Jakarta (ANTARA) - Constitutional Democracy Initiative (Consid) menilai Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60/PUU-XXII/2024 tentang perubahan ketentuan dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) merupakan pertanda baik bagi masa depan demokrasi.
Ketua Consid Kholil Pasaribu mengatakan rakyat nyaris kehilangan kepercayaan belakangan ini pada proses demokratisasi dengan perilaku para elite partai politik (parpol) dalam pencalonan kepala daerah yang cenderung mengarah pada politik kartel.
"Tentu saja putusan ini perlu disambut gembira dan MK layak diberikan apresiasi karena putusan ini keluar di tengah semakin menguatnya politik kartel dalam pencalonan kepala daerah," ucap Kholil dalam keterangan resmi di Jakarta, Selasa.
Putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 antara lain menyatakan pasal 40 ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dan bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai sebagaimana makna yang diberikan MK.
Pasal 40 ayat (1) memuat syarat pendaftaran pasangan kepala daerah lewat parpol di mana parpol atau gabungan parpol dapat mendaftarkan pasangan calon kepala daerah jika telah memenuhi persyaratan perolehan paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) atau 25 persen dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilu legislatif di daerah yang bersangkutan.
Dengan demikian, kata Kholil, putusan MK itu telah mengubah basis persyaratan yang harus dipenuhi oleh parpol atau gabungan parpol dalam mendaftarkan pasangan calon (paslon) kepala daerah dari perolehan kursi atau akumulasi perolehan suara sah menjadi hanya perolehan suara sah dengan menetapkan besaran persentasenya.
Dalam pertimbangan hukumnya, MK menyatakan perubahan basis syarat pencalonan untuk keadilan dan kesetaraan dengan syarat pencalonan bagi bakal calon perseorangan.
Ia menjelaskan perbedaannya, yakni jika bakal calon perseorangan basisnya merupakan jumlah penduduk dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT), maka untuk jalur parpol basisnya merupakan perolehan suara sah yang menyesuaikan dengan jumlah penduduk dalam DPT di provinsi atau kabupaten/kota.
Baca juga: Putusan MK buka kesempatan lebih besar ikut pilkada
Baca juga: Putusan MK soal ambang batas pencalonan ubah politik di daerah
Mengingat sifat putusan itu final dan mengikat serta berlaku seketika setelah dibacakan, maka dia menyebutkan parpol bisa menjadikan putusan MK tersebut sebagai dasar untuk mengajukan paslon tanpa harus tersandera oleh kepentingan yang berasal dari luar partai.
"Itulah sebabnya diharapkan putusan MK bisa menjadikan para elite parpol kembali ke jati dirinya, berdaulat dalam mengambil keputusan dengan menjadikan suara rakyat sebagai basis pertimbangannya," tuturnya.
Ketua Consid Kholil Pasaribu mengatakan rakyat nyaris kehilangan kepercayaan belakangan ini pada proses demokratisasi dengan perilaku para elite partai politik (parpol) dalam pencalonan kepala daerah yang cenderung mengarah pada politik kartel.
"Tentu saja putusan ini perlu disambut gembira dan MK layak diberikan apresiasi karena putusan ini keluar di tengah semakin menguatnya politik kartel dalam pencalonan kepala daerah," ucap Kholil dalam keterangan resmi di Jakarta, Selasa.
Putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 antara lain menyatakan pasal 40 ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dan bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai sebagaimana makna yang diberikan MK.
Pasal 40 ayat (1) memuat syarat pendaftaran pasangan kepala daerah lewat parpol di mana parpol atau gabungan parpol dapat mendaftarkan pasangan calon kepala daerah jika telah memenuhi persyaratan perolehan paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) atau 25 persen dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilu legislatif di daerah yang bersangkutan.
Dengan demikian, kata Kholil, putusan MK itu telah mengubah basis persyaratan yang harus dipenuhi oleh parpol atau gabungan parpol dalam mendaftarkan pasangan calon (paslon) kepala daerah dari perolehan kursi atau akumulasi perolehan suara sah menjadi hanya perolehan suara sah dengan menetapkan besaran persentasenya.
Dalam pertimbangan hukumnya, MK menyatakan perubahan basis syarat pencalonan untuk keadilan dan kesetaraan dengan syarat pencalonan bagi bakal calon perseorangan.
Ia menjelaskan perbedaannya, yakni jika bakal calon perseorangan basisnya merupakan jumlah penduduk dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT), maka untuk jalur parpol basisnya merupakan perolehan suara sah yang menyesuaikan dengan jumlah penduduk dalam DPT di provinsi atau kabupaten/kota.
Baca juga: Putusan MK buka kesempatan lebih besar ikut pilkada
Baca juga: Putusan MK soal ambang batas pencalonan ubah politik di daerah
Mengingat sifat putusan itu final dan mengikat serta berlaku seketika setelah dibacakan, maka dia menyebutkan parpol bisa menjadikan putusan MK tersebut sebagai dasar untuk mengajukan paslon tanpa harus tersandera oleh kepentingan yang berasal dari luar partai.
"Itulah sebabnya diharapkan putusan MK bisa menjadikan para elite parpol kembali ke jati dirinya, berdaulat dalam mengambil keputusan dengan menjadikan suara rakyat sebagai basis pertimbangannya," tuturnya.