Jakarta (ANTARA) - Pemerintah Kota Administrasi Jakarta Selatan memadukan lokasi dan sasaran prioritas intervensi gizi untuk menekan tengkes (stunting) di wilayah itu.
"Untuk mencapai keterpaduan/integrasi tersebut diperlukan penyelarasan perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, pemantauan dan pengendalian kegiatan lintas sektor serta antar tingkatan pemerintahan dan masyarakat," tambahnya.
Sementara, Kepala Suku Badan Perencanaan Pembangunan Kota (Kasubanppeko) Jakarta Selatan Ahmad Saelani menyebutkan, angka prevalensi stunting Kota Administrasi Jakarta Selatan 2023 mencapai 16,6 persen.
Baca juga: Pendidikan rendah jadi tantangan edukasi stunting ke masyarakat
Baca juga: Gerakan pencegahan stunting diluncurkan di Lombok Utara
Angka ini menunjukkan kenaikan dibandingkan dengan 2022 yang mencapai 11,8 persen. Artinya ada ketidakefektifan dalam merencanakan kegiatan dalam rangka pencegahan stunting.
Maka itu, dibutuhkan upaya pencegahan stunting dengan keterpaduan penyelenggaraan intervensi gizi pada lokasi dan kelompok sasaran prioritas.
"Semoga dalam kegiatan aksi dua ini dapat membawa keberkahan, sehingga dapat berkontribusi dalam mewujudkan Kota Jakarta Selatan menuju 'zero stunting'," ujar Ahmad.
"Kegiatan Perangkat Daerah (PD) ini untuk meningkatkan cakupan layanan integrasi intervensi gizi oleh tingkat kota pada tahun berjalan atau satu tahun mendatang," kata Sekretaris Kota Administrasi Jakarta Selatan Ali Murthadho di Jakarta Selatan, Senin.
Ali mengatakan program itu bertajuk Aksi Konvergensi Perencanaan Kegiatan Percepatan Penurunan Stunting Kota Administrasi Jakarta Selatan (Aksi 2 tahun 2024). Melalui aksi konvergensi stunting ini, lanjut Ali, akan dapat diketahui serta dilakukan evaluasi terhadap cakupan-cakupan intervensi yang masih rendah.
"Hasil evaluasi itu nantinya ditingkatkan cakupan serta bagaimana untuk terus menerus terjadi konvergensi antar perangkat dalam percepatan penurunan stunting di Jaksel," ujarnya.
Oleh karena itu, dia mengajak semua pihak terkait untuk bersama-sama lebih meningkatkan konvergensi dan inovasi dalam menyusun kegiatan-kegiatan dengan sasaran yang lebih terfokus pada pencegahan. Menurutnya, upaya pencegahan stunting membutuhkan keterpaduan penyelenggaraan intervensi gizi pada lokasi dan kelompok sasaran prioritas.
Oleh karena itu, dia mengajak semua pihak terkait untuk bersama-sama lebih meningkatkan konvergensi dan inovasi dalam menyusun kegiatan-kegiatan dengan sasaran yang lebih terfokus pada pencegahan. Menurutnya, upaya pencegahan stunting membutuhkan keterpaduan penyelenggaraan intervensi gizi pada lokasi dan kelompok sasaran prioritas.
"Untuk mencapai keterpaduan/integrasi tersebut diperlukan penyelarasan perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, pemantauan dan pengendalian kegiatan lintas sektor serta antar tingkatan pemerintahan dan masyarakat," tambahnya.
Sementara, Kepala Suku Badan Perencanaan Pembangunan Kota (Kasubanppeko) Jakarta Selatan Ahmad Saelani menyebutkan, angka prevalensi stunting Kota Administrasi Jakarta Selatan 2023 mencapai 16,6 persen.
Baca juga: Pendidikan rendah jadi tantangan edukasi stunting ke masyarakat
Baca juga: Gerakan pencegahan stunting diluncurkan di Lombok Utara
Angka ini menunjukkan kenaikan dibandingkan dengan 2022 yang mencapai 11,8 persen. Artinya ada ketidakefektifan dalam merencanakan kegiatan dalam rangka pencegahan stunting.
Maka itu, dibutuhkan upaya pencegahan stunting dengan keterpaduan penyelenggaraan intervensi gizi pada lokasi dan kelompok sasaran prioritas.
"Semoga dalam kegiatan aksi dua ini dapat membawa keberkahan, sehingga dapat berkontribusi dalam mewujudkan Kota Jakarta Selatan menuju 'zero stunting'," ujar Ahmad.