Serang (ANTARA) - Dompet Dhuafa (DD) mengembangkan budi daya udang vaname untuk memajukan petambak tradisional di Desa Wanayasa, Kabupaten Serang, Banten. Faktor utama dalam pengelolaan udang secara tradisional adalah persiapan modal dan pengetahuan akan seluk beluk beternak udang vaname.
Manajer Program Dompet Dhuafa Banten Elin di Desa Wanayasa, Kecamatan Pontang, Kamis, menjelaskan mayoritas peternak bandeng dan udang, khususnya vaname hanya jadi peternak, sementara lahan tambak mereka sewa, bahkan untuk penjualannya masih tergantung dari tengkulak, sehingga keuntungan yang mereka peroleh sangat kecil.
“Alhamdulillah, Dompet Dhuafa Banten mencoba untuk masuk dalam program budi daya udang vaname ini. Mulai dari tebar benih untuk bioflok dengan diameter 20 meter ini diuji coba dengan sistem tebar padat intensif. Padat normal sebetulnya di 100 ribu benih, namun untuk siklus pertama ini diuji coba dengan tebar padat di 140 ribu benih dengan kepadatan 290 benur/meter kubik," ujarnya.
Tinggi air di kolam kurang lebih 1,5 meter. Penggunaan bioflok bertujuan untuk memudahkan pengontrolan kualitas air, dengan salinitas (kasar garam), PH, suhu yang mudah untuk dikontrol setiap harinya. Penggunaan bioflok juga untuk mengoptimalkan proses budi daya dengan hasil yang lebih produktif dan efisien untuk pemeliharaan.
Pembelian benur dari Carita, Kabupaten Serang, yang sudah teruji secara empiris di beberapa budi daya di Provinsi Banten dengan harga benih kualitas terbaik saat ini Rp45/benih.
Ali, selaku penerima manfaat program budi daya udang vaname DD Banten menuturkan bantuan tersebut sangat membantu, terutama dalam bidang pengelolaan udang vaname, mulai dari ketersediaan tambak hingga pemasaran.
Baca juga: 20 tahun menanti, Ratusan warga Tambak Dalam Surabaya menikmati air PDAM
Baca juga: Pemkab Bima mengoptimalkan PAD dari usaha tambak
"Kami tidak bergantung lagi dengan tengkulak, sehingga bisa memutus rantai ekonomi pemasaran. Selain itu, modal maupun keuntungan sedianya akan digunakan untuk pembangunan bioflok dan pembibitan baru lagi, sehingga dapat menyerap pasar yang lebih luas," ucapnya.
Saat ini, kata Elin, udang dijual ke restoran dengan harga Rp80.000/kg, ke pembeli akhir Rp95.000/kg, sehingga ditargetkan untuk margin di angka Rp51.000.000 dalam satu siklus pembesaran.
Manajer Program Dompet Dhuafa Banten Elin di Desa Wanayasa, Kecamatan Pontang, Kamis, menjelaskan mayoritas peternak bandeng dan udang, khususnya vaname hanya jadi peternak, sementara lahan tambak mereka sewa, bahkan untuk penjualannya masih tergantung dari tengkulak, sehingga keuntungan yang mereka peroleh sangat kecil.
“Alhamdulillah, Dompet Dhuafa Banten mencoba untuk masuk dalam program budi daya udang vaname ini. Mulai dari tebar benih untuk bioflok dengan diameter 20 meter ini diuji coba dengan sistem tebar padat intensif. Padat normal sebetulnya di 100 ribu benih, namun untuk siklus pertama ini diuji coba dengan tebar padat di 140 ribu benih dengan kepadatan 290 benur/meter kubik," ujarnya.
Tinggi air di kolam kurang lebih 1,5 meter. Penggunaan bioflok bertujuan untuk memudahkan pengontrolan kualitas air, dengan salinitas (kasar garam), PH, suhu yang mudah untuk dikontrol setiap harinya. Penggunaan bioflok juga untuk mengoptimalkan proses budi daya dengan hasil yang lebih produktif dan efisien untuk pemeliharaan.
Pembelian benur dari Carita, Kabupaten Serang, yang sudah teruji secara empiris di beberapa budi daya di Provinsi Banten dengan harga benih kualitas terbaik saat ini Rp45/benih.
Ali, selaku penerima manfaat program budi daya udang vaname DD Banten menuturkan bantuan tersebut sangat membantu, terutama dalam bidang pengelolaan udang vaname, mulai dari ketersediaan tambak hingga pemasaran.
Baca juga: 20 tahun menanti, Ratusan warga Tambak Dalam Surabaya menikmati air PDAM
Baca juga: Pemkab Bima mengoptimalkan PAD dari usaha tambak
"Kami tidak bergantung lagi dengan tengkulak, sehingga bisa memutus rantai ekonomi pemasaran. Selain itu, modal maupun keuntungan sedianya akan digunakan untuk pembangunan bioflok dan pembibitan baru lagi, sehingga dapat menyerap pasar yang lebih luas," ucapnya.
Saat ini, kata Elin, udang dijual ke restoran dengan harga Rp80.000/kg, ke pembeli akhir Rp95.000/kg, sehingga ditargetkan untuk margin di angka Rp51.000.000 dalam satu siklus pembesaran.