Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat menyatakan kewajiban sertifikasi halal jangan sampai memberatkan pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).
"Kewajiban sertifikasi halal untuk produk UMKM, harus dipertimbangkan dan dipersiapkan dengan matang, agar tidak mempersulit pertumbuhan sektor ekonomi rakyat," katanya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis.
Menurut dia, sektor UMKM dengan segala keterbatasannya diakui dapat bertahan di tengah gejolak ekonomi yang terjadi. Penerapan kebijakan baru yang berpotensi membebani sektor tersebut, lanjut dia, harus dipertimbangkan secara matang.
Walaupun menurut Lestari, Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal dan aturan turunannya, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 31 Tahun 2019 menyatakan bahwa seluruh produk yang diedarkan dan diperdagangkan wajib memiliki sertifikasi halal.
"Kewajiban memiliki sertifikat halal diberi kelonggaran lima tahun sampai 17 Oktober 2024," ujarnya.
Dia mengungkapkan, kewajiban tersebut banyak dikeluhkan, karena menambah beban biaya bagi UMKM untuk mengurus sertifikat halal di Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) di bawah Kementerian Agama.
Kementerian Koperasi dan UMKM memperkirakan pada tenggat 17 Oktober 2024 belum semua UMKM memiliki sertifikat halal. Karena, saat ini saja lembaga sertifikasi yang ada kemampuannya terbatas. Jumlah produk yang disertifikasi hanya 200 produk per tahun.
Baca juga: Pelaku UMKM asal Wonosobo olah rami jadi kain batik
Baca juga: Sentra kuliner UMKM Teras Udayana Mataram jadi wadah pemberdayaan UMKM
Menurut Lestari, berdasarkan kondisi tersebut dalam pelaksanaan kebijakan terkait jaminan produk halal harus benar-benar dipersiapkan berbagai kelengkapannya. Jangan sampai, kata dia, kebijakan yang dibuat tidak diantisipasi dengan tepat sehingga bisa berdampak pada tersendatnya kelangsungan usaha sektor ekonomi masyarakat. Dia juga mendorong agar para pemangku kepentingan di tingkat pusat dan daerah bersama-sama membangun ekosistem usaha yang baik bagi pertumbuhan sektor UMKM.
"Kewajiban sertifikasi halal untuk produk UMKM, harus dipertimbangkan dan dipersiapkan dengan matang, agar tidak mempersulit pertumbuhan sektor ekonomi rakyat," katanya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis.
Menurut dia, sektor UMKM dengan segala keterbatasannya diakui dapat bertahan di tengah gejolak ekonomi yang terjadi. Penerapan kebijakan baru yang berpotensi membebani sektor tersebut, lanjut dia, harus dipertimbangkan secara matang.
Walaupun menurut Lestari, Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal dan aturan turunannya, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 31 Tahun 2019 menyatakan bahwa seluruh produk yang diedarkan dan diperdagangkan wajib memiliki sertifikasi halal.
"Kewajiban memiliki sertifikat halal diberi kelonggaran lima tahun sampai 17 Oktober 2024," ujarnya.
Dia mengungkapkan, kewajiban tersebut banyak dikeluhkan, karena menambah beban biaya bagi UMKM untuk mengurus sertifikat halal di Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) di bawah Kementerian Agama.
Kementerian Koperasi dan UMKM memperkirakan pada tenggat 17 Oktober 2024 belum semua UMKM memiliki sertifikat halal. Karena, saat ini saja lembaga sertifikasi yang ada kemampuannya terbatas. Jumlah produk yang disertifikasi hanya 200 produk per tahun.
Baca juga: Pelaku UMKM asal Wonosobo olah rami jadi kain batik
Baca juga: Sentra kuliner UMKM Teras Udayana Mataram jadi wadah pemberdayaan UMKM
Menurut Lestari, berdasarkan kondisi tersebut dalam pelaksanaan kebijakan terkait jaminan produk halal harus benar-benar dipersiapkan berbagai kelengkapannya. Jangan sampai, kata dia, kebijakan yang dibuat tidak diantisipasi dengan tepat sehingga bisa berdampak pada tersendatnya kelangsungan usaha sektor ekonomi masyarakat. Dia juga mendorong agar para pemangku kepentingan di tingkat pusat dan daerah bersama-sama membangun ekosistem usaha yang baik bagi pertumbuhan sektor UMKM.