Mataram (Antaranews NTB) - Pemerintah Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, mengajak seluruh komponen masyarakat mewaspadai penyebaran radikalisme dan terorisme serta berita bohong melalui media sosial (medsos).

"Saya mengajak masyarakat waspada karena medsos itu ibarat pisau bermata dua, bermanfaat namun juga membahayakan," kata Pelaksana tugas (Plt) Wali Kota Mataram H Mohan Roliskana.

Ajakan tersebut disampaikan pada Festival Damai inisiasi Badan Penanggulangan Terorisme (BNPT) serta Duta Damai Dunia Maya Regional NTB, di Pantai Bangsal, Tanjung Karang Mataram.

Saat ini, kata dia, medsos sudah menjadi sarana bagi sekelompok orang untuk menyuburkan paham radikalisme dan terorisme serta menyebarkan berita bohong (hoaks).

Paham radikalisme dan terorisme serta berita bohong yang tersebar melalui medsos tidak hanya bisa meracuni, tapi juga bisa menkontaminasi jiwa seseorang. Bila tidak disikapi dengan hati-hati, seseorang bisa menjadi teroris.

Aksi teror masih terjadi di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKR), seperti yang terjadi di Surabaya, Jawa Timur, pada Minggu (13/5). Peristiwa tersebut menyebabkan belasan orang meninggal dunia dan puluhan orang luka-luka.

Menurut Mohan, aksi yang terjadi di Surabaya, adalah bentuk cara berpikir sempit. Padahal, tidak ada satupun agama yang membolehkan kekerasan, apalagi sampai membunuh manusia dengan cara teror bom bunuh diri.

"Alhamdulillah Kota Mataram sejauh ini masih kondusif, jauh dari kata konflik yang dipicu paham radikalisme, terorisme dan berita bohong. Tapi saya terus mengajak anak-anak muda menggaungkan lawan terorisme," katanya.

Deputi Pencegahan BNPT Brigjen Hamli, mengatakan melawan radikalisme, terorisme dan berita bohong harus mulai dari diri sendiri.

Menurutnya, upaya menangkal diri sendiri merupakan salah satu kontribusi yang amat sangat penting untuk memutus mata rantai radikalisme dan berita bohong.

"Kadang-kadang diri kita sendiri bisa menjadi sumber yang mengaplikasi berita bohong dan tersebar kemana-mana. Kalau ada berita yang misalnya tidak kita yakini, maka setop di kita saja," ucapnya.

Menurut data BNPT, 80 persen dari 600 tersangka terorisme yang berhasil dibekuk merupakan para pemuda atau remaja. Di mana usianya berkisar antara 17-25 tahun dan direkrut menjadi teroris melalui medsos.

Oleh sebab itu, jenderal bintang satu ini meminta para orang tua memberikan perhatian besar kepada anak-anaknya karena mereka lebih banyak berinteraksi melalui medsos.

"Pembelajaran melalui keluarga merupakan salah satu cara ampuh dan berguna untuk menangkal paham radikal maupun penyebaran berita bohong," katanya.

Hal senada dikatakan Direktur Nusa Tenggara Centre, Prof Suprapto. Menurutnya, peran medsos saat ini memang perlu disikapi dengan bijak. Segala sesuatu tidak harus ditelan mentah-mentah. Perlu ada pengecekan kebenaran agar tidak mudah tersulit emosi sehingga menimbulkan perpecahan.

     "Maka dari itu perlu juga pengawasan orang tua, pemahaman dari keluarga karena dari pondasi keluarga yang kuat dapat juga diupayakan sebagai bentuk pencegahan," tuturnya ketika menjadi nara sumber.

     Dalam kesempatan tersebut, Ketua BKOW Mataram ND Kinastri Roliskana, yang juga menjadi narasumber "talk show", mengatakan hal yang serba mudah di era globalisasi perlu diwaspadai karena kebanyakan tidak menelaah dulu sebelum disebarkan ke orang lain.

     "Tidak ada pikiran apakah hal itu berakibat apa nantinya," ucap isteri dari Plt Wali Kota Mataram ini.

     Ketua Panitia Fadil Setia Gunawan mengatakan, "talkshow" tersebut merupakan salah satu rangkaian acara yang diselenggarakan oleh Duta Damai Indonesia. Acara ini sengaja dilakukan di pesisir pantai agar dapat sama-sama menerima informasi terkait cara menangkal "hoaks" dan radikalisme.

     "Biar informasi yang didapat merata sehingga gaungnya lebih terasa jadi remaja di sekitar sini juga nanti dapat mencegah bersama," ujarnya. (*)

Pewarta : -
Editor : Awaludin
Copyright © ANTARA 2024