Mataram (ANTARA) - Petugas Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat mengecek aktivitas penjualan air bersih hasil pengeboran air tanah secara ilegal PT Carpedien Dream Villa Bungalow milik seorang pengusaha asal Prancis berinisial DV di Gili Trawangan, Kabupaten Lombok Utara.
Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirreskrimsus) Polda NTB Kombes Pol. Nasrun Pasaribu yang dikonfirmasi perihal kegiatan anggotanya tersebut di Mataram, Rabu, belum memberikan tanggapan resmi.
"Maaf Mas, lagi ada agenda, terima kasih," kata Kombes Pol. Nasrun melalui pesan percakapan aplikasi media sosial WhatsApp.
Namun, adanya kegiatan tersebut telah dibenarkan oleh anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Gili Indah, Kecamatan Pemenang, Kabupaten Lombok Utara Khairil Anwar.
Khairil mengatakan bahwa dirinya sebagai pihak perwakilan desa mendapat tugas mendampingi kepolisian dalam kegiatan yang selesai sekitar pukul 15.00 Wita tersebut.
"Iya, sore sekitar pukul 15.00 Wita selesai. Kegiatannya dari pagi sekitar pukul 10.00 Wita. Ada tiga polisi yang datang," ujarnya.
Tiga petugas kepolisian yang hadir tersebut diketahuinya berasal dari Subdirektorat Tindak Pidana Tertentu (Tipidter) Reskrimsus Polda NTB.
Selama berada di Gili Trawangan, Khairil mendampingi kepolisian mengecek secara langsung aktivitas penjualan air PT Carpedien, termasuk sumber air yang berasal dari sumur bor di atas lahan usaha penginapan milik PT Carpedien.
"Mereka tadi memeriksa satu sumur bor di lahan penginapan punya PT Carpedien," ucap dia.
Selain itu, polisi juga memeriksa produksi air bersih hasil pengeboran air tanah yang dijual dalam kemasan galon. Lokasi penjualan berada di Kantor Ego Gili Trawangan.
"Tadi itu, ada sekitar belasan air galon yang diperiksa di Kantor Ego," kata Khairil.
Dalam kegiatan tersebut, dia mengatakan bahwa polisi juga meminta keterangan salah seorang karyawan PT Carpedien.
Mengenai materi permintaan keterangan, Khairil mengaku tidak mengetahuinya.
Kegiatan polisi tersebut turut dibenarkan Maswandi, salah seorang pemegang saham PT Carpedien.
"Iya, informasinya tadi polisi turun mengecek posisi sumur bor yang ada di Dream Hotel Trawangan," ujar Maswandi.
Ia mengatakan bahwa pihak kepolisian telah meminta keterangannya pada pekan lalu terkait dengan tindak lanjut laporan kelompok masyarakat yang masuk pada hari Senin (20/5).
"Baru sekali saya dimintai keterangan, itu pekan lalu, tanggalnya lupa saya," ucapnya.
Dalam permintaan keterangan itu, pihak kepolisian meminta Maswandi sebagai bagian dari pemilik saham PT Carpedien memberikan informasi perihal aktivitas penjualan air bersih hasil pengeboran air tanah tersebut.
"Iya, saya bilangnya yang buat itu, yang punya kemauan itu DV, pemilik PT Carpedien," ujar dia.
Begitu juga pihak yang bertanggung jawab dari adanya aktivitas penjualan air bersih tersebut, Maswandi menyatakan ke pihak kepolisian bahwa hal tersebut tanggung jawab DV. Sebagai bagian dari pemilik saham PT Carpedien, Maswandi mengaku tidak banyak mengetahui soal aktivitas penjualan air bersih hasil pengeboran air tanah itu.
Namun, untuk legalitas dari penjualan air bersih tersebut diketahuinya belum ada izin dari pemerintah. Kegiatan itu berlangsung setelah Maswandi menanamkan saham ke PT Carpedien.
"Jadi, saya tanam saham di PT Carpedien ini pada tahun 2012. Waktu itu belum ada aktivitas pengeboran air tanah. Baru di tengah jalan kegiatan perniagaan itu muncul, itu atas inisiatif DV. Setahunya saya, izin pengeboran itu belum ada, yang ada hanya izin penginapan itu saja," ucapnya.
