Jakarta (ANTARA) - Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono menuturkan, akar permasalahan obesitas pada anak adalah keluarga, karena jika orang tuanya gemuk maka anaknya juga gemuk, karena anak mengikuti pola hidup orang tuanya.  

Dia mengingatkan bahwa meski membuat anak terkesan lucu dan menggemaskan, obesitas membawa risiko sindrom metabolik yang berkaitan dengan penyakit jantung koroner, stroke, dan pembuluh darah.  

“Jadi, kalau kita membiarkan anak-anak itu tetap gemuk, maka kita menyimpan tabungan anak tersebut untuk menjadi penyakit jantung dan pembuluh darah di masa yang akan datang,” kata Dante dalam pernyataannya yang diterima di Jakarta, Rabu.  

Menurutnya, hal tersebut dapat diatasi dengan menerapkan pola hidup yang sehat.

Kementerian Kesehatan, ujarnya, mengeluarkan Isi Piringku sebagai pedoman gizi, yang menyarankan konsumsi protein perlu diperbanyak dibandingkan karbohidrat dalam satu piring sekali makan. Menurutnya, anak-anak memerlukan banyak protein untuk tumbuh kembangnya, dan bukan dengan memperbanyak karbohidrat.

“Karbohidrat tetap penting untuk energi, tetapi kita batasi, kita gunakan untuk mencegah supaya anak-anak tidak gemuk,” Dante menambahkan.

Dia menerangkan, menurut Riset Kesehatan Dasar, satu dari tiga masyarakat di Indonesia mengalami obesitas. Selain itu, katanya, satu dari lima anak-anak di Indonesia mengalami kelebihan berat badan.

Persentase obesitas terus meningkat dalam satu dekade terakhir, katanya, yaitu dari delapan persen pada 2007 menjadi 21,8 persen pada 2018. Dante menyebut bahwa hal ini hampir terjadi di semua negara berkembang, karena adanya perubahan dalam pendapatan yang lebih baik.

“Pendapatan mereka mulai naik, makanan mereka mulai berubah dan sebagainya, sehingga angka obesitas di daerah tersebut menjadi lebih tinggi,“ katanya.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan Dr Eva Susanti mengatakan bahwa salah satu tantangan dalam pelaksanaan pencegahan dan pengendalian obesitas adalah akses teknologi dan fasilitas yang berfokus pada pelanggan, seperti layanan pesan makan online dan ojek online, sehingga membuat masyarakat kurang melakukan aktivitas fisik.

“Terjadinya gaya hidup yang mager (malas gerak) atau sedentary lifestyle, juga meningkatnya lingkungan obesogenik, yaitu makanan yang tinggi kadar gula dan lemak serta tanpa memperhatikan nilai kalori,” katanya Eva.

Baca juga: Kiat hindari asupan kalori berlebih saat bulan puasa
Baca juga: Ahli Gizi: Hindari obesitas sedari kecil

Eva mengungkapkan bahwa kesuksesan pencegahan dan pengendalian obesitas di Indonesia tidak lepas dari dukungan semua pihak baik lintas sektor maupun lintas program, swasta, dan masyarakat. Dia mengatakan, masyarakat diharapkan mau meningkatkan pengetahuan dan kesadaran serta kepedulian terhadap obesitas dengan melakukan deteksi sedini secara teratur di posbindu maupun fasyankes.

“Obesitas sangat mungkin dicegah dengan menerapkan perilaku hidup sehat. Pencegahan terhadap faktor risiko yang memerlukan komitmen setiap individu untuk bisa bertanggung jawab terhadap kesehatan dirinya,” ujarnya.

Hari Obesitas Sedunia diperingati setiap tanggal 4 Maret. Pada tahun ini, peringatan mengusung tema global “Lets talk About Obesity” dan tema nasional “Ayo Lawan Obesitas”.

 

Pewarta : Mecca Yumna Ning Prisie
Editor : I Komang Suparta
Copyright © ANTARA 2024