Jakarta (ANTARA) - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) kembali melanjutkan sosialisasi di sektor kehutanan dan penggunaan lahan (Forestry and other Land Use/FOLU) Net Sink 2030 tingkat sub-nasional di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta pada Senin (20/5).
"Indonesia telah menyatakan komitmennya kepada dunia internasional untuk mengendalikan perubahan iklim sejak Paris Agreement, dan melalui program Indonesia's FOLU Net Sink 2030, kita berupaya mencapai tingkat emisi gas rumah kaca (GRK) minus 140 juta ton CO2e pada tahun 2030," kata Staf Ahli Menteri LHK Bidang Industri dan Perdagangan Internasional Novia Widyaningtyas dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa.
Ia menegaskan, sosialisasi tersebut menekankan pentingnya kerja sama semua pihak dalam menghadapi perubahan iklim yang semakin mendesak.
Novia juga memaparkan, agenda Indonesia's FOLU Net Sink 2030 menggunakan empat strategi utama, yaitu pencegahan deforestasi, konservasi dan pengelolaan hutan lestari, perlindungan dan restorasi lahan gambut, dan peningkatan serapan karbon.
"Fokus utama FOLU Net Sink 2030 ini adalah mengurangi emisi gas rumah kaca, dengan sektor kehutanan dan penggunaan lahan memegang peranan penting, berkontribusi sebesar 25,4 persen terhadap target nasional," ujar dia.
Ia mengemukakan, khusus untuk wilayah Jawa, program tersebut disusun dengan memperhatikan karakteristik spesifik wilayah, seperti daya dukung dan daya tampung air, serta luas lahan kritis.
D.I. Yogyakarta misalnya, dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan tutupan lahan hutan yang minim, menjadi fokus utama dalam upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. KLHK bekerja sama dengan tim pakar dari berbagai universitas, termasuk Universitas Gajah Mada, DI Yogyakarta, Institut Pertanian Bogor, Universitas Brawijaya, Malang, dan Institut Teknolog8 Bandung, menyusun rencana operasional yang detail dan dapat diterapkan secara efektif.
Novia mengutarakan, terdapat tujuh rencana operasional (RO) di region Jawa, dan enam RO yang dapat diterapkan di D.I. Yogyakarta, terdiri dari RO1 pencegahan laju deforestasi pada lahan mineral, RO4 pembangunan hutan tanaman, RO7 peningkatan cadangan karbon dengan rotasi, RO8 peningkatan cadangan karbon non-rotasi, RO11 perlindungan konservasi keanekaragaman hayati, dan RO12 pengelolaan mangrove.
Baca juga: Penggiat soroti peran padang lamun Indonesia
Baca juga: Indonesia tegaskan pentingnya akurasi pemantauan hutan
Novia juga menyebutkan bahwa dukungan internasional terus mengalir, yang menunjukkan komitmen dunia dalam menangani isu perubahan iklim dan melihat potensi Indonesia dalam kontribusinya pada pengendalian perubahan iklim global.
"Saat ini dukungan internasional terhadap implementasi Indonesia’s FOLU Net Sink 2030 terus mengalir, utamanya terkait kontribusi pendanaan," tuturnya.
Ia menekankan bahwa keunggulan komparatif sektor kehutanan dan penggunaan lahan lainnya, praktik-praktik baik dalam pengelolaan lingkungan dan kehutanan, kerja kolaborasi berbagai pihak, serta dukungan kerjasama internasional adalah kunci utama keberhasilan Indonesia untuk mencapai target net sink di tahun 2030.
"Indonesia telah menyatakan komitmennya kepada dunia internasional untuk mengendalikan perubahan iklim sejak Paris Agreement, dan melalui program Indonesia's FOLU Net Sink 2030, kita berupaya mencapai tingkat emisi gas rumah kaca (GRK) minus 140 juta ton CO2e pada tahun 2030," kata Staf Ahli Menteri LHK Bidang Industri dan Perdagangan Internasional Novia Widyaningtyas dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa.
Ia menegaskan, sosialisasi tersebut menekankan pentingnya kerja sama semua pihak dalam menghadapi perubahan iklim yang semakin mendesak.
Novia juga memaparkan, agenda Indonesia's FOLU Net Sink 2030 menggunakan empat strategi utama, yaitu pencegahan deforestasi, konservasi dan pengelolaan hutan lestari, perlindungan dan restorasi lahan gambut, dan peningkatan serapan karbon.
"Fokus utama FOLU Net Sink 2030 ini adalah mengurangi emisi gas rumah kaca, dengan sektor kehutanan dan penggunaan lahan memegang peranan penting, berkontribusi sebesar 25,4 persen terhadap target nasional," ujar dia.
Ia mengemukakan, khusus untuk wilayah Jawa, program tersebut disusun dengan memperhatikan karakteristik spesifik wilayah, seperti daya dukung dan daya tampung air, serta luas lahan kritis.
D.I. Yogyakarta misalnya, dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan tutupan lahan hutan yang minim, menjadi fokus utama dalam upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. KLHK bekerja sama dengan tim pakar dari berbagai universitas, termasuk Universitas Gajah Mada, DI Yogyakarta, Institut Pertanian Bogor, Universitas Brawijaya, Malang, dan Institut Teknolog8 Bandung, menyusun rencana operasional yang detail dan dapat diterapkan secara efektif.
Novia mengutarakan, terdapat tujuh rencana operasional (RO) di region Jawa, dan enam RO yang dapat diterapkan di D.I. Yogyakarta, terdiri dari RO1 pencegahan laju deforestasi pada lahan mineral, RO4 pembangunan hutan tanaman, RO7 peningkatan cadangan karbon dengan rotasi, RO8 peningkatan cadangan karbon non-rotasi, RO11 perlindungan konservasi keanekaragaman hayati, dan RO12 pengelolaan mangrove.
Baca juga: Penggiat soroti peran padang lamun Indonesia
Baca juga: Indonesia tegaskan pentingnya akurasi pemantauan hutan
Novia juga menyebutkan bahwa dukungan internasional terus mengalir, yang menunjukkan komitmen dunia dalam menangani isu perubahan iklim dan melihat potensi Indonesia dalam kontribusinya pada pengendalian perubahan iklim global.
"Saat ini dukungan internasional terhadap implementasi Indonesia’s FOLU Net Sink 2030 terus mengalir, utamanya terkait kontribusi pendanaan," tuturnya.
Ia menekankan bahwa keunggulan komparatif sektor kehutanan dan penggunaan lahan lainnya, praktik-praktik baik dalam pengelolaan lingkungan dan kehutanan, kerja kolaborasi berbagai pihak, serta dukungan kerjasama internasional adalah kunci utama keberhasilan Indonesia untuk mencapai target net sink di tahun 2030.