Baca juga: Eksploitasi air tanah di Trawangan, Jaksa dakwa direktur GNE dan BAL
Baca juga: Krisis Air Bersih di Gili Meno Makin Parah, Warga Terancam Kekeringan dan Kematian Ternak
Dalam kegiatan perniagaan air bersih hasil pengeboran air tanah, kata dia, PT Carpedien memiliki tiga sumur bor dengan dua di antaranya sudah berhenti beroperasi. Perseroan Terbatas (PT) Carpedien mendistribusikan air bersih secara komersial kepada sejumlah penginapan di Gili Trawangan.
Selain itu, pada momentum krisis air bersih di kawasan gili, PT Carpedien memanfaatkan kondisi itu dengan turut membuka lapak penjualan melalui kantor Ego Gili Trawangan. Dalam laporan yang disampaikan ke Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda NTB, pelapor dari kalangan kelompok masyarakat turut melampirkan bukti adanya aktivitas pengeboran air tanah tanpa izin tersebut.
Pengusaha asal Prancis berinisial DV melalui PT Carpedien Dream Villa Bungalow diduga melakukan aktivitas pengeboran air tanah dari atas lahan penginapannya yang ada di Gili Trawangan.
Dalam laporan kelompok masyarakat disebutkan bahwa DV melalui perusahaannya sudah menjalankan bisnis tanpa izin itu sejak dua tahun lalu.
Dari hasil penelusuran pelapor, sedikitnya ada lima titik pengeboran yang dilakukan PT Carpedien. Air hasil produksi pengeboran dijual kepada sejumlah penginapan di Gili Trawangan.
Fathurrahman mewakili pelapor menyampaikan harapan agar persoalan ini bisa segera mendapatkan penanganan dari Polda NTB mengingat aktivitas pengeboran itu berjalan cukup lama tanpa izin dari pemerintah dan memberikan dampak lingkungan.
Kasus ini dilaporkan dengan dugaan pelanggaran Pasal 70 huruf d juncto Pasal 49 ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja dan/atau Pasal 68 huruf a dan b serta Pasal 69 huruf a dan b UU Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air jo. Pasal 56 ke-2 KUHP.
Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirreskrimsus) Polda NTB Kombes Pol. Nasrun Pasaribu yang dikonfirmasi perihal kegiatan anggotanya tersebut di Mataram, Rabu, belum memberikan tanggapan resmi.
"Maaf Mas, lagi ada agenda, terima kasih," kata Kombes Pol. Nasrun melalui pesan percakapan aplikasi media sosial WhatsApp.
Namun, adanya kegiatan tersebut telah dibenarkan oleh anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Gili Indah, Kecamatan Pemenang, Kabupaten Lombok Utara Khairil Anwar.
Khairil mengatakan bahwa dirinya sebagai pihak perwakilan desa mendapat tugas mendampingi kepolisian dalam kegiatan yang selesai sekitar pukul 15.00 Wita tersebut.
"Iya, sore sekitar pukul 15.00 Wita selesai. Kegiatannya dari pagi sekitar pukul 10.00 Wita. Ada tiga polisi yang datang," ujarnya.
Tiga petugas kepolisian yang hadir tersebut diketahuinya berasal dari Subdirektorat Tindak Pidana Tertentu (Tipidter) Reskrimsus Polda NTB.
Selama berada di Gili Trawangan, Khairil mendampingi kepolisian mengecek secara langsung aktivitas penjualan air PT Carpedien, termasuk sumber air yang berasal dari sumur bor di atas lahan usaha penginapan milik PT Carpedien.
"Mereka tadi memeriksa satu sumur bor di lahan penginapan punya PT Carpedien," ucap dia.
Selain itu, polisi juga memeriksa produksi air bersih hasil pengeboran air tanah yang dijual dalam kemasan galon. Lokasi penjualan berada di Kantor Ego Gili Trawangan.
"Tadi itu, ada sekitar belasan air galon yang diperiksa di Kantor Ego," kata Khairil.
Dalam kegiatan tersebut, dia mengatakan bahwa polisi juga meminta keterangan salah seorang karyawan PT Carpedien.
