Semarang (ANTARA) - Pada 12 April 2023, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggelar operasi tangkap tangan di Kota Semarang, Jawa Tengah.
Dalam operasi yang digelar di kantor Balai Teknik Perkeretaapian (BTP) Jawa Bagian Tengah tersebut, KPK mengamankan sejumlah orang serta barang bukti uang.
Beberapa orang yang diamankan dalam operasi tersebut di antaranya Kepala BTP Jawa Bagian Tengah Putu Sumarjaya dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Bernard Hasibuan.
Kedua pejabat di Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan tersebut menerima sejumlah uang dari pihak swasta atau pelaksana pekerjaan proyek sarana dan prasarana kereta api di wilayah Jawa Tengah.
Selain Putu dan Bernard, KPK juga menangkap Direktur PT Istana Putra Agung, Dion Renato Sugiarto.
Perusahaan milik Dion merupakan pelaksana pekerjaan tiga proyek perkeretaapian di Jawa Tengah yang direkayasa kemenangannya.
Ketiga proyek yang dikerjakan Dion tersebut masing-masing proyek jalur ganda kereta api Solo Balapan-Kadipiro-Kalioso KM 96+400 sampai dengan KM 104+900 (JGSS 6), pembangunan jalur ganda KA elevated Solo Balapan-Kadipiro KM 104+900 s.d. KM 106+900 (JGSS 4), dan track layout Stasiun Tegal.
Dalam perjalanan persidangan kasus tersebut di Pengadilan Tipikor Semarang terungkap berbagai hal di balik proyek dengan nilai total ratusan miliar rupiah itu.
Dalam rangkaian perencanaan hingga pelaksanaan proyek-proyek tersebut muncul istilah "langitan" dan sleeping fee.
Dion Renato Sugiarto menyebut "langitan' sebagai istilah untuk orang-orang yang bisa membantu mendapatkan proyek di DJKA, yang memiliki jaringan atau kedekatan dengan pimpinan di Kementerian Perhubungan.
Beberapa nama yang disebut sebagai "langitan" di antaranya pengusaha Billy Haryanto alias Billy Beras yang mengaku kenal dengan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi.
Billy mendapat fee Rp3,2 miliar atas proyek pembangunan jalur KA antara Stasiun Solo Balapan-Kalioso untuk paket JGSS 4.
Pengusaha beras itu menyebut fee tersebut merupakan keuntungan atas jasanya dalam menghubungkan penyedia pekerjaan dengan kontraktor penyedia jasa
Kemudian Agus Kuncoro yang dikenal sebagai orang dekat Sekjen Kementerian Perhubungan, Ibnu dan Edi Amir yang mengaku dekat dengan Menhub.
Selain itu muncul nama Sudewo yang merupakan anggota Komisi V DPR, serta pengusaha Muhammad Suryo yang dikenalkan oleh mantan Direktur Prasarana DJKA Kemenhub Harno Trimadi sebagai pihak dari kepolisian.
Dalam persidangan terungkap, KPK telah menyita uang sekitar Rp3 miliar dari Sudewo yang diduga berkaitan dengan kasus dugaan suap proyek pengadaan barang dan jasa di DJKA itu
Bahkan sempat muncul nama Wahyu Purwanto yang diketahuinya sebagai adik ipar Presiden Joko Widodo serta Komisaris PT PLN Eko Sulistyo yang disebut memiliki kedekatan dengan Menhub serta terkait dengan proyek JGSS 4.
Sleeping fee
Selain itu, muncul pula istilah sleeping fee dalam persidangan suap pejabat DJKA tersebut.
Sleeping fee merupakan pemberian fee dari Dion Renato Sugiarto kepada kontraktor lain yang ikut dalam kerja sama operasional proyek-proyek perkeretaapian, namun sesungguhnya tidak ikut mengerjakan.
Sejumlah kontraktor yang memperoleh bagian sleeping fee dari proyek-proyek tersebut, antara lain, Komisaris PT Gamba Prima Utama Roni Gunawan, Ketua Kadin Surakarta Ferry Septha Indrianto alias Ferry Gareng, serta kontraktor bernama Karseno Endra.
