Ankara (ANTARA) - Baik Iran maupun sekutu utamanya di Lebanon, Hizbullah, saat ini tidak siap berperang, kata Perwakilan Tinggi Uni Eropa (EU) untuk Urusan Luar Negeri dan Kebijakan Keamanan Josep Borrell.
"Kami telah diperingatkan beberapa hari sebelumnya," kata Borrell, Selasa, merujuk pada serangan drone dan rudal balistik Iran terhadap Israel pada akhir pekan lalu.
Setelah serangan itu, Borrell mengaku diberitahu oleh Menteri Luar Negeri Iran Menlu Iran Hossein Amir-Abdollahian bahwa Teheran hanya menargetkan fasilitas militer.
"Itu membuat saya memahami bahwa ini adalah respons yang terkendali. Ketika Anda ingin menimbulkan kehancuran, Anda tidak perlu mengirimkan drone yang membutuhkan waktu enam jam untuk mendarat,” kata Borrell.
“Saat ini, baik Hizbullah maupun Iran tidak siap berperang," tutur dia, menambahkan.
Borrell menegaskan bahwa tujuan politik EU adalah untuk menghindari eskalasi konflik.
Dia mengatakan konflik regional di Timur Tengah tidak akan menguntungkan siapa pun, apalagi bagi warga di Jalur Gaza.
Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa EU tidak memiliki kekuatan lain selain diplomasi dan persatuan, meskipun beberapa negara anggota, termasuk Jerman, memiliki hubungan yang lebih baik dengan Israel.
“Amerika bisa menggunakan cara lain jika mereka mau, khususnya terkait transfer senjata mereka ke Israel. Mereka mengambil keputusan yang mengikat di masa lalu. Namun saat ini, saya rasa mereka tidak ingin menggunakan pengaruh yang mereka miliki,” kata Borrell.
Ia menyesali adanya “perpecahan yang nyata dan mendalam” di antara negara-negara Eropa mengenai konflik di Timur Tengah, dan mencatat bahwa beberapa negara, seperti Prancis, mengubah posisi dan mulai menyerukan gencatan senjata segera.
“Saya selalu berusaha menyampaikan posisi konsensus: Jika penghentian pasokan air, listrik, dan makanan bagi penduduk yang terkepung melanggar hukum internasional di Ukraina, maka hal yang sama juga terjadi di Gaza,” kata Borrell.
“Jika kami tidak menerima sikap universalis ini, kami dituduh menerapkan standar ganda," ujarnya.
Borrell juga mengatakan bahwa jika menyangkut perang di Ukraina, itu adalah soal ketidakseimbangan kekuatan.
Baca juga: Gencatan senjata di Gaza krusial di tengah ancaman kelaparan
Baca juga: Utusan China merampungkan misi keliling Eropa bahas krisis Ukraina
“Rusia tidak perlu menang, cukup tidak kalah. Ukraina, pada bagiannya, harus menang untuk mengusir invasi,” kata dia.
Pada Sabtu (14/4), Iran melancarkan serangan udara ke Israel sebagai pembalasan atas serangan Israel terhadap Konsulat Iran di Damaskus, Suriah, 1 April lalu. Serangan itu menewaskan sedikitnya tujuh anggota Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) Iran.
Namun, Israel menyebut hampir seluruh drone dan rudal balistik Iran berhasil dicegat oleh sistem pertahanan Israel dan sekutunya yakni Amerika Serikat, Prancis, dan Inggris. Israel mengklaim serangan itu hanya mengenai salah satu pangkalan udara militernya, tetapi tidak menimbulkan kerusakan serius.
Sumber: Anadolu
"Kami telah diperingatkan beberapa hari sebelumnya," kata Borrell, Selasa, merujuk pada serangan drone dan rudal balistik Iran terhadap Israel pada akhir pekan lalu.
Setelah serangan itu, Borrell mengaku diberitahu oleh Menteri Luar Negeri Iran Menlu Iran Hossein Amir-Abdollahian bahwa Teheran hanya menargetkan fasilitas militer.
"Itu membuat saya memahami bahwa ini adalah respons yang terkendali. Ketika Anda ingin menimbulkan kehancuran, Anda tidak perlu mengirimkan drone yang membutuhkan waktu enam jam untuk mendarat,” kata Borrell.
“Saat ini, baik Hizbullah maupun Iran tidak siap berperang," tutur dia, menambahkan.
Borrell menegaskan bahwa tujuan politik EU adalah untuk menghindari eskalasi konflik.
Dia mengatakan konflik regional di Timur Tengah tidak akan menguntungkan siapa pun, apalagi bagi warga di Jalur Gaza.
Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa EU tidak memiliki kekuatan lain selain diplomasi dan persatuan, meskipun beberapa negara anggota, termasuk Jerman, memiliki hubungan yang lebih baik dengan Israel.
“Amerika bisa menggunakan cara lain jika mereka mau, khususnya terkait transfer senjata mereka ke Israel. Mereka mengambil keputusan yang mengikat di masa lalu. Namun saat ini, saya rasa mereka tidak ingin menggunakan pengaruh yang mereka miliki,” kata Borrell.
Ia menyesali adanya “perpecahan yang nyata dan mendalam” di antara negara-negara Eropa mengenai konflik di Timur Tengah, dan mencatat bahwa beberapa negara, seperti Prancis, mengubah posisi dan mulai menyerukan gencatan senjata segera.
“Saya selalu berusaha menyampaikan posisi konsensus: Jika penghentian pasokan air, listrik, dan makanan bagi penduduk yang terkepung melanggar hukum internasional di Ukraina, maka hal yang sama juga terjadi di Gaza,” kata Borrell.
“Jika kami tidak menerima sikap universalis ini, kami dituduh menerapkan standar ganda," ujarnya.
Borrell juga mengatakan bahwa jika menyangkut perang di Ukraina, itu adalah soal ketidakseimbangan kekuatan.
Baca juga: Gencatan senjata di Gaza krusial di tengah ancaman kelaparan
Baca juga: Utusan China merampungkan misi keliling Eropa bahas krisis Ukraina
“Rusia tidak perlu menang, cukup tidak kalah. Ukraina, pada bagiannya, harus menang untuk mengusir invasi,” kata dia.
Pada Sabtu (14/4), Iran melancarkan serangan udara ke Israel sebagai pembalasan atas serangan Israel terhadap Konsulat Iran di Damaskus, Suriah, 1 April lalu. Serangan itu menewaskan sedikitnya tujuh anggota Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) Iran.
Namun, Israel menyebut hampir seluruh drone dan rudal balistik Iran berhasil dicegat oleh sistem pertahanan Israel dan sekutunya yakni Amerika Serikat, Prancis, dan Inggris. Israel mengklaim serangan itu hanya mengenai salah satu pangkalan udara militernya, tetapi tidak menimbulkan kerusakan serius.
Sumber: Anadolu