Mataram (Antara NTB) - Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Nusa Tenggara Barat meminta pengelola radio dan televisi lokal lebih berhati-hati menyiarkan atau menayangkan iklan pengobatan alternatif.
Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Nusa Tenggara Barat (NTB) Sukri Aruman di Mataram, Senin mengatakan penayangkan iklan obat alternatif relatif marak dan tidak sedikit yang melanggar ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Penyiaran.
"Kami tidak ingin masyarakat menjadi korban praktek pengobatan alternatif ataupun iklan obat tradisional menyesatkan," katanya.
Menurut dia, ada sejumlah iklan pengobatan alternatif yang disiarkan radio lokal di NTB, yang materinya melanggar ketentuan karena mengandung muatan pornografi atau menjanjikan kesembuhan.
Iklan tersebut tidak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang terkait dengan Pedoman Prilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) yang ditetapkan Komisi Penyiaran Indonesia.
"Biasanya ada ungkapan yang sangat bombastis dan superlatif," ujarnya.
Sukri mengatakan ungkapan yang bersifat bombastis, misalnya "Setelah berobat pasti sembuh" atau ungkapan "Sekali berobat dijamin sembuh selamanya dan tidak kambuh lagi". Dan masih banyak lagi ungkapan yang menjanjikan kesembuhan lainnya dan cenderung menyesatkan.
"Iklan obat alternatif di radio lokal kebanyakan dalam bentuk iklan spot, testimoni, iklan baca dan ada juga dalam bentuk `blocking time` di stasiun TV lokal," ucapnya.
Pria yang pernah juga menggeluti dunia jurnalis ini mengungkapkan, dalam kasus iklan yang menyangkut vitalitas pria dan wanita, kerapkali iklannya dibuat dengan narasi dan visual yang vulgar dan cenderung bermuatan pornografi.
Bahkan, untuk kasus obat kuat, sampai ada yang menjanjikan cukup sekali berobat, bisa memperpanjang alat vital hingga sekian sentimeter.
"Jam tayangnya juga sembarangan. Padahal iklan untuk vitalitas ataupun alat kontrasepsi hanya boleh ditayangkan pada jam dewasa atau di atas pukul 22.00," katanya.
Untuk itu, pihaknya terus melakukan pembinaan kepada lembaga penyiaran agar menjadikan P3SPS sebagai acuan dalam menyiarkan segala jenis program siaran termasuk iklan.
KPID NTB juga tidak segan-segan memberikan teguran kepada pengelola radio dan TV lokal jika tidak mengindahkan ketentuan yang diatur dalam UU Penyiaran.
Bermitra dengan BBPOM Mataram
Upaya lain yang dilakukan, lanjut Sukri, yakni menjalin kemitraan dengan Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Mataram untuk pengawasan iklan obat dan makanan di lembaga penyiaran lokal.
Pihaknya sudah melakukan pembicaraan dan dalam waktu dekat akan menandatangani nota kesepahaman (MoU).
Sebagai bentuk keseriusan, pihaknya bersama jajaran BBPOM Mataram sudah melakukan konsultasi dan audiensi dengan Wakil Gubernur NTB H Muhammad Amin.
Wagub NTB juga sudah menyatakan kesiapan untuk hadir dan memberikan arahan pada acara penandatanganan MoU antara KPID NTB dengan BBPOM Mataram, yang dirangkaikan dengan sosialisasi pengawasan iklan obat dan makanan yang akan dilaksanakan pada Rabu (25/10).
"Wagub sangat mendukung kegiatan tersebut dan berjanji akan hadir," ujarnya.
Sukri berharap kerja sama dengan BBPOM Mataram, tidak sebatas tukar-menukar informasi hasil pengawasan terhadap iklan produk obat dan makanan yang disiarkan melalui radio dan TV lokal di NTB.
Namun kerja sama dalam bentuk lain juga akan dilakukan untuk menjamin masyarakat memperoleh informasi yang benar terkait produk iklan obat dan makanan.
Kerja sama lain bisa dalam bentuk pemberdayaan sumber daya manusia penyiaran yang profesional terutama dalam memproduksi iklan, baik iklan layanan masyarakat maupun iklan komersial.
