Jakarta (ANTARA) - PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia memprediksi harga pasar obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) tenor menengah-pendek (2- 5 tahun) dapat menguat dalam waktu dekat di tengah kondisi pasar surat utang yang masih cukup fluktuatif.
Fixed Income Analyst Mirae Asset Karinska Bella Priyatno memperkirakan harga SBN tenor pendek masih akan berfluktuasi dengan tingkat imbal hasil (yield) pada level 6,2- 6,35 persen, sehingga pelaku pasar dapat memanfaatkan fluktuasi tersebut untuk mendulang keuntungan.
“Hingga akhir kuartal pertama tahun ini, terlihat bahwa pasar lebih fokus pada seri tenor menengah dan pendek, terutama seri-seri FR0101, FR0100, PBS030, PBS032, SPN, dan SPSN,” ujar Bella dalam Media Day March 2024 di Treasury Tower, Jakarta, Rabu.
Bella menjelaskan, pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang, sehingga ketika harga naik maka akan menekan yield turun, begitupun sebaliknya.
“Yield menjadi acuan keuntungan investor di pasar surat utang dibandingkan harga, karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka,” ujar Bella.
Sejak awal tahun, Ia menyebut instrumen fixed income tenor menengah- pendek memang masih menjadi pilihan utama pelaku pasar.
“Pemilihan tenor menengah- pendek itu untuk memanfaatkan volatilitas pasar, yang terjadi karena tenor menengah-pendek lebih sensitif dan fluktuatif dibandingkan dengan tenor yang lebih panjang,” ujar Bella.
Sementara itu, menurut dia, untuk saat ini investor lebih memilih instrumen obligasi tenor pendek dan memanfaatkan jadwal jatuh tempo yang sudah dekat, sehingga risiko lebih terjaga.
Pada dasarnya, fluktuasi pasar instrumen pendapatan tetap (fixed income) saat ini masih sangat tergantung dari data makroekonomi khususnya dari Amerika Serikat (AS), namun, kemungkinan turunnya suku bunga acuan global dan domestik masih menjadi tema besar tahun ini.
“Suku bunga global masih tinggi tetap tidak menurunkan daya tarik dari SBN karena tingkat yield real dari SBN Indonesia tenor 10 tahun yang berada di kisaran 3,9 persen masih cukup menarik,” ujar Bella.
Baca juga: Harga emas berjangka naik seiring pelemahan imbal hasil obligasi AS
Baca juga: Kurs dolar AS menguat didorong kenaikan imbal hasil obligasi AS
Dalam kesempatan sama, Chief Economist Mirae Asset Rully Arya Wisnubroto mengatakan keyakinan terhadap pasar obligasi ini tidak terlepas dari kondisi ekonomi Indonesia yang masih cukup tahan banting (resilient), meski di tengah situasi yang penuh dengan tantangan dan ketidakpastian.
“Beberapa tantangan ke depan adalah suku bunga yang masih tinggi dan ada tren inflasi pangan disebabkan oleh kenaikan harga-harga bahan pokok,” ujar Rully.
Fixed Income Analyst Mirae Asset Karinska Bella Priyatno memperkirakan harga SBN tenor pendek masih akan berfluktuasi dengan tingkat imbal hasil (yield) pada level 6,2- 6,35 persen, sehingga pelaku pasar dapat memanfaatkan fluktuasi tersebut untuk mendulang keuntungan.
“Hingga akhir kuartal pertama tahun ini, terlihat bahwa pasar lebih fokus pada seri tenor menengah dan pendek, terutama seri-seri FR0101, FR0100, PBS030, PBS032, SPN, dan SPSN,” ujar Bella dalam Media Day March 2024 di Treasury Tower, Jakarta, Rabu.
Bella menjelaskan, pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang, sehingga ketika harga naik maka akan menekan yield turun, begitupun sebaliknya.
“Yield menjadi acuan keuntungan investor di pasar surat utang dibandingkan harga, karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka,” ujar Bella.
Sejak awal tahun, Ia menyebut instrumen fixed income tenor menengah- pendek memang masih menjadi pilihan utama pelaku pasar.
“Pemilihan tenor menengah- pendek itu untuk memanfaatkan volatilitas pasar, yang terjadi karena tenor menengah-pendek lebih sensitif dan fluktuatif dibandingkan dengan tenor yang lebih panjang,” ujar Bella.
Sementara itu, menurut dia, untuk saat ini investor lebih memilih instrumen obligasi tenor pendek dan memanfaatkan jadwal jatuh tempo yang sudah dekat, sehingga risiko lebih terjaga.
Pada dasarnya, fluktuasi pasar instrumen pendapatan tetap (fixed income) saat ini masih sangat tergantung dari data makroekonomi khususnya dari Amerika Serikat (AS), namun, kemungkinan turunnya suku bunga acuan global dan domestik masih menjadi tema besar tahun ini.
“Suku bunga global masih tinggi tetap tidak menurunkan daya tarik dari SBN karena tingkat yield real dari SBN Indonesia tenor 10 tahun yang berada di kisaran 3,9 persen masih cukup menarik,” ujar Bella.
Baca juga: Harga emas berjangka naik seiring pelemahan imbal hasil obligasi AS
Baca juga: Kurs dolar AS menguat didorong kenaikan imbal hasil obligasi AS
Dalam kesempatan sama, Chief Economist Mirae Asset Rully Arya Wisnubroto mengatakan keyakinan terhadap pasar obligasi ini tidak terlepas dari kondisi ekonomi Indonesia yang masih cukup tahan banting (resilient), meski di tengah situasi yang penuh dengan tantangan dan ketidakpastian.
“Beberapa tantangan ke depan adalah suku bunga yang masih tinggi dan ada tren inflasi pangan disebabkan oleh kenaikan harga-harga bahan pokok,” ujar Rully.