Jakarta (ANTARA) - Anggota Ombudsman RI Johanes Widijantoro menekankan bahwa kepercayaan publik terhadap aparatur pemerintah merupakan hal yang sangat krusial dan mendasar bagi stabilitas pemerintahan.
Maka dari itu, kata dia, diperlukan standar pelayanan publik yang jelas serta dapat dijadikan pedoman dalam setiap proses layanan untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas.
"Revolusi terjadi ketika kepercayaan hilang," ujar Johanes saat menerima kunjungan lapangan dari Politeknik Ilmu Pemasyarakatan (Poltekip) di Aula Gedung Ombudsman RI, Jakarta, Kamis (10/10), seperti dikonfirmasi di Jakarta, Sabtu.
Dengan demikian, Ombudsman RI, sesuai dengan amanat Undang-Undang (UU) Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman RI memiliki kantor perwakilan di 34 provinsi, yang berperan dalam mencegah dan mengawasi terjadinya malaadministrasi.
Baca juga: Ombudsman-Kedubes Australia diskusi merumuskan kajian sistemik IKN
Johanes menegaskan bahwa pelayanan publik merupakan hak setiap individu, bukan hanya bagi warga negara. Untuk itu, ia mengingatkan bahwa setiap orang berhak mendapatkan layanan publik yang layak dan berkualitas.
Dalam hal tersebut, Ombudsman RI berperan penting dalam menciptakan pelayanan publik yang berkualitas lantaran masih terdapat beberapa tantangan yang masih dihadapi dalam pelayanan publik, salah satunya berupa persepsi negatif masyarakat mengenai pungutan liar (pungli) dan ketidakjelasan prosedur layanan.
"Masyarakat masih memiliki persepsi publik yang negatif, salah satunya terkait pungli, yakni pungutan yang tidak semestinya dibebankan kepada negara," tutur dia.
Baca juga: Ombudsman sidak aktivitas pelayanan di Pengadilan Negeri Mataram
Selain itu, sambung dia, terdapat masalah lain, yaitu lambatnya pelayanan publik yang kerap dikeluhkan oleh masyarakat. Ombudsman RI menerima banyak laporan mengenai layanan yang masih belum mencapai standar yang diharapkan.
Johanes juga mencatat bahwa rendahnya kepatuhan terhadap prosedur layanan dan adanya malaadministrasi menjadi hambatan utama, di mana malaadministrasi sering dianggap sebagai awal dari embrio korupsi.
"Untuk itu pengawasan terhadap penyelenggaraan pelayanan publik merupakan kunci utama," ucap Johanes menambahkan.
Maka dari itu, kata dia, diperlukan standar pelayanan publik yang jelas serta dapat dijadikan pedoman dalam setiap proses layanan untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas.
"Revolusi terjadi ketika kepercayaan hilang," ujar Johanes saat menerima kunjungan lapangan dari Politeknik Ilmu Pemasyarakatan (Poltekip) di Aula Gedung Ombudsman RI, Jakarta, Kamis (10/10), seperti dikonfirmasi di Jakarta, Sabtu.
Dengan demikian, Ombudsman RI, sesuai dengan amanat Undang-Undang (UU) Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman RI memiliki kantor perwakilan di 34 provinsi, yang berperan dalam mencegah dan mengawasi terjadinya malaadministrasi.
Baca juga: Ombudsman-Kedubes Australia diskusi merumuskan kajian sistemik IKN
Johanes menegaskan bahwa pelayanan publik merupakan hak setiap individu, bukan hanya bagi warga negara. Untuk itu, ia mengingatkan bahwa setiap orang berhak mendapatkan layanan publik yang layak dan berkualitas.
Dalam hal tersebut, Ombudsman RI berperan penting dalam menciptakan pelayanan publik yang berkualitas lantaran masih terdapat beberapa tantangan yang masih dihadapi dalam pelayanan publik, salah satunya berupa persepsi negatif masyarakat mengenai pungutan liar (pungli) dan ketidakjelasan prosedur layanan.
"Masyarakat masih memiliki persepsi publik yang negatif, salah satunya terkait pungli, yakni pungutan yang tidak semestinya dibebankan kepada negara," tutur dia.
Baca juga: Ombudsman sidak aktivitas pelayanan di Pengadilan Negeri Mataram
Selain itu, sambung dia, terdapat masalah lain, yaitu lambatnya pelayanan publik yang kerap dikeluhkan oleh masyarakat. Ombudsman RI menerima banyak laporan mengenai layanan yang masih belum mencapai standar yang diharapkan.
Johanes juga mencatat bahwa rendahnya kepatuhan terhadap prosedur layanan dan adanya malaadministrasi menjadi hambatan utama, di mana malaadministrasi sering dianggap sebagai awal dari embrio korupsi.
"Untuk itu pengawasan terhadap penyelenggaraan pelayanan publik merupakan kunci utama," ucap Johanes menambahkan.