganggu.
"Kalau di sini ( National Hospital )kita arahkan dulu pasiennya. Oke dengan pola makan yang bisa kita atur berapa banyak, kemudian olahraganya coba kita bantu aturkan kira-kira arahnya yang cocok yang bagaimana. Jadi untuk orangnya (yang menjalani diet) tidak menyiksa," ujarnya.
Selanjutnya yang perlu diperhatikan, ialah faktor penyakit bagi pasien yang hendak menjalankan program diet. Apakah ada kolesterol atau diabetes yang perlu diperbaiki dahulu.
Yang terakhir katanya, faktor genetik. Dengan menentukan kemampuan badannya seperti apa dan kondisi dasarnya seperti apa.
Dari penjelasan di atas, maka bisa disimpulkan bahwa sebelum menjalankan program diet untuk menurunkan berat badan, lebih baik konsultasikan lebih dulu bersama dokter yang fokus menangani permasalahan ini.
Karena ada beberapa pasien juga yang istilahnya pakai dengan suplemen dan lain sebagainya ternyata malah memberikan efek kurang bagus untuk badan,” pungkasnya.
Namun sebelum memutuskan untuk melakukan program diet alangkah baiknya konsultasikan lebih dulu bersama dokter yang menangani permasalahan tersebut agar tidak berdampak buruk pada kesehatan.
Dokter spesialis gizi klinik dari National Hospital, dr. Christina Rusli mengatakan, untuk mengetahui apakah berat badan kita tergolong berlebih atau justru ideal. Maka hitunglah Indeks Massa Tubuh (IMT) kita. Caranya dengan memakai rumus perbandingan, yakni berat badan dalam satuan kilogram dibagi dengan tinggi badan dalam satuan meter yang dikuadratkan.Hasil pembagian inilah sebagai nilai IMT seseorang. Berat badan ideal apabila nilai IMT berkisar antara 18,5 sampai 23,9.
Karena kita ada di Indonesia, jadinya kriteria yang kita pakai ada di Asia Pasifik. Dimana disitu kalau indeks massa tubuh itu di atas 24 itu bisa dinyatakan berat badannya berlebih,. Di atas 25 bisa dikatakan obesitas,” ujar dokter Christina, Sabtu 20 Januari 2024.
Merujuk hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 hingga tahun 2018 yang dikeluarkan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Badan Litbangkes) Kementerian Kesehatan menyebutkan, masyarakat Indonesia memiliki berat badan berlebih sampai kategori obesitas terus meningkat.
Secara global, Christina menyampaikan hampir 38 persen populasi dunia sedang mengalami masalah berat badan berlebih atau obesitas. Mulai dari anak-anak hingga orang dewasa.
Ia bilang faktor utama tingginya masalah berat badan yang dihadapi masyarakat disebabkan karena pola makan.
"Sementara di sekitar sini (Indonesia) kemarin pandemi (Covid-19)kemarin juga sebagai salah satu penyebab. Karena selama pandemi banyak masyarakat aktivitasnya banyak di rumah nggak berani keluar terus nggak berolahraga tapi untuk pola makannya lebih gampang diakses," bebernya.
Pasien dengan berat badan berlebih atau obesitas, dikatakan Christina cenderung rentan terkena penyakit kronis seperti diabetes, jantung koroner, stroke hingga terjadi penurunan fungsi ginjal.
Untuk itu, Christina menyarankan agar masyarakat yang mengalami permasalahan berat badan supaya segera mengatasinya. Namun ia menggarisbawahi, metode untuk mengatasi obesitas setiap orang itu berbeda.
Misalnya, seseorang sukses menurunkan berat badan melalui metode intermittent fasting atau pengaturan pola makan dengan cara berpuasa, yaitu menggunakan jeda waktu untuk bisa mengonsumsi makanan. Umumnya dilakukan dalam waktu 16 jam berpuasa dan delapan jam untuk mengkonsumsi makanan
Nah, orang lain kata dokter Christina, belum tentu metode intermittent fasting akan berhasil menurunkan berat badan.
"Karena memang tiap-tiap orang memiliki kondisi-kondisi tertentu yang harus diperhatikan. Misalkan, kalau orang sudah diabetes dan lain sebagainya. Kalau melakukan intermittent fasting harus ada pengawasan lebih lanjut," ucap dia.
Kemudian metode fitnes sambil memperbanyak asupan protein. Ternyata ada beberapa pasien menurutnya, dengan menambah asupan protein justru ginjalnya terganggu.
"Kalau di sini ( National Hospital )kita arahkan dulu pasiennya. Oke dengan pola makan yang bisa kita atur berapa banyak, kemudian olahraganya coba kita bantu aturkan kira-kira arahnya yang cocok yang bagaimana. Jadi untuk orangnya (yang menjalani diet) tidak menyiksa," ujarnya.
Selanjutnya yang perlu diperhatikan, ialah faktor penyakit bagi pasien yang hendak menjalankan program diet. Apakah ada kolesterol atau diabetes yang perlu diperbaiki dahulu.
Yang terakhir katanya, faktor genetik. Dengan menentukan kemampuan badannya seperti apa dan kondisi dasarnya seperti apa.
Dari penjelasan di atas, maka bisa disimpulkan bahwa sebelum menjalankan program diet untuk menurunkan berat badan, lebih baik konsultasikan lebih dulu bersama dokter yang fokus menangani permasalahan ini.
Karena ada beberapa pasien juga yang istilahnya pakai dengan suplemen dan lain sebagainya ternyata malah memberikan efek kurang bagus untuk badan,” pungkasnya.