Mataram (ANTARA) - Penyidik Kejaksaan Negeri Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat menelusuri tersangka baru di kasus dugaan korupsi pengelolaan dana Amanah Pemberdayaan Masyarakat (APM) yang bergulir di tengah masyarakat dalam bentuk simpan pinjam untuk kelompok perempuan.
"Kasus ini masih terus kami dalami untuk mencari peran tersangka lainnya," kata Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Lombok Timur Isa Ansyori melalui sambungan telepon dari Mataram, Senin.
Dia menjelaskan bahwa penelusuran tersangka baru ini merujuk alat bukti yang telah menetapkan dua tersangka dari kalangan pengelola dana APM di tingkat kecamatan.
Perihal peran baru dalam kasus ini mengarah pada pejabat daerah, Isa mengaku belum dapat memastikan. Melainkan, hal tersebut akan terjawab dari proses pendalaman alat bukti.
"Indikasi peran pejabat daerah? Belum ada ke arah sana. Yang jelas, masih dilakukan pendalaman dan tidak menutup kemungkinan ada tersangka lain," ujarnya.
Baca juga: Kejari tetapkan dua tersangka korupsi dana APM di Lombok Timur
Dua tersangka yang telah ditetapkan penyidik dalam kasus ini berinisial K, Ketua Unit Pengelola Kegiatan (UPK/ Kecamatan Suela dan M, seorang pendamping kelompok perempuan.
Penyidik menetapkan keduanya sebagai tersangka berdasarkan hasil gelar perkara pada Senin (5/2) sore di Kantor Kejari Lombok Timur.
Salah satu alat bukti yang menguatkan penetapan tersangka berkaitan dengan hasil audit kerugian keuangan negara dari Inspektorat Lombok Timur. Nilai kerugian yang diperoleh auditor mencapai Rp567 juta.
Dari penjelasan pihak Kejari Lombok Timur, kerugian muncul dari pencarian uang simpan pinjam periode 2015 hingga 2018 untuk 23 kelompok perempuan yang berada di Desa Ketangga, Kecamatan Suela, Kabupaten Lombok Timur.
Uang tersebut terindikasi digunakan sendiri oleh tersangka M untuk kepentingan pribadi.
Baca juga: Kejari Lombok Timur terima hasil audit korupsi dana APM periode 2017-2021
Modus tersangka M menikmati dana simpan pinjam tersebut berawal dari inisiatif membentuk 23 kelompok perempuan dengan meminta salinan KTP warga sebagai syarat kelengkapan pengajuan.
Namun, saat proses pencairan, dana tidak secara langsung diserahkan kepada para penerima. Melainkan, tersangka K sebagai ketua UPK menyerahkan dana tersebut kepada tersangka M.
Dalam penetapan keduanya sebagai tersangka, Isa mengatakan bahwa penyidik menemukan ada perbuatan pidana yang tidak mengikuti prosedur pengelolaan.
Dengan menemukan indikasi pidana tersebut, penyidik menetapkan keduanya sebagai tersangka dengan menerapkan sangkaan Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Baca juga: Kejari Lombok Timur memperkuat alat bukti kasus korupsi dana APM
Baca juga: Kejari Lombok Timur berkoordinasi Inspektorat terkait korupsi dana APM
"Kasus ini masih terus kami dalami untuk mencari peran tersangka lainnya," kata Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Lombok Timur Isa Ansyori melalui sambungan telepon dari Mataram, Senin.
Dia menjelaskan bahwa penelusuran tersangka baru ini merujuk alat bukti yang telah menetapkan dua tersangka dari kalangan pengelola dana APM di tingkat kecamatan.
Perihal peran baru dalam kasus ini mengarah pada pejabat daerah, Isa mengaku belum dapat memastikan. Melainkan, hal tersebut akan terjawab dari proses pendalaman alat bukti.
"Indikasi peran pejabat daerah? Belum ada ke arah sana. Yang jelas, masih dilakukan pendalaman dan tidak menutup kemungkinan ada tersangka lain," ujarnya.
Baca juga: Kejari tetapkan dua tersangka korupsi dana APM di Lombok Timur
Dua tersangka yang telah ditetapkan penyidik dalam kasus ini berinisial K, Ketua Unit Pengelola Kegiatan (UPK/ Kecamatan Suela dan M, seorang pendamping kelompok perempuan.
Penyidik menetapkan keduanya sebagai tersangka berdasarkan hasil gelar perkara pada Senin (5/2) sore di Kantor Kejari Lombok Timur.
Salah satu alat bukti yang menguatkan penetapan tersangka berkaitan dengan hasil audit kerugian keuangan negara dari Inspektorat Lombok Timur. Nilai kerugian yang diperoleh auditor mencapai Rp567 juta.
Dari penjelasan pihak Kejari Lombok Timur, kerugian muncul dari pencarian uang simpan pinjam periode 2015 hingga 2018 untuk 23 kelompok perempuan yang berada di Desa Ketangga, Kecamatan Suela, Kabupaten Lombok Timur.
Uang tersebut terindikasi digunakan sendiri oleh tersangka M untuk kepentingan pribadi.
Baca juga: Kejari Lombok Timur terima hasil audit korupsi dana APM periode 2017-2021
Modus tersangka M menikmati dana simpan pinjam tersebut berawal dari inisiatif membentuk 23 kelompok perempuan dengan meminta salinan KTP warga sebagai syarat kelengkapan pengajuan.
Namun, saat proses pencairan, dana tidak secara langsung diserahkan kepada para penerima. Melainkan, tersangka K sebagai ketua UPK menyerahkan dana tersebut kepada tersangka M.
Dalam penetapan keduanya sebagai tersangka, Isa mengatakan bahwa penyidik menemukan ada perbuatan pidana yang tidak mengikuti prosedur pengelolaan.
Dengan menemukan indikasi pidana tersebut, penyidik menetapkan keduanya sebagai tersangka dengan menerapkan sangkaan Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Baca juga: Kejari Lombok Timur memperkuat alat bukti kasus korupsi dana APM
Baca juga: Kejari Lombok Timur berkoordinasi Inspektorat terkait korupsi dana APM