Jakarta (ANTARA) - Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina (Persero) periode 2009-2014 Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan mengajukan eksepsi atau nota keberatan atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK).
Dakwaan tersebut terkait dugaan korupsi pengadaan gas alam cair atau Liquefied Natural Gas (LNG) di Pertamina pada 2011-2014, yang salah satunya berisikan bahwa Karen telah merugikan keuangan negara sebesar Rp1,77 triliun.
"Kami akan mengajukan eksepsi atau keberatan, terdakwa juga akan mengajukan dan dari tim advokat-nya. Karena itu, kami mohon waktu," kata penasihat hukum Karen, Luhut Pangaribuan kepada Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat dalam pembacaan dakwaan di Jakarta, Senin.
Untuk itu, Ketua Majelis Hakim Maryono memberikan waktu penyampaian eksepsi terdakwa pada Senin, 19 Februari 2024.
Dalam dakwaan yang disampaikan JPU KPK Wawan Yunarwanto, Karen didakwa melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut, secara melawan hukum, antara lain melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain, atau suatu korporasi dari pengadaan LNG di Pertamina.
Perbuatan itu dilakukan bersama Yenni Andayani selaku Senior Vice President (SVP) Gas and Power Pertamina 2013-2014 dan Hari Karyuliarto selaku Direktur Gas Pertamina 2012-2014.
Secara perinci, Karen disebut memperkaya diri sebesar Rp1,09 miliar dan sebanyak 104.016 dolar AS atau setara dengan Rp1,62 miliar, serta memperkaya suatu korporasi, yaitu Corpus Christi Liquefaction LLC (CCL) senilai 113,84 juta dolar AS atau setara dengan Rp1,77 triliun, yang mengakibatkan kerugian keuangan negara.
Baca juga: KPK periksa eks sekjen Kemenkes terkait korupsi pengadaan APD 2020
Baca juga: Kejari Lombok Timur telusuri tersangka baru kasus korupsi dana APM
Kendati demikian, Karen membantah dakwaan terkait pengambilan keuntungan dari pengadaan LNG di Pertamina dan mengklaim bahwa pengadaan tersebut telah menguntungkan negara.
"Saya paham yang disebutkan oleh JPU, namun saya tidak menerima uang maupun janji secara pribadi," ujar Karen dalam kesempatan yang sama.
Karen menuturkan bahwa dirinya melaksanakan aksi korporasi pengadaan LNG untuk memenuhi pelaksanaan kebijakan pemerintah, yaitu perintah jabatan. Menurutnya, perjanjian tersebut masih berlaku hingga 2050 dan sudah tergantikan secara keseluruhannya di 2015. Maka dari itu, ia akan menjelaskan secara detail seluruh perkara pada sidang selanjutnya, yakni pada saat pembacaan eksepsi.