Mataram (ANTARA) - Penyidik Kejaksaan Negeri Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, menetapkan dua orang tersangka kasus dugaan korupsi pengelolaan dana Amanah Pemberdayaan Masyarakat (APM) yang bergulir di masyarakat dalam bentuk simpan pinjam untuk kelompok perempuan.
"Tersangka yang ditetapkan dalam kasus ini berinisial K selaku Ketua UPK (Unit Pengelola Kegiatan) Kecamatan Suela dan M selaku pendamping kelompok perempuan," kata Kepala Seksi Intelijen Kejari Lombok Timur Lalu Mohamad Rasyidi dihubungi melalui sambungan telepon dari Mataram, Selasa.
Dia menerangkan bahwa penyidik menetapkan keduanya sebagai tersangka berdasarkan hasil gelar perkara pada Senin (5/2) sore di Kantor Kejari Lombok Timur.
"Keduanya kami tetapkan sebagai tersangka berdasarkan hasil gelar perkara Senin (5/2) kemarin yang telah menemukan sedikitnya dua alat bukti," ujarnya.
Baca juga: Kejari Lombok Timur terima hasil audit korupsi dana APM periode 2017-2021
Baca juga: Kejari Lombok Timur memperkuat alat bukti kasus korupsi dana APM
Salah satu alat bukti yang menguatkan penetapan tersangka berkaitan dengan hasil audit kerugian keuangan negara dari Inspektorat Lombok Timur. Nilai kerugian yang diperoleh auditor sekitar Rp567 juta.
Rasyidi menjelaskan bahwa kerugian ini muncul dari pencarian uang simpan pinjam periode 2015 hingga 2018 untuk 23 kelompok perempuan di Desa Ketangga, Kecamatan Suela, Kabupaten Lombok Timur.
"Jadi, uang simpan pinjam untuk 23 kelompok perempuan ini dipergunakan sendiri oleh tersangka M untuk kepentingan pribadi," jelas dia.
Modus tersangka M menikmati dana simpan pinjam tersebut berawal dari inisiatif membentuk 23 kelompok perempuan dengan meminta salinan KTP warga sebagai syarat kelengkapan pengajuan.
Namun, saat pencairan, dana tidak secara langsung diserahkan kepada para penerima, melainkan tersangka K sebagai ketua UPK menyerahkan dana tersebut kepada tersangka M.
"Pada intinya ada perbuatan kedua tersangka dalam pengelolaan dana kelompok perempuan ini yang tidak mengikuti aturan main, SOP-nya yang dilanggar," ujarnya.
Dengan menemukan indikasi pidana tersebut, penyidik menetapkan keduanya sebagai tersangka dengan menerapkan sangkaan Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Rasyidi menyampaikan bahwa penyidik belum melakukan penahanan terhadap kedua tersangka. "Belum, 'kan baru penetapan," imbuhnya.
Baca juga: Kejari Lombok Timur berkoordinasi Inspektorat terkait korupsi dana APM
"Tersangka yang ditetapkan dalam kasus ini berinisial K selaku Ketua UPK (Unit Pengelola Kegiatan) Kecamatan Suela dan M selaku pendamping kelompok perempuan," kata Kepala Seksi Intelijen Kejari Lombok Timur Lalu Mohamad Rasyidi dihubungi melalui sambungan telepon dari Mataram, Selasa.
Dia menerangkan bahwa penyidik menetapkan keduanya sebagai tersangka berdasarkan hasil gelar perkara pada Senin (5/2) sore di Kantor Kejari Lombok Timur.
"Keduanya kami tetapkan sebagai tersangka berdasarkan hasil gelar perkara Senin (5/2) kemarin yang telah menemukan sedikitnya dua alat bukti," ujarnya.
Baca juga: Kejari Lombok Timur terima hasil audit korupsi dana APM periode 2017-2021
Baca juga: Kejari Lombok Timur memperkuat alat bukti kasus korupsi dana APM
Salah satu alat bukti yang menguatkan penetapan tersangka berkaitan dengan hasil audit kerugian keuangan negara dari Inspektorat Lombok Timur. Nilai kerugian yang diperoleh auditor sekitar Rp567 juta.
Rasyidi menjelaskan bahwa kerugian ini muncul dari pencarian uang simpan pinjam periode 2015 hingga 2018 untuk 23 kelompok perempuan di Desa Ketangga, Kecamatan Suela, Kabupaten Lombok Timur.
"Jadi, uang simpan pinjam untuk 23 kelompok perempuan ini dipergunakan sendiri oleh tersangka M untuk kepentingan pribadi," jelas dia.
Modus tersangka M menikmati dana simpan pinjam tersebut berawal dari inisiatif membentuk 23 kelompok perempuan dengan meminta salinan KTP warga sebagai syarat kelengkapan pengajuan.
Namun, saat pencairan, dana tidak secara langsung diserahkan kepada para penerima, melainkan tersangka K sebagai ketua UPK menyerahkan dana tersebut kepada tersangka M.
"Pada intinya ada perbuatan kedua tersangka dalam pengelolaan dana kelompok perempuan ini yang tidak mengikuti aturan main, SOP-nya yang dilanggar," ujarnya.
Dengan menemukan indikasi pidana tersebut, penyidik menetapkan keduanya sebagai tersangka dengan menerapkan sangkaan Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Rasyidi menyampaikan bahwa penyidik belum melakukan penahanan terhadap kedua tersangka. "Belum, 'kan baru penetapan," imbuhnya.
Baca juga: Kejari Lombok Timur berkoordinasi Inspektorat terkait korupsi dana APM