Mataram (ANTARA) - Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Nusa Tenggara Barat membebankan mantan Wali Kota Bima Muhammad Lutfi membayar uang pengganti kerugian keuangan negara dalam perkara korupsi pengadaan barang dan jasa di lingkup kerja Pemerintah Kota Bima periode 2018 sampai dengan 2022 sebesar Rp1,4 miliar.
"Menghukum terdakwa Muhammad Lutfi untuk membayar uang pengganti sebesar Rp1,4 miliar paling lama 1 bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap dengan ketentuan apabila tidak mempunyai harta benda yang mencukupi, maka terdakwa di pidana dengan pidana penjara selama 1 tahun," kata I Wayan Wirjana, ketua majelis hakim tingkat banding yang membacakan amar putusan banding milik terdakwa Muhammad Lutfi dalam sidang terbuka untuk umum melalui siaran langsung di kanal YouTube Pengadilan Tinggi Nusa Tenggara Barat, Mataram, Selasa.
Majelis hakim tingkat banding yang beranggotakan Gede Ariawan dan Rodjai S. Irawan turut menjatuhkan pidana hukuman selama 7 tahun penjara dan denda Rp250 juta subsider 6 bulan kurungan pengganti denda.
Baca juga: Dihukum tujuh tahun penjara, Mantan Wali Kota Bima ajukan banding
Hakim menetapkan putusan tersebut dengan menyatakan mengubah putusan pengadilan tingkat pertama dan menyatakan perbuatan terdakwa saat menjabat sebagai Wali Kota Bima telah terbukti melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dalam dakwaan kesatu dan kedua penuntut umum.
Dalam putusan pengadilan tingkat pertama pada 3 Juni 2024, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Mataram menjatuhkan pidana hukuman 7 tahun penjara dan denda Rp250 juta subsider 6 bulan kurungan pengganti denda.
Hakim menjatuhkan vonis demikian dengan menyatakan terdakwa dalam masa jabatan sebagai Wali Kota Bima periode 2018-2023 telah terbukti melakukan pemufakatan jahat, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan, atau persewaan.
Baca juga: Mantan Wali Kota Bima siapkan langkah hukum terkait vonis Pengadilan Mataram
Dalam hal pemufakatan jahat, hakim menerangkan dalam pertimbangan putusan bahwa Muhammad Lutfi melakukan hal tersebut secara bersama-sama dengan Eliya (istri terdakwa), Muhammad Makdis, Muhammad Amin, Iskandar Zulkarnain, Agus Salim, dan Fahad.
Hakim menyebut bahwa terdakwa bersama saksi-saksi telah bersepakat untuk melakukan pengaturan dan menentukan pemenang pekerjaan atau proyek sebelum dilaksanakan proses terhadap pekerjaan pengadaan langsung maupun melalui lelang/tender pekerjaan di dinas-dinas Pemkot Bima tahun anggaran 2018 sampai dengan 2022.
Dengan uraian pertimbangan tersebut, hakim menjatuhkan pidana dengan menyatakan perbuatan terdakwa telah terbukti melanggar dakwaan kesatu penuntut umum.
Baca juga: Mantan Wali Kota Bima divonis tujuh tahun penjara
Dakwaan tersebut berkaitan dengan Pasal 12 huruf i jo Pasal 15 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI No. 20 Tahun 2001.
Dengan menyampaikan terbukti melanggar dakwaan kesatu penuntut umum, hakim menyatakan perbuatan terdakwa dalam perkara ini tidak terbukti melanggar dakwaan kedua penuntut umum.
Dakwaan tersebut menguraikan tentang Pasal 12 B jo Pasal 18 UU RI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI No. 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 65 Ayat (1) KUHP.
Dakwaan kedua penuntut umum ini berkaitan dengan perbuatan terdakwa yang turut serta dan/atau menerima gratifikasi dalam jabatan Muhammad Lutfi sebagai Wali Kota Bima sejumlah Rp1,95 miliar.
Baca juga: Mantan Wali Kota Bima dituntut sembilan tahun enam bulan penjara
"Menghukum terdakwa Muhammad Lutfi untuk membayar uang pengganti sebesar Rp1,4 miliar paling lama 1 bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap dengan ketentuan apabila tidak mempunyai harta benda yang mencukupi, maka terdakwa di pidana dengan pidana penjara selama 1 tahun," kata I Wayan Wirjana, ketua majelis hakim tingkat banding yang membacakan amar putusan banding milik terdakwa Muhammad Lutfi dalam sidang terbuka untuk umum melalui siaran langsung di kanal YouTube Pengadilan Tinggi Nusa Tenggara Barat, Mataram, Selasa.
Majelis hakim tingkat banding yang beranggotakan Gede Ariawan dan Rodjai S. Irawan turut menjatuhkan pidana hukuman selama 7 tahun penjara dan denda Rp250 juta subsider 6 bulan kurungan pengganti denda.
Baca juga: Dihukum tujuh tahun penjara, Mantan Wali Kota Bima ajukan banding
Hakim menetapkan putusan tersebut dengan menyatakan mengubah putusan pengadilan tingkat pertama dan menyatakan perbuatan terdakwa saat menjabat sebagai Wali Kota Bima telah terbukti melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dalam dakwaan kesatu dan kedua penuntut umum.
Dalam putusan pengadilan tingkat pertama pada 3 Juni 2024, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Mataram menjatuhkan pidana hukuman 7 tahun penjara dan denda Rp250 juta subsider 6 bulan kurungan pengganti denda.
Hakim menjatuhkan vonis demikian dengan menyatakan terdakwa dalam masa jabatan sebagai Wali Kota Bima periode 2018-2023 telah terbukti melakukan pemufakatan jahat, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan, atau persewaan.
Baca juga: Mantan Wali Kota Bima siapkan langkah hukum terkait vonis Pengadilan Mataram
Dalam hal pemufakatan jahat, hakim menerangkan dalam pertimbangan putusan bahwa Muhammad Lutfi melakukan hal tersebut secara bersama-sama dengan Eliya (istri terdakwa), Muhammad Makdis, Muhammad Amin, Iskandar Zulkarnain, Agus Salim, dan Fahad.
Hakim menyebut bahwa terdakwa bersama saksi-saksi telah bersepakat untuk melakukan pengaturan dan menentukan pemenang pekerjaan atau proyek sebelum dilaksanakan proses terhadap pekerjaan pengadaan langsung maupun melalui lelang/tender pekerjaan di dinas-dinas Pemkot Bima tahun anggaran 2018 sampai dengan 2022.
Dengan uraian pertimbangan tersebut, hakim menjatuhkan pidana dengan menyatakan perbuatan terdakwa telah terbukti melanggar dakwaan kesatu penuntut umum.
Baca juga: Mantan Wali Kota Bima divonis tujuh tahun penjara
Dakwaan tersebut berkaitan dengan Pasal 12 huruf i jo Pasal 15 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI No. 20 Tahun 2001.
Dengan menyampaikan terbukti melanggar dakwaan kesatu penuntut umum, hakim menyatakan perbuatan terdakwa dalam perkara ini tidak terbukti melanggar dakwaan kedua penuntut umum.
Dakwaan tersebut menguraikan tentang Pasal 12 B jo Pasal 18 UU RI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI No. 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 65 Ayat (1) KUHP.
Dakwaan kedua penuntut umum ini berkaitan dengan perbuatan terdakwa yang turut serta dan/atau menerima gratifikasi dalam jabatan Muhammad Lutfi sebagai Wali Kota Bima sejumlah Rp1,95 miliar.
Baca juga: Mantan Wali Kota Bima dituntut sembilan tahun enam bulan penjara