Jakarta (ANTARA) - Kuasa Hukum pengadu atau korban kasus dugaan asusila yang dilakukan oleh Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hasyim Asy'ari, Aristo Pangaribuan, mengatakan pihaknya tidak pernah membuka pokok persoalan kasus.
Ia menyampaikan pernyataan tersebut untuk menanggapi Hasyim yang mengatakan bahwa persidangan dilaksanakan tertutup, tetapi kuasa hukum justru membuka pokok persoalan kasus.
“Saya tidak membuka pokok-pokok yang terjadi. Yang saya buka kan argumentasi saya. Bukti-buktinya saya tidak pernah buka,” kata Aristo di Kantor Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI, Jakarta, Rabu.
Ia juga mengatakan bahwa dirinya tidak pernah membuka pokok persoalan perkara meskipun tahu kalau persidangan berjalan tertutup.
“Saya tahulah ini tertutup. Ini bukti-bukti sangat sensitif ya, bahkan ada bukti-bukti yang saya katakan tolong diproteksi klien kami supaya jangan ada backfiring (menjadi bumerang) karena buktinya sangat sensitif. Kami tidak pernah membocorkan apa pun selain argumentasi,” tegasnya.
Sementara itu, ia mengatakan bahwa dirinya justru kaget karena banyak jurnalis yang menunggu saat dirinya datang di Kantor DKPP RI sebelum sidang dimulai.
Oleh sebab itu, ia menyebut wajar bila Hasyim membantah pernyataan maupun alat bukti yang disiapkan dalam kasus tersebut.
“Hak dia ya membantah, tetapi nanti kita lihat saja siapa yang lebih masuk akal di putusannya. Kalau kami sih optimistis ya bahwa permohonan kami akan dikabulkan, dan bukti-bukti kami jauh-jauh lebih kuat,” jelasnya.
Walaupun demikian, ia mengingatkan bahwa pelanggaran terkait dugaan asusila yang dilakukan oleh Hasyim bukanlah yang pertama.
“Ingat, ini kan bukan pelanggaran yang pertama, tipologinya sama dengan putusan sebelumnya (terkait Wanita Emas, red.),” ujarnya.
Sebelumnya, pada Kamis, 18 April 2024, Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari dilaporkan ke DKPP RI oleh Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum dan Pilihan Penyelesaian Sengketa Fakultas Hukum Universitas Indonesia (LKBH-PPS FH UI) dan Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK).
Kuasa Hukum korban Maria Dianita Prosperianti menjelaskan bahwa perbuatan Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari sebagai teradu termasuk dalam pelanggaran kode etik berdasarkan Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilihan Umum.
Baca juga: Polresta Mataram menetapkan tersangka kasus penyebaran video asusila
Baca juga: Polda NTB menuntaskan penanganan kasus asusila anak bakal caleg Sekotong
Maria mengatakan bahwa dalam pelaporan kepada DKPP RI telah disampaikan sejumlah bukti yang menunjukkan pelanggaran kode etik oleh Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari.
Ia menyebut Hasyim Asy'ari mementingkan kepentingan pribadi untuk memuaskan hasrat seksualnya.
"Sudah ada beberapa belasan bukti, ya, seperti screenshot (tangkapan layar) percakapan, foto, dan video, serta juga bukti-bukti. Tadi sudah saya jelaskan, bukti ini bisa menunjukkan benar-benar yang terstruktur, sistematis, dan aktif, dan di sini juga teradu memberikan manipulasi informasi serta juga menyebarkan informasi rahasia untuk menunjukkan kekuasaannya," katanya.
Ia menyampaikan pernyataan tersebut untuk menanggapi Hasyim yang mengatakan bahwa persidangan dilaksanakan tertutup, tetapi kuasa hukum justru membuka pokok persoalan kasus.
“Saya tidak membuka pokok-pokok yang terjadi. Yang saya buka kan argumentasi saya. Bukti-buktinya saya tidak pernah buka,” kata Aristo di Kantor Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI, Jakarta, Rabu.
Ia juga mengatakan bahwa dirinya tidak pernah membuka pokok persoalan perkara meskipun tahu kalau persidangan berjalan tertutup.
“Saya tahulah ini tertutup. Ini bukti-bukti sangat sensitif ya, bahkan ada bukti-bukti yang saya katakan tolong diproteksi klien kami supaya jangan ada backfiring (menjadi bumerang) karena buktinya sangat sensitif. Kami tidak pernah membocorkan apa pun selain argumentasi,” tegasnya.
Sementara itu, ia mengatakan bahwa dirinya justru kaget karena banyak jurnalis yang menunggu saat dirinya datang di Kantor DKPP RI sebelum sidang dimulai.
Oleh sebab itu, ia menyebut wajar bila Hasyim membantah pernyataan maupun alat bukti yang disiapkan dalam kasus tersebut.
“Hak dia ya membantah, tetapi nanti kita lihat saja siapa yang lebih masuk akal di putusannya. Kalau kami sih optimistis ya bahwa permohonan kami akan dikabulkan, dan bukti-bukti kami jauh-jauh lebih kuat,” jelasnya.
Walaupun demikian, ia mengingatkan bahwa pelanggaran terkait dugaan asusila yang dilakukan oleh Hasyim bukanlah yang pertama.
“Ingat, ini kan bukan pelanggaran yang pertama, tipologinya sama dengan putusan sebelumnya (terkait Wanita Emas, red.),” ujarnya.
Sebelumnya, pada Kamis, 18 April 2024, Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari dilaporkan ke DKPP RI oleh Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum dan Pilihan Penyelesaian Sengketa Fakultas Hukum Universitas Indonesia (LKBH-PPS FH UI) dan Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK).
Kuasa Hukum korban Maria Dianita Prosperianti menjelaskan bahwa perbuatan Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari sebagai teradu termasuk dalam pelanggaran kode etik berdasarkan Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilihan Umum.
Baca juga: Polresta Mataram menetapkan tersangka kasus penyebaran video asusila
Baca juga: Polda NTB menuntaskan penanganan kasus asusila anak bakal caleg Sekotong
Maria mengatakan bahwa dalam pelaporan kepada DKPP RI telah disampaikan sejumlah bukti yang menunjukkan pelanggaran kode etik oleh Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari.
Ia menyebut Hasyim Asy'ari mementingkan kepentingan pribadi untuk memuaskan hasrat seksualnya.
"Sudah ada beberapa belasan bukti, ya, seperti screenshot (tangkapan layar) percakapan, foto, dan video, serta juga bukti-bukti. Tadi sudah saya jelaskan, bukti ini bisa menunjukkan benar-benar yang terstruktur, sistematis, dan aktif, dan di sini juga teradu memberikan manipulasi informasi serta juga menyebarkan informasi rahasia untuk menunjukkan kekuasaannya," katanya.