Roni Gunawan menerima sleeping fee Rp400 juta dari Dion Renato Sugiarto atas pekerjaan proyek JGSS 4
Roni dalam sidang di Pengadilan Tipikor Semarang menyebut menyebut fee tersebut sebagai uang kompensasi untuk tidak terlibat dalam pengerjaan proyek JGSS 4
Sementara Ferry Gareng disebut memperoleh sebesar Rp1 miliar yang juga berkaitan dengan proyek JGSS 4.
Nama Ferry Gareng sempat muncul dalam rencana pelelangan proyek JGSS 4.
Namun, Direktur Prasarana DJKA Harno Trimadi meminta Putu Sumarjaya agar nama Ferry Gareng jangan sampai muncul di proyek JGSS 4
Akhirnya disepakati, Direktur PT Istana Putra Agung, Dion Renato Sugiarto, yang memenangi proyek JGSS 4 akan "menggendong" Ferry Gareng dengan memberikan sejumlah fee.
Uang panas dari proyek di DJKA tersebut diketahui juga mengalir ke berbagi pihak, seperti pimpinan dan anggota Kelompok Kerja (Pokja) Pengadaan Barang dan Jasa Kementerian Perhubungan dan auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Pemberian uang ke pokja proyek perkeretaapian tersebut salah satu tujuannya yakni untuk memperlancar rekayasa pemenang pekerjaan.
Adapun suap ke oknum auditor BPK bernama Medi Yanto Sipahutar sebesar Rp500 juta berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan proyek JGSS 4 dan 6.
Adapun terhadap Putu Sumarjaya dan Benard Hasibuan, besaran suap yang diterima dari Dion Renato Sugiarto mencapai Rp3,4 miliar dan Rp5 miliar.
Besaran suap itu sebagian di antaranya diwujudkan dalam bentuk dua bidang tanah di Kota Semarang.
Persidangan terhadap ketiga pelaku kasus suap di DJKA telah memasuki pengujung akhir.
Dion Renato Sugiarto telah dijatuhi hukuman 3 tahun penjara dan denda Rp200 juta.
Adapun Putu Sumarjaya dan Bernard Hasibuan, masing-masing dijatuhi hukuman selama 5 tahun penjara.
Keduanya juga dijatuhi hukuman tambahan untuk membayar uang ganti kerugian negara, masing-masing sebesar Rp3,4 miliar dan Rp5 miliar.
Penanganan kasus suap pejabat DJKA tersebut belum akan selesai dengan vonis terhadap ketiga terdakwa yang terjaring dalam operasi tangkap tangan tahun lalu itu.
Dalam putusan terdakwa Bernard Hasibuan terungkap, Hakim Ketua Gatot Sarwadi memerintahkan, agar sejumlah barang bukti dikembalikan ke penyidik KPK untuk keperluan pembuktian perkara atas nama Medi Yanto Sipahutar yang merupakan auditor BPK.
Dalam putusannya, hakim juga menyebut sejumlah orang yang turut serta melakukan tindak pidana dalam perkara tersebut seperti pengusaha Billy Hariyanto alias Billy Beras dan Roni Gunawan, anggota Komisi V DPR Sudewo, serta Ketua Kadin Kota Surakarta Ferry Septha Indrianto yang menerima sleeping fee dari proyek-proyek DJKA itu.
Penanganan terhadap pengembangan perkara atas nama Medi Yanto Sipahutar dibenarkan oleh jaksa penuntut umum dari KPK.
Namun, jaksa belum bersedia mengungkapkan siapa saja nama-nama tersangka baru yang akan dijerat dalam lanjutan kasus suap di DJKA tersebut.
Patut ditunggu kelanjutan penanganan kasus suap dalam pelaksanaan proyek perkeretaapian tersebut, mengingat pekerjaan sarana dan prasarana moda transportasi massal tersebut tersebar di seluruh jaringan rel di berbagai wilayah di Indonesia.