Mengenai materi permintaan keterangan, Khairil mengaku tidak mengetahuinya.
Kegiatan polisi tersebut turut dibenarkan Maswandi, salah seorang pemegang saham PT Carpedien.
"Iya, informasinya tadi polisi turun mengecek posisi sumur bor yang ada di Dream Hotel Trawangan," ujar Maswandi.
Ia mengatakan bahwa pihak kepolisian telah meminta keterangannya pada pekan lalu terkait dengan tindak lanjut laporan kelompok masyarakat yang masuk pada hari Senin (20/5).
"Baru sekali saya dimintai keterangan, itu pekan lalu, tanggalnya lupa saya," ucapnya.
Dalam permintaan keterangan itu, pihak kepolisian meminta Maswandi sebagai bagian dari pemilik saham PT Carpedien memberikan informasi perihal aktivitas penjualan air bersih hasil pengeboran air tanah tersebut.
"Iya, saya bilangnya yang buat itu, yang punya kemauan itu DV, pemilik PT Carpedien," ujar dia.
Begitu juga pihak yang bertanggung jawab dari adanya aktivitas penjualan air bersih tersebut, Maswandi menyatakan ke pihak kepolisian bahwa hal tersebut tanggung jawab DV. Sebagai bagian dari pemilik saham PT Carpedien, Maswandi mengaku tidak banyak mengetahui soal aktivitas penjualan air bersih hasil pengeboran air tanah itu.
Namun, untuk legalitas dari penjualan air bersih tersebut diketahuinya belum ada izin dari pemerintah. Kegiatan itu berlangsung setelah Maswandi menanamkan saham ke PT Carpedien.
"Jadi, saya tanam saham di PT Carpedien ini pada tahun 2012. Waktu itu belum ada aktivitas pengeboran air tanah. Baru di tengah jalan kegiatan perniagaan itu muncul, itu atas inisiatif DV. Setahunya saya, izin pengeboran itu belum ada, yang ada hanya izin penginapan itu saja," ucapnya.
Baca juga: Eksploitasi air tanah di Trawangan, Jaksa dakwa direktur GNE dan BAL
Baca juga: Krisis Air Bersih di Gili Meno Makin Parah, Warga Terancam Kekeringan dan Kematian Ternak
Dalam kegiatan perniagaan air bersih hasil pengeboran air tanah, kata dia, PT Carpedien memiliki tiga sumur bor dengan dua di antaranya sudah berhenti beroperasi. Perseroan Terbatas (PT) Carpedien mendistribusikan air bersih secara komersial kepada sejumlah penginapan di Gili Trawangan.
Selain itu, pada momentum krisis air bersih di kawasan gili, PT Carpedien memanfaatkan kondisi itu dengan turut membuka lapak penjualan melalui kantor Ego Gili Trawangan. Dalam laporan yang disampaikan ke Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda NTB, pelapor dari kalangan kelompok masyarakat turut melampirkan bukti adanya aktivitas pengeboran air tanah tanpa izin tersebut.
Pengusaha asal Prancis berinisial DV melalui PT Carpedien Dream Villa Bungalow diduga melakukan aktivitas pengeboran air tanah dari atas lahan penginapannya yang ada di Gili Trawangan.
Dalam laporan kelompok masyarakat disebutkan bahwa DV melalui perusahaannya sudah menjalankan bisnis tanpa izin itu sejak dua tahun lalu.
Dari hasil penelusuran pelapor, sedikitnya ada lima titik pengeboran yang dilakukan PT Carpedien. Air hasil produksi pengeboran dijual kepada sejumlah penginapan di Gili Trawangan.
Fathurrahman mewakili pelapor menyampaikan harapan agar persoalan ini bisa segera mendapatkan penanganan dari Polda NTB mengingat aktivitas pengeboran itu berjalan cukup lama tanpa izin dari pemerintah dan memberikan dampak lingkungan.
Kasus ini dilaporkan dengan dugaan pelanggaran Pasal 70 huruf d juncto Pasal 49 ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja dan/atau Pasal 68 huruf a dan b serta Pasal 69 huruf a dan b UU Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air jo. Pasal 56 ke-2 KUHP.