Jakarta (ANTARA) - Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) mengungkapkan kekuatan ekonomi sebuah negara kini tidak lagi hanya mengandalkan Sumber Daya Alam (SDA), melainkan mengarah ke optimalisasi kreativitas dan inovasi.

Kepala Pusat Analisis dan Evaluasi Hukum Nasional Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kemenkumham Nur Ichwan menyebutkan potensi ekonomi dari sektor industri kreatif sangat besar untuk terus berkembang.

"Maka dari itu tahun ini, Pusat Analisis dan Evaluasi Hukum Nasional membentuk Kelompok Kerja (Pokja) Analisis dan Evaluasi (AE) Hukum mengenai industri kreatif," ujar Nur dalam keterangan resmi yang diterima di Jakarta, Kamis,

Dia mencontohkan dari subsektor film, Badan Perfilman Indonesia (BFI) memproyeksikan pada 2024, industri film bakal memberi dampak ekonomi mencapai Rp130 triliun dan penciptaan lapangan pekerjaan sebanyak 387 ribu.

Bila ditata dan dikelola dengan optimal, kata dia, prospek industri kreatif yang terdiri dari sekitar 17 subsektor akan berdampak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi secara makro dalam beberapa waktu ke depan.

Nur menuturkan industri kreatif merupakan industri yang lahir dari kekuatan ide dan pengetahuan sumber daya manusia (SDM). Adapun industri tersebut menjadi salah satu sektor unggulan pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 untuk mewujudkan visi pembangunan Indonesia.

Kendati demikian dalam industri kreatif, ia mengungkapkan terdapat lima isu krusial awal. Pertama, ketersediaan SDM kreatif yang profesional dan kompetitif.

Kedua, lanjut dia, ketersediaan bahan baku yang berkualitas dan beragam. Ketiga, pengembangan industri yang berdaya saing, tumbuh, dan beragam serta kelembagaan, ketersediaan infrastruktur, dan teknologi yang sesuai dan kompetitif.

Dia menambahkan, keempat, yakni ketersediaan pembiayaan yang sesuai, mudah diakses, dan kompetitif. kelima, perluasan pasar bagi karya, usaha, dan orang kreatif.

“Kami fokus pada isu pertama, yakni ketersediaan SDM kreatif yang profesional dan kompetitif,” ucap dia.

Terkait dengan isu krusial yang pertama, Ketua Pokja Analisis dan Evaluasi Hukum Nasional Industri Kreatif BPHN Kemenkumham Reza Fikri Febriansyah mengatakan Tim Pokja AE Industri Kreatif telah memetakan beberapa isu lanjutan, seperti keterkaitan isu pendidikan dan pelatihan vokasi dengan kebutuhan industri.

Beberapa fakta awal yang ditemukan, kata Reza, salah satunya kurikulum dalam pendidikan dan pelatihan vokasi yang masih belum update (terkini) sehingga tidak cocok dengan industri kreatif.

Baca juga: Kekuatan ekonomi negara menuju optimalisasi kreativitas
Baca juga: Kemenkumham Bali data 9.477 orang delegasi hadiri WWF

Dia melanjutkan, terdapat pula fakta lainnya dalam permasalahan SDM kreatif, seperti belum layaknya upah yang diterima, hingga minimnya pelindungan bagi pekerja di sektor industri kreatif.

“Praktiknya banyak pelaku di industri kreatif bekerja tanpa adanya kontrak tertulis dan formal,” ujar Reza.

Pokja AE Industri Kreatif melibatkan pemangku kepentingan yang luas sebagai anggota. Selain para analis hukum dari internal BPHN Kemenkumham, Pokja AE juga menggandeng anggota dari unsur kementerian.

Berbagai kementerian dimaksud, yakni Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kemenkumham, dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Pokja AE Industri Kreatif juga melibatkan BFI sebagai pemberi masukan.




 

Pewarta : Agatha Olivia Victoria
Editor : I Komang Suparta
Copyright © ANTARA 2024