Jakarta (ANTARA) - Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) menegaskan penguatan tata kelola internal partai politik (parpol) mewujudkan partai politik yang demokratis dan lebih mengutamakan kepentingan masyarakat.
Direktur Tata Negara Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) Kemenkumham Baroto menilai penguatan tata kelola internal dapat membuat partai politik kembali kepada marwah masing-masing.
"Apabila parpol berfungsi dengan baik, maka tujuan untuk membangun negara yang demokratis bisa tercapai,” kata Baroto dalam Kuliah Umum Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) yang dipantau secara daring di Jakarta, Kamis.
Ia mengatakan salah satu permasalahan tata kelola internal partai politik yang terjadi saat ini berupa ketidaksesuaian langkah dengan standar anggaran dasar/anggaran rumah tangga (AD/ART).
Dalam AD/ART, biasanya suatu partai politik telah menetapkan waktu penyelenggaraan kongres maupun musyawarah nasional (munas) hingga mekanisme pergantian kepengurusan.
Namun saat ini, dirinya melihat banyak partai tak dikenal yang tiba-tiba mengajukan perubahan kepengurusan kepada Ditjen AHU Kemenkumham tanpa menyelenggarakan kongres atau munas.
Selain ketidaksesuaian langkah partai politik dengan AD/ART, dia membeberkan terdapat beberapa permasalahan lainnya dalam tata kelola internal partai politik, yakni peran pemerintah terhadap partai politik, status badan hukum partai politik apabila ada pelanggaran administrasi, mekanisme evaluasi partai politik, hingga fenomena akuisisi partai.
Kemenkumham mencatat terdapat 76 partai politik berbadan hukum, namun hanya 44 partai politik yang aktif hingga saat ini, termasuk tiga partai baru, yakni Partai Gelora, Partai Ummat, dan Partai Indonesia Bangkit Bersatu (IBU) serta 18 partai yang merupakan peserta pemilihan umum (pemilu).
Baca juga: Penunjukan Nico dan Tragedi Kanjuruhan itu hal terpisah
Baca juga: Menag Yaqut: Dua Muktamar PKB berbeda bakal ditentukan Kemenkumham
Selain itu, tercatat pula sebanyak 21 partai melakukan perubahan nama dan 14 partai politik merupakan akuisisi. Sebagai salah satu implikasi berbagai permasalahan tata kelola internal yang ada, Baroto menyebutkan partai politik yang baru lahir saat ini cenderung hanya melahirkan politikus, bukan negarawan.
"Ini berbeda dengan partai-partai lama yang memang sudah settle sampai saat ini," ucap dia.
Direktur Tata Negara Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) Kemenkumham Baroto menilai penguatan tata kelola internal dapat membuat partai politik kembali kepada marwah masing-masing.
"Apabila parpol berfungsi dengan baik, maka tujuan untuk membangun negara yang demokratis bisa tercapai,” kata Baroto dalam Kuliah Umum Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) yang dipantau secara daring di Jakarta, Kamis.
Ia mengatakan salah satu permasalahan tata kelola internal partai politik yang terjadi saat ini berupa ketidaksesuaian langkah dengan standar anggaran dasar/anggaran rumah tangga (AD/ART).
Dalam AD/ART, biasanya suatu partai politik telah menetapkan waktu penyelenggaraan kongres maupun musyawarah nasional (munas) hingga mekanisme pergantian kepengurusan.
Namun saat ini, dirinya melihat banyak partai tak dikenal yang tiba-tiba mengajukan perubahan kepengurusan kepada Ditjen AHU Kemenkumham tanpa menyelenggarakan kongres atau munas.
Selain ketidaksesuaian langkah partai politik dengan AD/ART, dia membeberkan terdapat beberapa permasalahan lainnya dalam tata kelola internal partai politik, yakni peran pemerintah terhadap partai politik, status badan hukum partai politik apabila ada pelanggaran administrasi, mekanisme evaluasi partai politik, hingga fenomena akuisisi partai.
Kemenkumham mencatat terdapat 76 partai politik berbadan hukum, namun hanya 44 partai politik yang aktif hingga saat ini, termasuk tiga partai baru, yakni Partai Gelora, Partai Ummat, dan Partai Indonesia Bangkit Bersatu (IBU) serta 18 partai yang merupakan peserta pemilihan umum (pemilu).
Baca juga: Penunjukan Nico dan Tragedi Kanjuruhan itu hal terpisah
Baca juga: Menag Yaqut: Dua Muktamar PKB berbeda bakal ditentukan Kemenkumham
Selain itu, tercatat pula sebanyak 21 partai melakukan perubahan nama dan 14 partai politik merupakan akuisisi. Sebagai salah satu implikasi berbagai permasalahan tata kelola internal yang ada, Baroto menyebutkan partai politik yang baru lahir saat ini cenderung hanya melahirkan politikus, bukan negarawan.
"Ini berbeda dengan partai-partai lama yang memang sudah settle sampai saat ini," ucap dia.