Jakarta (ANTARA) - Presiden Direktur PT OCBC NISP Tbk (OCBC) Parwati Surjaudaja mengatakan perseroan menargetkan proses akuisisi PT Bank Commonwealth dapat rampung di kuartal II 2024, setelah mendapat persetujuan dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST).
"Kami harapkan proses akuisisi ini, setelah kami mendapatkan persetujuan dari RUPS, kami harapkan bisa selesai di kuartal II tahun ini," kata Parwati dalam Paparan Publik Tahunan, di OCBC Tower, Jakarta, Senin.
Apabila proses akuisisi telah selesai, Parwati mengatakan bahwa selanjutnya akan dilakukan proses penggabungan atau merger yang diharapkan rampung di paruh kedua atau semester kedua tahun ini.
Menurutnya, proses akuisisi masih dalam tahap awal, sehingga perseroan belum bisa membagikan rencana bisnis bank (RBB) secara lebih detail. Meski begitu, perseroan berharap penggabungan kedua bank akan meningkatkan skala bisnis OCBC Indonesia.
Adapun Bank Commonwealth sendiri memiliki basis klien yang menarik dan komplementer pada segmen nasabah konsumen dan UKM (retail). Parwati memandang, penggabungan kedua bank merupakan upaya pengembangan OCBC yang berkesinambungan secara jangka panjang, tidak hanya jangka pendek.
"Kami berharap sinergi di bidang retail dan UKM-nya, itu menjadi hal yang kami cermati ke depannya. Selain tentunya juga sinergi dari berbagai kapabilitas yang bisa dilakukan di antara dua institusi," kata Parwati.
Ketika ditanya mengenai rencana aksi korporasi lainnya, Parwati mengatakan pihaknya saat ini belum memiliki rencana untuk melakukan spin-off atau pemisahan unit usaha syariah (UUS), karena dinilai masih cukup jauh dari pemenuhan ketentuan yang ditetapkan regulator.
"Kami belum punya rencana untuk melakukan spin-off syariah karena sesuai dengan ketentuan juga masih cukup jauh dari threshold-nya. Dan kami pun melihat sinergi yang baik, di mana UUS sebagai bagian dari PT Bank OCBC NISP Tbk ini bisa menjadi sinergi yang baik dalam hal kami memberikan solusi yang lebih lengkap lagi kepada masyarakat," kata Parwati.
Sebelumnya, pada 16 November 2023, OCBC telah melakukan penandatanganan Sale and Purchase Agreement (SPA) dengan Commonwealth Bank of Australia (CBA) untuk membeli 99 persen saham di PT Bank Commonwealth (PTBC) dari CBA. OCBC Indonesia juga bermaksud untuk mengakuisisi sisa 1 persen saham PTBC dari pemegang saham lainnya.
OCBC membukukan laba bersih senilai Rp4,1 triliun untuk tahun buku 2023 atau tumbuh sebesar 23 persen secara tahunan (yoy), sehingga imbal atas ekuitas (ROE) naik menjadi 12 persen. Adapun OCBC mencatat total aset bank sebesar Rp250 triliun.
Baca juga: Keuangan negara membaik, THR dan gaji ke-13 ASN dinaikkan
Baca juga: OJK NTB tangani 460 pengaduan konsumen selama 2023
Total kredit yang diberikan oleh bank mencapai Rp154,1 triliun atau tumbuh 12 persen, dengan kualitas yang lebih baik di mana rasio NPL bruto turun menjadi 1,6 persen.
Sementara total simpanan nasabah atau dana pihak ketiga (DPK) meningkat 3 persen menjadi Rp181,8 triliun. Pertumbuhan DPK ini didukung oleh CASA atau giro dan tabungan, sehingga rasio CASA terhadap total DPK meningkat menjadi 55,8 persen.
Menurut perseroan, bank juga memiliki modal yang kuat untuk mendukung pertumbuhan ke depan yang tercermin pada rasio kecukupan modal atau CAR yang meningkat menjadi 23,7 persen.
"Kami harapkan proses akuisisi ini, setelah kami mendapatkan persetujuan dari RUPS, kami harapkan bisa selesai di kuartal II tahun ini," kata Parwati dalam Paparan Publik Tahunan, di OCBC Tower, Jakarta, Senin.
Apabila proses akuisisi telah selesai, Parwati mengatakan bahwa selanjutnya akan dilakukan proses penggabungan atau merger yang diharapkan rampung di paruh kedua atau semester kedua tahun ini.
Menurutnya, proses akuisisi masih dalam tahap awal, sehingga perseroan belum bisa membagikan rencana bisnis bank (RBB) secara lebih detail. Meski begitu, perseroan berharap penggabungan kedua bank akan meningkatkan skala bisnis OCBC Indonesia.
Adapun Bank Commonwealth sendiri memiliki basis klien yang menarik dan komplementer pada segmen nasabah konsumen dan UKM (retail). Parwati memandang, penggabungan kedua bank merupakan upaya pengembangan OCBC yang berkesinambungan secara jangka panjang, tidak hanya jangka pendek.
"Kami berharap sinergi di bidang retail dan UKM-nya, itu menjadi hal yang kami cermati ke depannya. Selain tentunya juga sinergi dari berbagai kapabilitas yang bisa dilakukan di antara dua institusi," kata Parwati.
Ketika ditanya mengenai rencana aksi korporasi lainnya, Parwati mengatakan pihaknya saat ini belum memiliki rencana untuk melakukan spin-off atau pemisahan unit usaha syariah (UUS), karena dinilai masih cukup jauh dari pemenuhan ketentuan yang ditetapkan regulator.
"Kami belum punya rencana untuk melakukan spin-off syariah karena sesuai dengan ketentuan juga masih cukup jauh dari threshold-nya. Dan kami pun melihat sinergi yang baik, di mana UUS sebagai bagian dari PT Bank OCBC NISP Tbk ini bisa menjadi sinergi yang baik dalam hal kami memberikan solusi yang lebih lengkap lagi kepada masyarakat," kata Parwati.
Sebelumnya, pada 16 November 2023, OCBC telah melakukan penandatanganan Sale and Purchase Agreement (SPA) dengan Commonwealth Bank of Australia (CBA) untuk membeli 99 persen saham di PT Bank Commonwealth (PTBC) dari CBA. OCBC Indonesia juga bermaksud untuk mengakuisisi sisa 1 persen saham PTBC dari pemegang saham lainnya.
OCBC membukukan laba bersih senilai Rp4,1 triliun untuk tahun buku 2023 atau tumbuh sebesar 23 persen secara tahunan (yoy), sehingga imbal atas ekuitas (ROE) naik menjadi 12 persen. Adapun OCBC mencatat total aset bank sebesar Rp250 triliun.
Baca juga: Keuangan negara membaik, THR dan gaji ke-13 ASN dinaikkan
Baca juga: OJK NTB tangani 460 pengaduan konsumen selama 2023
Total kredit yang diberikan oleh bank mencapai Rp154,1 triliun atau tumbuh 12 persen, dengan kualitas yang lebih baik di mana rasio NPL bruto turun menjadi 1,6 persen.
Sementara total simpanan nasabah atau dana pihak ketiga (DPK) meningkat 3 persen menjadi Rp181,8 triliun. Pertumbuhan DPK ini didukung oleh CASA atau giro dan tabungan, sehingga rasio CASA terhadap total DPK meningkat menjadi 55,8 persen.
Menurut perseroan, bank juga memiliki modal yang kuat untuk mendukung pertumbuhan ke depan yang tercermin pada rasio kecukupan modal atau CAR yang meningkat menjadi 23,7 persen.