Mataram (Antara NTB) - Wakil Kepala Sekolah SMP Negeri 6 Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, Azizudin membantah pihak sekolah melakukan pungutan liar terhadap siswa kelas sembilan untuk pembiayaan Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK).
"Uang Rp300 ribu itu tidak mengikat, sukarela sifatnya. Tidak semua siswa tetapi hanya kelas sembilan yang dipakai untuk persiapan UNBK," kata Azizudin seusai penggeledahan oleh Tim Satgas Saber Pungli NTB di SMPN 6 Kota Mataram, Senin.
Ia menjelaskan, terkait pemeriksaan oleh Tim Satgas Saber Pungli, pihak sekolah hanya dimintai klarifikasi.
Sedangkan terkait uang sebesar Rp300 ribu persiswa, kata Azizudin, uang tersebut digunakan untuk keperluan membeli perlengkapan alat elektronik. Semua itu sudah diputuskan berdasarkan kesepakatan orang tua siswa melalui komite sekolah secara sukarela.
"Hanya klarifikasi terkait sumbangan. Itu bukan pungutan tapi uang sukarela berdasarkan kesepakatan," tegasnya.
Disinggung kenapa harus melakukan pungutan uang kepada para siswa untuk pelaksanaan UNBK padahal pemerintah sudah menyediakan anggaran, seperti Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Azizudin menolak menjawab pertanyaan tersebut.
"Sudah ya, terima kasih. Itu bukan pungutan tetapi sukarela," ujarnya sembari pergi dihadapan wartawan.
Tim Saber Pungli Provinsi NTB melakukan penggeledahan ke SMP Negeri 6 Kota Mataram karena diduga melakukan pungutan liar terhadap para siswa dengan dalih untuk biaya UNBK.
Wakil Ketua Tim Saber Pungli Provinsi NTB Ibnu Salim mengungkapkan, pemeriksaan dan penggeledahan terhadap pihak sekolah dilakukan berdasarkan laporan masyarakat.
"Setelah kita cek memang benar ada pungutan kepada siswa kelas sembilan persiswa sebesar Rp300 ribu," katanya.
Ia menuturkan, dari uang yang disetorkan Rp300 ribu persiswa itu, terkumpul dana sekitar Rp90 juta. Nantinya, dana tersebut digunakan untuk keperluan pembelian sarana prasarana untuk pelaksanaan UNBK.
"Penarikan uang tersebut katanya dilakukan berdasarkan kesepakatan antara pihak sekolah dengan orang tua wali siswa. Karena keterbatasan sarana prasarana untuk kelancaran UNBK, seperti pembelian komputer dan jaringan internet," katanya.
Menurut Ibnu Salim yang juga inspektur di Inspektorat Provinsi NTB ini, laporan terkait dugaan pungli dilakukan berdasarkan informasi dari masyarakat dan dari hasil keterangan sementara pihak sekolah, memang betul ada penarikan, tapi masih dilakukan pendalaman dan pemeriksaan, dasar hukum yang dijadikan pihak sekolah melakukan pungutan.
"Memang informasinya pungutan dilakukan berdasarkan kesepakatan, tapi ada dasar hukumnya tidak, kalau tidak ada aturannya tidak boleh, nanti dari Tim Saber yang akan menilai," tutur Ibnu Salim di sela-sela penggeledahan yang dilakukan Tim Saber Pungli NTB.
Ia mengatakan, jika nantinya berdasarkan hasil pemeriksaan terdapat pelanggaran, maka sudah jelas dilakukan penindakan, karena pungli tidak dibenarkan. (*)
"Uang Rp300 ribu itu tidak mengikat, sukarela sifatnya. Tidak semua siswa tetapi hanya kelas sembilan yang dipakai untuk persiapan UNBK," kata Azizudin seusai penggeledahan oleh Tim Satgas Saber Pungli NTB di SMPN 6 Kota Mataram, Senin.
Ia menjelaskan, terkait pemeriksaan oleh Tim Satgas Saber Pungli, pihak sekolah hanya dimintai klarifikasi.
Sedangkan terkait uang sebesar Rp300 ribu persiswa, kata Azizudin, uang tersebut digunakan untuk keperluan membeli perlengkapan alat elektronik. Semua itu sudah diputuskan berdasarkan kesepakatan orang tua siswa melalui komite sekolah secara sukarela.
"Hanya klarifikasi terkait sumbangan. Itu bukan pungutan tapi uang sukarela berdasarkan kesepakatan," tegasnya.
Disinggung kenapa harus melakukan pungutan uang kepada para siswa untuk pelaksanaan UNBK padahal pemerintah sudah menyediakan anggaran, seperti Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Azizudin menolak menjawab pertanyaan tersebut.
"Sudah ya, terima kasih. Itu bukan pungutan tetapi sukarela," ujarnya sembari pergi dihadapan wartawan.
Tim Saber Pungli Provinsi NTB melakukan penggeledahan ke SMP Negeri 6 Kota Mataram karena diduga melakukan pungutan liar terhadap para siswa dengan dalih untuk biaya UNBK.
Wakil Ketua Tim Saber Pungli Provinsi NTB Ibnu Salim mengungkapkan, pemeriksaan dan penggeledahan terhadap pihak sekolah dilakukan berdasarkan laporan masyarakat.
"Setelah kita cek memang benar ada pungutan kepada siswa kelas sembilan persiswa sebesar Rp300 ribu," katanya.
Ia menuturkan, dari uang yang disetorkan Rp300 ribu persiswa itu, terkumpul dana sekitar Rp90 juta. Nantinya, dana tersebut digunakan untuk keperluan pembelian sarana prasarana untuk pelaksanaan UNBK.
"Penarikan uang tersebut katanya dilakukan berdasarkan kesepakatan antara pihak sekolah dengan orang tua wali siswa. Karena keterbatasan sarana prasarana untuk kelancaran UNBK, seperti pembelian komputer dan jaringan internet," katanya.
Menurut Ibnu Salim yang juga inspektur di Inspektorat Provinsi NTB ini, laporan terkait dugaan pungli dilakukan berdasarkan informasi dari masyarakat dan dari hasil keterangan sementara pihak sekolah, memang betul ada penarikan, tapi masih dilakukan pendalaman dan pemeriksaan, dasar hukum yang dijadikan pihak sekolah melakukan pungutan.
"Memang informasinya pungutan dilakukan berdasarkan kesepakatan, tapi ada dasar hukumnya tidak, kalau tidak ada aturannya tidak boleh, nanti dari Tim Saber yang akan menilai," tutur Ibnu Salim di sela-sela penggeledahan yang dilakukan Tim Saber Pungli NTB.
Ia mengatakan, jika nantinya berdasarkan hasil pemeriksaan terdapat pelanggaran, maka sudah jelas dilakukan penindakan, karena pungli tidak dibenarkan. (*)