Mataram (ANTARA) - Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nusa Tenggara Barat berjanji akan membenahi tata kelola 13 izin usaha pertambangan (IUP) bahan galian C yang dinilai bermasalah sesuai dengan rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI.
"Catatan BPK itu kan ada 13 IUP yang tata kelolanya belum bagus. Itulah yang akan kami benahi, kami perbarui regulasi-nya supaya tidak semua orang bisa memanfaatkan," kata Kepala Dinas ESDM NTB, Sahdan di Mataram, Selasa.
Ia mengaku tak mengingat nama orang per orang atau perusahaan pemegang belasan IUP bahan galian C yang dinilai bermasalah oleh BPK tersebut. Namun lokasinya tersebar di sejumlah wilayah di NTB.
"Kalau datanya saya nggak ingat ya. Tetapi jumlah pemegang IUP khusus bahan galian C ini ada ratusan di NTB, tapi dari ratusan itu ada 13 IUP catatan BPK," ujarnya.
Menurut dia, yang menjadi catatan BPK untuk diperbaiki tersebut, khususnya terkait biaya jaminan eksplorasi-nya
"Yang menjadi persoalan ini ada pada jaminan kesungguhan dari para pemegang IUP. Karena ada yang diberikan izin tapi belum bayar biaya jaminan. Jadi temuan BPK itu bukan soal ada kerugian negara," terang Sahdan.
Sahdan menyebutkan kisaran nilai jaminan ini tidak banyak sekitar Rp15 juta. Namun, meski nilai jaminan ini tidak besar, tapi persoalannya belum juga dibayarkan oleh para pemegang IUP tersebut.
Oleh karena itu, pihaknya merasa bersyukur ada temuan BPK tersebut, sehingga bisa lebih cermat ke depannya.
"Padahal, biaya jaminan ini sistemnya disetor ke bank, karena ini ada hak daerah. Inilah yang akan kita perbaiki ke depan," katanya.
Sebelumnya, dalam Laporan Keuangan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) Tahun 2023, Auditor Utama Keuangan Negara VI BPK, Laode Nusriadi dalam rapat paripurna DPRD NTB yang digelar di ruang rapat Paripurna DPRD NTB, Senin (10/6), disampaikan BPK menemukan sejumlah permasalahan.
Salah satunya, terkait pengelolaan jaminan kesungguhan dan reklamasi pasca-tambang atas pertambangan mineral bukan logam dan batuan (MBLB) belum memadai.
Dalam rekomendasi BPK meminta Gubernur NTB agar menetapkan kebijakan mengatur mekanisme pemungutan, penyimpanan dan monitoring jaminan kesungguhan eksplorasi, reklamasi dan atau pasca tambang serta memandu pelaksanaan reklamasi atau pasca tambang yang dilakukan oleh penambang.
"Catatan BPK itu kan ada 13 IUP yang tata kelolanya belum bagus. Itulah yang akan kami benahi, kami perbarui regulasi-nya supaya tidak semua orang bisa memanfaatkan," kata Kepala Dinas ESDM NTB, Sahdan di Mataram, Selasa.
Ia mengaku tak mengingat nama orang per orang atau perusahaan pemegang belasan IUP bahan galian C yang dinilai bermasalah oleh BPK tersebut. Namun lokasinya tersebar di sejumlah wilayah di NTB.
"Kalau datanya saya nggak ingat ya. Tetapi jumlah pemegang IUP khusus bahan galian C ini ada ratusan di NTB, tapi dari ratusan itu ada 13 IUP catatan BPK," ujarnya.
Menurut dia, yang menjadi catatan BPK untuk diperbaiki tersebut, khususnya terkait biaya jaminan eksplorasi-nya
"Yang menjadi persoalan ini ada pada jaminan kesungguhan dari para pemegang IUP. Karena ada yang diberikan izin tapi belum bayar biaya jaminan. Jadi temuan BPK itu bukan soal ada kerugian negara," terang Sahdan.
Sahdan menyebutkan kisaran nilai jaminan ini tidak banyak sekitar Rp15 juta. Namun, meski nilai jaminan ini tidak besar, tapi persoalannya belum juga dibayarkan oleh para pemegang IUP tersebut.
Oleh karena itu, pihaknya merasa bersyukur ada temuan BPK tersebut, sehingga bisa lebih cermat ke depannya.
"Padahal, biaya jaminan ini sistemnya disetor ke bank, karena ini ada hak daerah. Inilah yang akan kita perbaiki ke depan," katanya.
Sebelumnya, dalam Laporan Keuangan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) Tahun 2023, Auditor Utama Keuangan Negara VI BPK, Laode Nusriadi dalam rapat paripurna DPRD NTB yang digelar di ruang rapat Paripurna DPRD NTB, Senin (10/6), disampaikan BPK menemukan sejumlah permasalahan.
Salah satunya, terkait pengelolaan jaminan kesungguhan dan reklamasi pasca-tambang atas pertambangan mineral bukan logam dan batuan (MBLB) belum memadai.
Dalam rekomendasi BPK meminta Gubernur NTB agar menetapkan kebijakan mengatur mekanisme pemungutan, penyimpanan dan monitoring jaminan kesungguhan eksplorasi, reklamasi dan atau pasca tambang serta memandu pelaksanaan reklamasi atau pasca tambang yang dilakukan oleh penambang.