Moskow (ANTARA) - Internet di hampir seluruh wilayah di Bangladesh terputus, kata lembaga pemantau layanan internet NetBlocks, Kamis (18/7).
"Data jaringan menunjukkan bahwa saat ini tidak ada internet di hampir seluruh wilayah Bangladesh," kata lembaga itu di Telegram.
Terputusnya internet secara massal itu terjadi setelah ada upaya untuk membatasi pemakaian media sosial dan layanan data seluler, menurut pernyataan NetBlocks. Bangladesh dilanda protes menyangkut sistem kuota pemerintah untuk menempatkan orang-orang pada jabatan publik. Protes itu meningkat pekan ini setelah bentrokan maut terjadi di Universitas Dhaka.
Pada Selasa (16/7), surat kabar Daily Star melaporkan bahwa bentrokan itu mengakibatkan 19 orang meninggal dan lebih dari 2.500 lainnya cedera. Pengunjuk rasa mendesak sistem kuota yang ditetapkan pemerintah dicabut. Menurut sistem itu, 30 persen jabatan pemerintahan diberikan kepada para keluarga veteran perang kemerdekaan 1971.
Para pengunjuk rasa menuduh ada diskriminasi dan sikap pilih kasih yang menguntungkan kalangan pendukung Perdana Menteri Sheikh Hasina. Partai Hasina, Liga Awami, memimpin gerakan kemerdekaan.
Baca juga: Kolaborasi, inovasi kunci transformasi digital bidang kesehatan
Baca juga: IM3 Freedom internet kini lebih spesial dengan kuota harian
Pascaprotes 2018, pemerintah menghentikan kuota tersebut namun kembali menerapkannya pada Juni tahun ini karena ada putusan dari Pengadilan Tinggi yang menangani banding dari kalangan keluarga veteran. Kejaksaan Agung Bangladesh pada 7 Agustus akan mengambil keputusan setelah pemerintah juga menyatakan banding atas putusan Pengadilan Tinggi tersebut.
Sumber: Sputnik-OANA
"Data jaringan menunjukkan bahwa saat ini tidak ada internet di hampir seluruh wilayah Bangladesh," kata lembaga itu di Telegram.
Terputusnya internet secara massal itu terjadi setelah ada upaya untuk membatasi pemakaian media sosial dan layanan data seluler, menurut pernyataan NetBlocks. Bangladesh dilanda protes menyangkut sistem kuota pemerintah untuk menempatkan orang-orang pada jabatan publik. Protes itu meningkat pekan ini setelah bentrokan maut terjadi di Universitas Dhaka.
Pada Selasa (16/7), surat kabar Daily Star melaporkan bahwa bentrokan itu mengakibatkan 19 orang meninggal dan lebih dari 2.500 lainnya cedera. Pengunjuk rasa mendesak sistem kuota yang ditetapkan pemerintah dicabut. Menurut sistem itu, 30 persen jabatan pemerintahan diberikan kepada para keluarga veteran perang kemerdekaan 1971.
Para pengunjuk rasa menuduh ada diskriminasi dan sikap pilih kasih yang menguntungkan kalangan pendukung Perdana Menteri Sheikh Hasina. Partai Hasina, Liga Awami, memimpin gerakan kemerdekaan.
Baca juga: Kolaborasi, inovasi kunci transformasi digital bidang kesehatan
Baca juga: IM3 Freedom internet kini lebih spesial dengan kuota harian
Pascaprotes 2018, pemerintah menghentikan kuota tersebut namun kembali menerapkannya pada Juni tahun ini karena ada putusan dari Pengadilan Tinggi yang menangani banding dari kalangan keluarga veteran. Kejaksaan Agung Bangladesh pada 7 Agustus akan mengambil keputusan setelah pemerintah juga menyatakan banding atas putusan Pengadilan Tinggi tersebut.
Sumber: Sputnik-OANA