"Kami sangat mengapresiasi kerja sama tersebut untuk kemajuan penyiaran di NTB," katanya. (*)
Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Nusa Tenggara Barat (NTB) Sukri Aruman di Mataram, Senin mengatakan penayangkan iklan obat alternatif relatif marak dan tidak sedikit yang melanggar ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Penyiaran.
"Kami tidak ingin masyarakat menjadi korban praktek pengobatan alternatif ataupun iklan obat tradisional menyesatkan," katanya.
Menurut dia, ada sejumlah iklan pengobatan alternatif yang disiarkan radio lokal di NTB, yang materinya melanggar ketentuan karena mengandung muatan pornografi atau menjanjikan kesembuhan.
Iklan tersebut tidak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang terkait dengan Pedoman Prilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) yang ditetapkan Komisi Penyiaran Indonesia.
"Biasanya ada ungkapan yang sangat bombastis dan superlatif," ujarnya.
Sukri mengatakan ungkapan yang bersifat bombastis, misalnya "Setelah berobat pasti sembuh" atau ungkapan "Sekali berobat dijamin sembuh selamanya dan tidak kambuh lagi". Dan masih banyak lagi ungkapan yang menjanjikan kesembuhan lainnya dan cenderung menyesatkan.
"Iklan obat alternatif di radio lokal kebanyakan dalam bentuk iklan spot, testimoni, iklan baca dan ada juga dalam bentuk `blocking time` di stasiun TV lokal," ucapnya.
Pria yang pernah juga menggeluti dunia jurnalis ini mengungkapkan, dalam kasus iklan yang menyangkut vitalitas pria dan wanita, kerapkali iklannya dibuat dengan narasi dan visual yang vulgar dan cenderung bermuatan pornografi.
Bahkan, untuk kasus obat kuat, sampai ada yang menjanjikan cukup sekali berobat, bisa memperpanjang alat vital hingga sekian sentimeter.
"Jam tayangnya juga sembarangan. Padahal iklan untuk vitalitas ataupun alat kontrasepsi hanya boleh ditayangkan pada jam dewasa atau di atas pukul 22.00," katanya.
Untuk itu, pihaknya terus melakukan pembinaan kepada lembaga penyiaran agar menjadikan P3SPS sebagai acuan dalam menyiarkan segala jenis program siaran termasuk iklan.
KPID NTB juga tidak segan-segan memberikan teguran kepada pengelola radio dan TV lokal jika tidak mengindahkan ketentuan yang diatur dalam UU Penyiaran.
Bermitra dengan BBPOM Mataram
Upaya lain yang dilakukan, lanjut Sukri, yakni menjalin kemitraan dengan Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Mataram untuk pengawasan iklan obat dan makanan di lembaga penyiaran lokal.
Pihaknya sudah melakukan pembicaraan dan dalam waktu dekat akan menandatangani nota kesepahaman (MoU).
Sebagai bentuk keseriusan, pihaknya bersama jajaran BBPOM Mataram sudah melakukan konsultasi dan audiensi dengan Wakil Gubernur NTB H Muhammad Amin.
Wagub NTB juga sudah menyatakan kesiapan untuk hadir dan memberikan arahan pada acara penandatanganan MoU antara KPID NTB dengan BBPOM Mataram, yang dirangkaikan dengan sosialisasi pengawasan iklan obat dan makanan yang akan dilaksanakan pada Rabu (25/10).
"Wagub sangat mendukung kegiatan tersebut dan berjanji akan hadir," ujarnya.
Sukri berharap kerja sama dengan BBPOM Mataram, tidak sebatas tukar-menukar informasi hasil pengawasan terhadap iklan produk obat dan makanan yang disiarkan melalui radio dan TV lokal di NTB.
Namun kerja sama dalam bentuk lain juga akan dilakukan untuk menjamin masyarakat memperoleh informasi yang benar terkait produk iklan obat dan makanan.
Kerja sama lain bisa dalam bentuk pemberdayaan sumber daya manusia penyiaran yang profesional terutama dalam memproduksi iklan, baik iklan layanan masyarakat maupun iklan komersial.
"Kami sangat mengapresiasi kerja sama tersebut untuk kemajuan penyiaran di NTB," katanya. (*)