Lombok Timur (ANTARA) - Pengadilan Negeri (PN) Lombok Timur (Lotim), Nusa Tenggara Barat (NTB) memvonis Fathurramzi terdakwa pelecehan seksual yang menyetubuhi anak kandungnya, selama 18 tahun penjara denda Rp1 milyar. Vonis ini lebih rendah dari tuntutan JPU yaitu 20 tahun penjara denda Rp 1 milyar.
Selain tuntutan maksimal, JPU juga melakukan pencabutan hak asuh anak terhadap terpidana.
"Ada cukup banyak perkara pelecehan seksual terhadap anak yang ditangani," kata Kasi Pidum Kejaksaan Negeri Lotim I Made Oka Wijaya dalam keterangannya di Lotim, Kamis.
Sedangkan untuk para pelaku, menurut Oka, dari berbagai macam latar belakang mulai dari orang tua kandung atau tiri memperkosa anaknya, bahkan tokoh agama dan pendidik juga ada.
"Terhadap para terdakwa seperti ini, semua di tuntut maksimal," ucapnya.
Dengan tuntutan maksimal ini, sebut Oka, paling tidak dapat mencegah atau berpikir dua kali para pelaku untuk melakukan perbuatan asusila terhadap anak.
"Tuntutan maksimal bagi para pelaku seksual terhadap anak, merujuk pada Undang-Undang tentang Perlindungan Anak, ancaman hukumannya yaitu hukuman mati dan seumur hidup. Sementara yang paling singkat 10 tahun penjara," katanya
Selain hukuman penjara, kata dia, ada juga denda yaitu Rp5 miliar. Tuntutan itu diberikan jika korbannya lebih dari satu orang, mengalami luka berat, mengalami gangguan jiwa, pelaku menularkan penyakit dan korban meninggal dunia.
Tuntutan bisa bertambah apabila spesifikasinya orangtua wali, pengasuh anak, pendidik, dan aparat yang menangani kasus anak.
"Dari semua perkara, belum ada kami tuntut mati atau seumur hidup karena belum memenuhi kualifikasi. Tetapi kalau 20 tahun sudah ada terdakwa yang kami tuntut," ujarnya.
Hal yang sama juga untuk hukuman kebiri, kata dia, pihaknya juga belum menerapkan hukuman tersebut untuk menuntut terdakwa, karena masih menunggu petunjuk teknis.
"Meski pun sudah ada aturannya, tapi kita belum pernah terapkan, karena belum ada petunjuk teknisnya," ucapnya.
Baca juga: Alasan kesepian berstatus duda, seorang ayah tega dua kali gauli anak kandungnya
Selain tuntutan maksimal, JPU juga melakukan pencabutan hak asuh anak terhadap terpidana.
"Ada cukup banyak perkara pelecehan seksual terhadap anak yang ditangani," kata Kasi Pidum Kejaksaan Negeri Lotim I Made Oka Wijaya dalam keterangannya di Lotim, Kamis.
Sedangkan untuk para pelaku, menurut Oka, dari berbagai macam latar belakang mulai dari orang tua kandung atau tiri memperkosa anaknya, bahkan tokoh agama dan pendidik juga ada.
"Terhadap para terdakwa seperti ini, semua di tuntut maksimal," ucapnya.
Dengan tuntutan maksimal ini, sebut Oka, paling tidak dapat mencegah atau berpikir dua kali para pelaku untuk melakukan perbuatan asusila terhadap anak.
"Tuntutan maksimal bagi para pelaku seksual terhadap anak, merujuk pada Undang-Undang tentang Perlindungan Anak, ancaman hukumannya yaitu hukuman mati dan seumur hidup. Sementara yang paling singkat 10 tahun penjara," katanya
Selain hukuman penjara, kata dia, ada juga denda yaitu Rp5 miliar. Tuntutan itu diberikan jika korbannya lebih dari satu orang, mengalami luka berat, mengalami gangguan jiwa, pelaku menularkan penyakit dan korban meninggal dunia.
Tuntutan bisa bertambah apabila spesifikasinya orangtua wali, pengasuh anak, pendidik, dan aparat yang menangani kasus anak.
"Dari semua perkara, belum ada kami tuntut mati atau seumur hidup karena belum memenuhi kualifikasi. Tetapi kalau 20 tahun sudah ada terdakwa yang kami tuntut," ujarnya.
Hal yang sama juga untuk hukuman kebiri, kata dia, pihaknya juga belum menerapkan hukuman tersebut untuk menuntut terdakwa, karena masih menunggu petunjuk teknis.
"Meski pun sudah ada aturannya, tapi kita belum pernah terapkan, karena belum ada petunjuk teknisnya," ucapnya.
Baca juga: Alasan kesepian berstatus duda, seorang ayah tega dua kali gauli anak kandungnya