Mataram (Antaranews NTB) - PT Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC) pengelola Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika di Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, masih dihadapkan pada masalah tradisi budaya "madak" warga lokal di dalam kawasan pantai.
"Kami sudah melayangkan surat permohonan kepada Bupati Lombok Tengah untuk menerbitkan larangan `madak` di dalam kawasan pantai the Mandalika," kata Deputy Project Director The Mandalika Adi Sujono.
Surat permohonan perihal pelaksanaan budaya "madak" oleh masyarakat Desa Rembitan tersebut ditandatangani Direktur Utama ITDC Abdulbar M Mansoer pada 14 September.
Di dalam surat tersebut, menjelaskan bahwa budaya "madak" (berkemah di pantai) untuk menangkap ikan merupakan kegiatan yang dilaksanakan setiap tahun pada bulan September oleh masyarakat Desa Rembitan.
Kegiatan tersebut telah memberikan fenomena baru sekaligus tantangan dalam pengembangan kawasan pariwisata Mandalika.
Hal itu karena salah satunya kegiatan "madak" itu menimbulkan kesan kumuh di area pantai yang telah ditata sebagai destinasi wisata dunia.
PT ITDC selaku badan usaha milik negara yang mengelola kawasan Mandalika pada dasarnya sangat mendukung pelestarian budaya masyarakat yang dapat memberikan kontribusi terhadap daya tarik kawasan tersebut.
Namun demikian, pelaksanaan kegiatan budaya tersebut perlu ditata dengan baik agar mempunyai daya tarik seni dan budaya yang patut dilestarikan.
Selain itu, tidak meninggalkan kesan budaya "madak" identik dengan sampah dan kekumuhan yang dapat merusak citra kawasan Mandalika.
Surat tersebut ditembuskan ke Gubernur NTB selaku Ketua Dewan KEK Provinsi NTB, Kapolda NTB, Kepala Kejaksaan Tinggi NTB, Danrem 162 Wira Bhakti, Kapolres Lombok Tengah, Camat Pujut, Kepala Desa Kuta, dan Kepala Desa Rembitan.
Sementara itu, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Lombok Tengah, Lalu Putria, mengatakan semua pihak harus duduk bersama untuk mencari solusi terbaik karena budaya yang berkembang di masyarakat juga potensi pendukung pariwisata.
Menurut dia, memang tidak elok juga masyarakat Sasak (etnis Lombok) menampilkan kekumuhan di dalam kawasan wisata yang sudah tertata rapi dan indah.?
Oleh sebab itu, pemerintah daerah juga perlu memikirkan tempat yang layak untuk kegiatan "madak" dan bagaimana mengemas tradisi budaya tersebut sehingga bisa menjadi pendukung kemajuan pariwisata di KEK Mandalika.
"Jadi pariwisata tidak perlu membunuh budaya, tapi harus melestarikan budaya yang lahir dari masyarakat lokal," kata Putria. (*)
"Kami sudah melayangkan surat permohonan kepada Bupati Lombok Tengah untuk menerbitkan larangan `madak` di dalam kawasan pantai the Mandalika," kata Deputy Project Director The Mandalika Adi Sujono.
Surat permohonan perihal pelaksanaan budaya "madak" oleh masyarakat Desa Rembitan tersebut ditandatangani Direktur Utama ITDC Abdulbar M Mansoer pada 14 September.
Di dalam surat tersebut, menjelaskan bahwa budaya "madak" (berkemah di pantai) untuk menangkap ikan merupakan kegiatan yang dilaksanakan setiap tahun pada bulan September oleh masyarakat Desa Rembitan.
Kegiatan tersebut telah memberikan fenomena baru sekaligus tantangan dalam pengembangan kawasan pariwisata Mandalika.
Hal itu karena salah satunya kegiatan "madak" itu menimbulkan kesan kumuh di area pantai yang telah ditata sebagai destinasi wisata dunia.
PT ITDC selaku badan usaha milik negara yang mengelola kawasan Mandalika pada dasarnya sangat mendukung pelestarian budaya masyarakat yang dapat memberikan kontribusi terhadap daya tarik kawasan tersebut.
Namun demikian, pelaksanaan kegiatan budaya tersebut perlu ditata dengan baik agar mempunyai daya tarik seni dan budaya yang patut dilestarikan.
Selain itu, tidak meninggalkan kesan budaya "madak" identik dengan sampah dan kekumuhan yang dapat merusak citra kawasan Mandalika.
Surat tersebut ditembuskan ke Gubernur NTB selaku Ketua Dewan KEK Provinsi NTB, Kapolda NTB, Kepala Kejaksaan Tinggi NTB, Danrem 162 Wira Bhakti, Kapolres Lombok Tengah, Camat Pujut, Kepala Desa Kuta, dan Kepala Desa Rembitan.
Sementara itu, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Lombok Tengah, Lalu Putria, mengatakan semua pihak harus duduk bersama untuk mencari solusi terbaik karena budaya yang berkembang di masyarakat juga potensi pendukung pariwisata.
Menurut dia, memang tidak elok juga masyarakat Sasak (etnis Lombok) menampilkan kekumuhan di dalam kawasan wisata yang sudah tertata rapi dan indah.?
Oleh sebab itu, pemerintah daerah juga perlu memikirkan tempat yang layak untuk kegiatan "madak" dan bagaimana mengemas tradisi budaya tersebut sehingga bisa menjadi pendukung kemajuan pariwisata di KEK Mandalika.
"Jadi pariwisata tidak perlu membunuh budaya, tapi harus melestarikan budaya yang lahir dari masyarakat lokal," kata Putria. (*)