Jakarta (ANTARA) - Dosen Hubungan Internasional Universitas Indonesia (UI) Ali Abdullah Wibisono mengatakan bahwa kebijakan untuk mencegah radikalisme dan terorisme di Indonesia perlu dilanjutkan sekaligus diperkuat.
Menurut dia, penanggulangan radikalisme dan terorisme di tanah air cenderung mengalami perkembangan positif. Oleh karena itu, hal tersebut perlu diperkuat, terlebih mengingat dinamika perkembangan radikalisme terkini.
“Sejak 2010 BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme) hadir dan sejak itu pula kegiatan-kegiatan preventing and countering violent extremism (PCVE) terintegrasi dan terlembagakan,” kata Ali dalam diskusi Tantangan Penanganan Terorisme di Masa Pemerintahan Baru di Jakarta, Kamis, sebagaimana keterangan tertulisnya.
Dia mencatat sejumlah capaian positif yang dinilai menjadi modal penting bagi penanggulangan terorisme ke depan, di antaranya penindakan dalam menangkap tersangka dan terduga terutama sejak tahun 2018 serta pembangunan kelembagaan BNPT.
Lebih lanjut, Ali menjelaskan bahwa dinamika perkembangan radikalisme menunjukkan adanya peningkatan ekspresi propaganda yang memobilisasi insubordinasi terhadap negara. Peningkatan tersebut terutama terjadi dalam rentang tiga tahun terakhir.
“Ekspresi propaganda intoleran dan propaganda umum yang memobilisasi suatu insubordinasi terhadap pemerintah atau insubordinasi terhadap negara itu meningkat pesat dalam tiga tahun terakhir, terutama propaganda umum,” ucapnya.
Para ideolog radikalisme, kata Ali, terus mencari celah peraturan ataupun strategi kontraterorisme pemerintah agar bisa terus mengekspresikan ekstremismenya dengan cara yang lebih halus, sehingga sulit terdeteksi.
“Yang saya perhatikan, ideolog-ideolog radikalisme itu mereka membaca undang-undangnya dan membaca gerakan kontraterorisme pemerintah. Mereka mencari seluk-beluk, di mana mereka tetap bisa bersuara, mengekspresikan ekstremismenya, tapi dengan cara yang lebih subtil, tidak terdeteksi atau sulit terdeteksi,” ucapnya.
Oleh karena itu, Ali berpandangan kebijakan pencegahan radikalisme dan terorisme harus terus dilanjutkan dan diperkuat untuk memastikan keamanan dan stabilitas nasional, serta mengurangi dampak negatif dari aksi terorisme pada masa mendatang.
Sementara itu, Deputi Bidang Penindakan dan Pembinaan Kemampuan BNPT RI, Irjen Pol Ibnu Suhaendra mengatakan Indonesia memang mengalami perkembangan positif dalam penanggulangan terorisme.
Baca juga: BNPT cegah paham radikal lewat program sekolah damai
Baca juga: Upaya penyebaran paham radikalisme di bawah permukaan
Ibnu menuturkan, Ranking Global Terrorism Index 2024 menempatkan Indonesia pada peringkat 31. Peringkat tersebut satu tingkat di atas Amerika Serikat (AS) yang berada pada peringkat 30 dan lebih baik dari sejumlah negara Asia Tenggara lainnya, seperti Filipina, Myanmar, dan Thailand.
Kendati begitu, Ibnu mengatakan bahwa potensi terorisme harus terus diwaspadai karena gerakan propaganda masih terjadi di bawah tanah.
“Jamaah Islamiyah, Jamaah Ansharut Daulah, Negara Islam Indonesia; ini masih melakukan rekrutmen, propaganda, dan penguatan jaringan,” kata dia.
Menurut dia, penanggulangan radikalisme dan terorisme di tanah air cenderung mengalami perkembangan positif. Oleh karena itu, hal tersebut perlu diperkuat, terlebih mengingat dinamika perkembangan radikalisme terkini.
“Sejak 2010 BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme) hadir dan sejak itu pula kegiatan-kegiatan preventing and countering violent extremism (PCVE) terintegrasi dan terlembagakan,” kata Ali dalam diskusi Tantangan Penanganan Terorisme di Masa Pemerintahan Baru di Jakarta, Kamis, sebagaimana keterangan tertulisnya.
Dia mencatat sejumlah capaian positif yang dinilai menjadi modal penting bagi penanggulangan terorisme ke depan, di antaranya penindakan dalam menangkap tersangka dan terduga terutama sejak tahun 2018 serta pembangunan kelembagaan BNPT.
Lebih lanjut, Ali menjelaskan bahwa dinamika perkembangan radikalisme menunjukkan adanya peningkatan ekspresi propaganda yang memobilisasi insubordinasi terhadap negara. Peningkatan tersebut terutama terjadi dalam rentang tiga tahun terakhir.
“Ekspresi propaganda intoleran dan propaganda umum yang memobilisasi suatu insubordinasi terhadap pemerintah atau insubordinasi terhadap negara itu meningkat pesat dalam tiga tahun terakhir, terutama propaganda umum,” ucapnya.
Para ideolog radikalisme, kata Ali, terus mencari celah peraturan ataupun strategi kontraterorisme pemerintah agar bisa terus mengekspresikan ekstremismenya dengan cara yang lebih halus, sehingga sulit terdeteksi.
“Yang saya perhatikan, ideolog-ideolog radikalisme itu mereka membaca undang-undangnya dan membaca gerakan kontraterorisme pemerintah. Mereka mencari seluk-beluk, di mana mereka tetap bisa bersuara, mengekspresikan ekstremismenya, tapi dengan cara yang lebih subtil, tidak terdeteksi atau sulit terdeteksi,” ucapnya.
Oleh karena itu, Ali berpandangan kebijakan pencegahan radikalisme dan terorisme harus terus dilanjutkan dan diperkuat untuk memastikan keamanan dan stabilitas nasional, serta mengurangi dampak negatif dari aksi terorisme pada masa mendatang.
Sementara itu, Deputi Bidang Penindakan dan Pembinaan Kemampuan BNPT RI, Irjen Pol Ibnu Suhaendra mengatakan Indonesia memang mengalami perkembangan positif dalam penanggulangan terorisme.
Baca juga: BNPT cegah paham radikal lewat program sekolah damai
Baca juga: Upaya penyebaran paham radikalisme di bawah permukaan
Ibnu menuturkan, Ranking Global Terrorism Index 2024 menempatkan Indonesia pada peringkat 31. Peringkat tersebut satu tingkat di atas Amerika Serikat (AS) yang berada pada peringkat 30 dan lebih baik dari sejumlah negara Asia Tenggara lainnya, seperti Filipina, Myanmar, dan Thailand.
Kendati begitu, Ibnu mengatakan bahwa potensi terorisme harus terus diwaspadai karena gerakan propaganda masih terjadi di bawah tanah.
“Jamaah Islamiyah, Jamaah Ansharut Daulah, Negara Islam Indonesia; ini masih melakukan rekrutmen, propaganda, dan penguatan jaringan,” kata dia.