Kupang (ANTARA) - Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) melatih dan mendampingi pandu budaya di Kabupaten Sikka, Flores Timur, dan Alor di Nusa Tenggara Timur (NTT), untuk menggali dan memperkuat informasi keberagaman pangan daerah dalam Sekolah Lapang Kearifan Lokal (SLKL) Tahun 2024.
"Diharapkan pandu budaya mampu menjadi motor penggerak budaya di kampung masing-masing dengan terus aktif memajukan kebudayaan lewat berbagai macam cara," kata Pamong Budaya Ahli Muda Direktorat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Masyarakat Adat Kemendikbudristek Yani Haryanto ketika dihubungi dari Kupang, Selasa.
Ia menjelaskan sebanyak 80-an pandu budaya pada tiga kabupaten akan menjalankan SLKL Tahun 2024 dengan tema Kedaulatan Pangan Masyarakat Adat. Oleh karena itu, pembekalan dan pendampingan telah diberikan kepada pandu budaya tentang pentingnya ketahanan pangan di masyarakat adat.
Lewat pembekalan pandu budaya, ada penggalian informasi tentang keberagaman pangan dengan mendatangkan narasumber lokal tokoh masyarakat adat setempat. Selain itu para pandu budaya juga dibekali dengan pengenalan 10 objek pemajuan kebudayaan yang dikhususkan berkaitan dengan pangan untuk digali dan diinventarisasi oleh pandu budaya.
Ia mengatakan pendampingan dan pembekalan itu telah dilakukan lewat Training of Trainer (ToT) Pandu Budaya, 20-22 Juni 2024. Kini, para pandu budaya telah masuk dalam tahap temu kenali (inventarisasi data) di kampung masing-masing. Lewat pendampingan yang telah dilakukan, ia berharap pandu budaya dapat membangun dialog antara kaum muda dan tokoh adat tentang berbagai aspek budaya yang ada sekaligus sebagai sarana transfer informasi tentang keragaman pangan lokal.
Baca juga: Mahasiswa Thailand pelajari seni budaya Gondang Batak
Baca juga: Adaro kembangkan Desa Liyu Kalsel tujuan wisata budaya
Para pandu budaya juga dituntut mampu menarasikan data yang mereka peroleh menjadi bahan informasi yang menarik kepada publik. Lebih lanjut ia menjelaskan luaran (out put) yang diharapkan nanti tidak sebatas data obyek pemajuan kebudayaan keragaman pangan itu, tapi juga pemanfaatan data tersebut.
Kemendikbudristek pun berharap ada rekomendasi yang dikeluarkan oleh pandu budaya untuk diserahkan ke pemerintah daerah setempat, sehingga bisa menjadi sebuah kebijakan. "Ke depan, pemerintah daerah bisa memanfaatkan keberadaan pandu budaya dengan mengajak berkegiatan dan melakukan kerja-kerja bersama," ucapnya.*
"Diharapkan pandu budaya mampu menjadi motor penggerak budaya di kampung masing-masing dengan terus aktif memajukan kebudayaan lewat berbagai macam cara," kata Pamong Budaya Ahli Muda Direktorat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Masyarakat Adat Kemendikbudristek Yani Haryanto ketika dihubungi dari Kupang, Selasa.
Ia menjelaskan sebanyak 80-an pandu budaya pada tiga kabupaten akan menjalankan SLKL Tahun 2024 dengan tema Kedaulatan Pangan Masyarakat Adat. Oleh karena itu, pembekalan dan pendampingan telah diberikan kepada pandu budaya tentang pentingnya ketahanan pangan di masyarakat adat.
Lewat pembekalan pandu budaya, ada penggalian informasi tentang keberagaman pangan dengan mendatangkan narasumber lokal tokoh masyarakat adat setempat. Selain itu para pandu budaya juga dibekali dengan pengenalan 10 objek pemajuan kebudayaan yang dikhususkan berkaitan dengan pangan untuk digali dan diinventarisasi oleh pandu budaya.
Ia mengatakan pendampingan dan pembekalan itu telah dilakukan lewat Training of Trainer (ToT) Pandu Budaya, 20-22 Juni 2024. Kini, para pandu budaya telah masuk dalam tahap temu kenali (inventarisasi data) di kampung masing-masing. Lewat pendampingan yang telah dilakukan, ia berharap pandu budaya dapat membangun dialog antara kaum muda dan tokoh adat tentang berbagai aspek budaya yang ada sekaligus sebagai sarana transfer informasi tentang keragaman pangan lokal.
Baca juga: Mahasiswa Thailand pelajari seni budaya Gondang Batak
Baca juga: Adaro kembangkan Desa Liyu Kalsel tujuan wisata budaya
Para pandu budaya juga dituntut mampu menarasikan data yang mereka peroleh menjadi bahan informasi yang menarik kepada publik. Lebih lanjut ia menjelaskan luaran (out put) yang diharapkan nanti tidak sebatas data obyek pemajuan kebudayaan keragaman pangan itu, tapi juga pemanfaatan data tersebut.
Kemendikbudristek pun berharap ada rekomendasi yang dikeluarkan oleh pandu budaya untuk diserahkan ke pemerintah daerah setempat, sehingga bisa menjadi sebuah kebijakan. "Ke depan, pemerintah daerah bisa memanfaatkan keberadaan pandu budaya dengan mengajak berkegiatan dan melakukan kerja-kerja bersama," ucapnya.*