Jakarta (ANTARA) - Seorang pengemudi (pilot) wanita di Pusat Krisis dan Kegawatdaruratan Kesehatan Daerah (PK3D) Yeni Anugerah Haeni membeberkan pengalaman berkesan dan horor saat bertugas sejak 2018.

"Salah satunya, saat itu masuk tol. Tiba-tiba pasien mengalami henti napas dan jantung," katanya tanpa menyebut detail waktu dan lokasi kejadian, dalam sebuah unggahan daring YouTube Pemerintah Kota Jakarta Pusat, edisi Hari Kartini, di Jakarta, Minggu.

Yeni menjelaskan, tugasnya saat itu adalah menjemput pasien dalam kondisi kritis dengan riwayat sakit jantung, yang harus dirujuk ke sebuah rumah sakit.

Oleh karena itu, dia segera melakukan resusitasi jantung paru (RJP) atau upaya pertolongan pertama pada orang yang mengalami henti napas dan henti jantung, di pinggir tol.

"Saat itu keluarga pasien panik dan ketersediaan oksigen terbatas, tapi kami bersyukur, pasien bisa selamat," katanya.

Kemudian, untuk pengalaman horor dan berlangsung dini hari, saat bertugas dengan satu orang rekannya di dalam mobil ambulans yang tak jauh dari suatu lokasi kebakaran.

"Kami parkir di bawah pohon beringin sekitar pukul 02.30 WIB, sudah pendinginan. Tiba-tiba dari atap, seperti ada suara bruk dan menimpa mobil. Kami kaget, kami pikir kucing. Lalu kami keluar, tidak ada apa-apa. Merinding sampai sekarang," kata Yeni.

Yeni bergabung dengan PK3D sejak akhir 2016. Sebelumnya, dia bekerja di sebuah rumah sakit selama dua tahun.

Dia mengatakan kala itu melamar sebagai kru ambulans biasa dan tak terpikir menjadi pilot atau pengemudi di unit ambulans.

"Ke sini-sini diwajibkan untuk bisa mengemudi ambulans, ya sudah akhirnya diadakan pelatihan dan saya ikut serta dari kantor. Sekitar 2018, sudah bisa mengemudi ambulans," katanya.

Dia mengatakan saat terdapat 926 orang yang bertugas di PK3D Provinsi DKI Jakarta dan 317 orang di antaranya perempuan.

Dapat stigma
Masih berbicara pengalaman selama bertugas, Yeni mengatakan masih mendapatkan stigma dari orang sekitar terkait pekerjaannya.

Stigma ini berasal dari orang terdekat hingga bahkan pasien yang akan dia tolong.

"Ini kayaknya lebih cocok jadi pekerjaan laki-laki, mengemudi ambulans, gawat darurat. Malah kadang dari keluarga pasien dan pasiennya sendiri, begitu kami sampai, 'Ini beneran cewek dua-duanya, yang nyetir?'," ujar Yeni.

Lalu saat mengemudi, Yeni juga masih menerima pandangan mata yang tampak menganggapnya profesi itu aneh dan bahkan sebagian pengguna jalan raya, terlihat kaget melihatnya mengemudikan ambulans.

Baca juga: Dinkes Mataram menyiagakan 11 ambulans saat perayaan "Lebaran Topat"
Baca juga: PMI Banten siagakan 175 relawan hingga ambulans

Kendati begitu, Yeni mengaku betah dengan menjalani profesi ini. Selama bertugas, dia pernah menangani berbagai kasus kegawatdaruratan seperti kecelakaan, overdosis, orang terjatuh hingga tertabrak.

"Yang paling menantang itu sebenarnya kondisi pasiennya. Masing-masing kan berbeda setiap harinya, apalagi kalau kondisinya kritis, itu jalur Jakarta macet, kami harus stabilkan kondisi pasien sampai rumah sakit yang dituju, harus buka jalur," ujarnya.

Yeni kini sudah berkeluarga dan dikaruniai satu orang anak itu mengaku senang bisa bermanfaat bagi orang lain dan di sisi lain, dia bertekad untuk tak melepas tanggung jawabnya sebagai istri dan ibu di rumah.

"Tanggung jawab sebagai istri dan ibu di rumah semaksimal mungkin kita layani anak-anak, kalau sudah bekerja, kita total. Aku senang bisa bermanfaat untuk orang lain," kata dia.



 

 

Pewarta : Lia Wanadriani Santosa
Editor : I Komang Suparta
Copyright © ANTARA 2024