Jakarta (ANTARA) - Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI Bambang Soesatyo mengatakan perlu adanya komitmen kolektif dalam merawat dan melestarikan budaya Nusantara, karena ketika tidak dijaga lambat laun bisa hilang.

"Tanpa adanya komitmen kolektif, ketahanan budaya kita akan semakin rapuh," kata Bamsoet sapaan akrabnya saat menjadi pembicara dalam 'Mimbar Wawasan Kebangsaan' yang diselenggarakan MPR RI dengan Universitas Borobudur di Gedung Parlemen Jakarta, Kamis.

Bamsoet mengatakan budaya Nusantara yang merepresentasikan keberagaman dan kekayaan khasanah Nusantara, adalah cerminan jati diri dan kepribadian bangsa.

Untuk itu, kata Bamsoet, melestarikan budaya Nusantara dibutuhkan lebih dari sekedar pemahaman dan kesadaran bersama, tetapi juga komitmen kolektif yang kuat untuk menjaga, merawat, dan melindungi budaya dari pengaruh perkembangan zaman.

"Lambat laun kita akan kehilangan satu demi satu identitas kebudayaan kita. Entah karena terabaikan, entah karena diklaim sebagai milik bangsa lain, atau hilang pelan-pelan tergilas laju dinamika zaman dan terhempas oleh pusaran peradaban, jika tidak dijaga," tuturnya.

Baca juga: Festival Harmoni Budaya Nusantara perkuat karakter bangsa

Ia menjelaskan kekayaan budaya Nusantara, salah satunya tercermin dari keberagaman bahasa. Indonesia tercatat memiliki 724 bahasa, dan menempati posisi kedua sebagai negara yang memiliki bahasa terbanyak di dunia.

Namun, lanjut Bamsoet, dari jumlah tersebut, 80 bahasa diantaranya saat ini dinyatakan hampir punah, dan 14 bahasa sudah dinyatakan punah.

"Tentunya masih segar pula dalam ingatan, ketika beberapa 'produk' kebudayaan Nusantara, baik berupa kain tradisional, lagu daerah, tarian daerah, seni pertunjukan, dan beragam jenis kebudayaan daerah khas Indonesia lainnya, pernah diklaim sebagai milik negara lain," tuturnya.

Ketua MPR RI menyatakan seluruh elemen bangsa dapat pula merujuk pada pengalaman pahit sejarah bangsa Indonesia, di mana penjajahan tidak saja telah menggerus sumberdaya dan menguras sumber kekayaan alam, tetapi juga telah memutus alur dan jejak peradaban bangsa Indonesia.

Baca juga: Perempuan Dayak meminta pembangunan IKN selaras budaya lokal

Apalagi, lanjut Bamsoet, berbarengan dengan penjajahan tersebut, harta dan kekayaan budaya juga terkena rampas, termasuk di dalamnya manuskrip-manuskrip dan kekayaan intelektual dari beberapa kerajaan.

Ia mencontohkan tergerusnya budaya dan kearifan lokal yang lebih membumi, dapat dirasakan di sekitar kehidupan sosial, misalnya, mulai lunturnya budaya gotong-royong khususnya di kota-kota besar, melemahnya kepekaan dan kepedulian sosial, meredupnya budaya sopan santun di kalangan generasi muda bangsa, serta berbagai fenomena sosial lainnya.

"Sampai pada titik ini, rasanya tidak berlebihan untuk menyatakan bahwa membangun ketahanan budaya, dan memajukan kebudayaan, sudah bukan lagi sebuah kebutuhan, melainkan telah menjadi suatu kewajiban," katanya.

Bamsoet menambahkan pentingnya menjaga ketahanan budaya dan memajukan kebudayaan mempunyai dasar pijakan yang kuat, karena diamanatkan oleh UUD 1945. Dalam pasal 32 ayat (1) UUD 1945 dinyatakan "Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya".

"Ketentuan tersebut mencerminkan pengakuan adanya dua sisi peran penting kebudayaan, yaitu dalam membentuk jati diri bangsa, dan dalam menyikapi modernitas dan laju peradaban dunia," ujarnya.

 

Pewarta : Khaerul Izan
Editor : Abdul Hakim
Copyright © ANTARA 2024