Dalam operasi yang digelar di kantor Balai Teknik Perkeretaapian (BTP) Jawa Bagian Tengah tersebut, KPK mengamankan sejumlah orang serta barang bukti uang.
Beberapa orang yang diamankan dalam operasi tersebut di antaranya Kepala BTP Jawa Bagian Tengah Putu Sumarjaya dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Bernard Hasibuan.
Kedua pejabat di Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan tersebut menerima sejumlah uang dari pihak swasta atau pelaksana pekerjaan proyek sarana dan prasarana kereta api di wilayah Jawa Tengah.
Selain Putu dan Bernard, KPK juga menangkap Direktur PT Istana Putra Agung, Dion Renato Sugiarto.
Perusahaan milik Dion merupakan pelaksana pekerjaan tiga proyek perkeretaapian di Jawa Tengah yang direkayasa kemenangannya.
Ketiga proyek yang dikerjakan Dion tersebut masing-masing proyek jalur ganda kereta api Solo Balapan-Kadipiro-Kalioso KM 96+400 sampai dengan KM 104+900 (JGSS 6), pembangunan jalur ganda KA elevated Solo Balapan-Kadipiro KM 104+900 s.d. KM 106+900 (JGSS 4), dan track layout Stasiun Tegal.
Dalam perjalanan persidangan kasus tersebut di Pengadilan Tipikor Semarang terungkap berbagai hal di balik proyek dengan nilai total ratusan miliar rupiah itu.
Dalam rangkaian perencanaan hingga pelaksanaan proyek-proyek tersebut muncul istilah "langitan" dan sleeping fee.
Dion Renato Sugiarto menyebut "langitan' sebagai istilah untuk orang-orang yang bisa membantu mendapatkan proyek di DJKA, yang memiliki jaringan atau kedekatan dengan pimpinan di Kementerian Perhubungan.
Beberapa nama yang disebut sebagai "langitan" di antaranya pengusaha Billy Haryanto alias Billy Beras yang mengaku kenal dengan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi.
Billy mendapat fee Rp3,2 miliar atas proyek pembangunan jalur KA antara Stasiun Solo Balapan-Kalioso untuk paket JGSS 4.
Pengusaha beras itu menyebut fee tersebut merupakan keuntungan atas jasanya dalam menghubungkan penyedia pekerjaan dengan kontraktor penyedia jasa
Kemudian Agus Kuncoro yang dikenal sebagai orang dekat Sekjen Kementerian Perhubungan, Ibnu dan Edi Amir yang mengaku dekat dengan Menhub.
Selain itu muncul nama Sudewo yang merupakan anggota Komisi V DPR, serta pengusaha Muhammad Suryo yang dikenalkan oleh mantan Direktur Prasarana DJKA Kemenhub Harno Trimadi sebagai pihak dari kepolisian.
Dalam persidangan terungkap, KPK telah menyita uang sekitar Rp3 miliar dari Sudewo yang diduga berkaitan dengan kasus dugaan suap proyek pengadaan barang dan jasa di DJKA itu
Bahkan sempat muncul nama Wahyu Purwanto yang diketahuinya sebagai adik ipar Presiden Joko Widodo serta Komisaris PT PLN Eko Sulistyo yang disebut memiliki kedekatan dengan Menhub serta terkait dengan proyek JGSS 4.
Sleeping fee
Selain itu, muncul pula istilah sleeping fee dalam persidangan suap pejabat DJKA tersebut.
Sleeping fee merupakan pemberian fee dari Dion Renato Sugiarto kepada kontraktor lain yang ikut dalam kerja sama operasional proyek-proyek perkeretaapian, namun sesungguhnya tidak ikut mengerjakan.
Sejumlah kontraktor yang memperoleh bagian sleeping fee dari proyek-proyek tersebut, antara lain, Komisaris PT Gamba Prima Utama Roni Gunawan, Ketua Kadin Surakarta Ferry Septha Indrianto alias Ferry Gareng, serta kontraktor bernama Karseno Endra.
Roni Gunawan menerima sleeping fee Rp400 juta dari Dion Renato Sugiarto atas pekerjaan proyek JGSS 4
Roni dalam sidang di Pengadilan Tipikor Semarang menyebut menyebut fee tersebut sebagai uang kompensasi untuk tidak terlibat dalam pengerjaan proyek JGSS 4
Sementara Ferry Gareng disebut memperoleh sebesar Rp1 miliar yang juga berkaitan dengan proyek JGSS 4.
Nama Ferry Gareng sempat muncul dalam rencana pelelangan proyek JGSS 4.
Namun, Direktur Prasarana DJKA Harno Trimadi meminta Putu Sumarjaya agar nama Ferry Gareng jangan sampai muncul di proyek JGSS 4
Akhirnya disepakati, Direktur PT Istana Putra Agung, Dion Renato Sugiarto, yang memenangi proyek JGSS 4 akan "menggendong" Ferry Gareng dengan memberikan sejumlah fee.
Uang panas dari proyek di DJKA tersebut diketahui juga mengalir ke berbagi pihak, seperti pimpinan dan anggota Kelompok Kerja (Pokja) Pengadaan Barang dan Jasa Kementerian Perhubungan dan auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Pemberian uang ke pokja proyek perkeretaapian tersebut salah satu tujuannya yakni untuk memperlancar rekayasa pemenang pekerjaan.
Adapun suap ke oknum auditor BPK bernama Medi Yanto Sipahutar sebesar Rp500 juta berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan proyek JGSS 4 dan 6.
Adapun terhadap Putu Sumarjaya dan Benard Hasibuan, besaran suap yang diterima dari Dion Renato Sugiarto mencapai Rp3,4 miliar dan Rp5 miliar.
Besaran suap itu sebagian di antaranya diwujudkan dalam bentuk dua bidang tanah di Kota Semarang.
Persidangan terhadap ketiga pelaku kasus suap di DJKA telah memasuki pengujung akhir.
Dion Renato Sugiarto telah dijatuhi hukuman 3 tahun penjara dan denda Rp200 juta.
Adapun Putu Sumarjaya dan Bernard Hasibuan, masing-masing dijatuhi hukuman selama 5 tahun penjara.
Keduanya juga dijatuhi hukuman tambahan untuk membayar uang ganti kerugian negara, masing-masing sebesar Rp3,4 miliar dan Rp5 miliar.
Penanganan kasus suap pejabat DJKA tersebut belum akan selesai dengan vonis terhadap ketiga terdakwa yang terjaring dalam operasi tangkap tangan tahun lalu itu.
Dalam putusan terdakwa Bernard Hasibuan terungkap, Hakim Ketua Gatot Sarwadi memerintahkan, agar sejumlah barang bukti dikembalikan ke penyidik KPK untuk keperluan pembuktian perkara atas nama Medi Yanto Sipahutar yang merupakan auditor BPK.
Dalam putusannya, hakim juga menyebut sejumlah orang yang turut serta melakukan tindak pidana dalam perkara tersebut seperti pengusaha Billy Hariyanto alias Billy Beras dan Roni Gunawan, anggota Komisi V DPR Sudewo, serta Ketua Kadin Kota Surakarta Ferry Septha Indrianto yang menerima sleeping fee dari proyek-proyek DJKA itu.
Penanganan terhadap pengembangan perkara atas nama Medi Yanto Sipahutar dibenarkan oleh jaksa penuntut umum dari KPK.
Namun, jaksa belum bersedia mengungkapkan siapa saja nama-nama tersangka baru yang akan dijerat dalam lanjutan kasus suap di DJKA tersebut.
Patut ditunggu kelanjutan penanganan kasus suap dalam pelaksanaan proyek perkeretaapian tersebut, mengingat pekerjaan sarana dan prasarana moda transportasi massal tersebut tersebar di seluruh jaringan rel di berbagai wilayah di Indonesia.