Mataram (ANTARA News) - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nusa Tenggara Barat masih mempelajari dugaan tindak pidana perbankan yang dilakukan oleh Bank Pembangunan Daerah NTB yang menimbulkan kerugian negara sebesar Rp6,2 miliar.
"Kami masih mempelajari kasusnya, apa ada unsur tindak pidana perbankan yang dilakukan oleh BUMD tersebut. Konteksnya di sana," kata Kepala OJK NTB, Farid Faletehan, di Mataram, Rabu.
Ia mengatakan tindak pidana perbankan diatur di dalam Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 sebagaimana telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan. Selain itu, Undang-Undang Nomor 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.
Di dalam Pasal 49 UU Perbankan, masalah kejahatan yang diteliti, yaitu tindakan pidana yang dilakukan oleh anggota dewan komisaris, direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja membuat atau menyebabkan adanya pencatatan palsu dalam pembukuan atau dalam proses laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank.
Selain itu, menghilangkan atau tidak memasukkan atau menyebabkan tidak dilakukannya pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank.
"Jadi tindak pidana perbankan hampir sama dengan tindak pidana korupsi. Hukumannya juga sudah diatur dalam UU Perbankan," ujarnya.
Farid mengaku sudah mendapatkan informasi tentang kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang dilakukan oleh salah satu BUMD NTB yang berkaitan dengan industri perbankan.
Namun, ia belum berani menyebutkan nama BUMD tersebut dengan alasan pihak Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB, belum menyebut nama perusahaan tersebut secara langsung ke publik.
"Sebelumnya memang ada kasus yang berkaitan dengan kredit yang disalurkan oleh BUMD tersebut. Mungkin yang sekarang ditangani Kejati NTB ada kaitannya dengan kasus sebelumnya. Kalau murni TPPU bukan ranahnya OJK. Kami fokus di tindak pidana perbankan," katanya.
Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati NTB, Ery Ariansyah Harahap, menyebutkan kasus dugaan TPPU Bank Pembangunan Daerah (BPD) NTB Cabang Dompu, NTB, menimbulkan kerugian negara sebesar Rp6,2 miliar.
Kerugian negara muncul berdasarkan data dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
"Kami masih mempelajari kasusnya, apa ada unsur tindak pidana perbankan yang dilakukan oleh BUMD tersebut. Konteksnya di sana," kata Kepala OJK NTB, Farid Faletehan, di Mataram, Rabu.
Ia mengatakan tindak pidana perbankan diatur di dalam Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 sebagaimana telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan. Selain itu, Undang-Undang Nomor 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.
Di dalam Pasal 49 UU Perbankan, masalah kejahatan yang diteliti, yaitu tindakan pidana yang dilakukan oleh anggota dewan komisaris, direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja membuat atau menyebabkan adanya pencatatan palsu dalam pembukuan atau dalam proses laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank.
Selain itu, menghilangkan atau tidak memasukkan atau menyebabkan tidak dilakukannya pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank.
"Jadi tindak pidana perbankan hampir sama dengan tindak pidana korupsi. Hukumannya juga sudah diatur dalam UU Perbankan," ujarnya.
Farid mengaku sudah mendapatkan informasi tentang kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang dilakukan oleh salah satu BUMD NTB yang berkaitan dengan industri perbankan.
Namun, ia belum berani menyebutkan nama BUMD tersebut dengan alasan pihak Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB, belum menyebut nama perusahaan tersebut secara langsung ke publik.
"Sebelumnya memang ada kasus yang berkaitan dengan kredit yang disalurkan oleh BUMD tersebut. Mungkin yang sekarang ditangani Kejati NTB ada kaitannya dengan kasus sebelumnya. Kalau murni TPPU bukan ranahnya OJK. Kami fokus di tindak pidana perbankan," katanya.
Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati NTB, Ery Ariansyah Harahap, menyebutkan kasus dugaan TPPU Bank Pembangunan Daerah (BPD) NTB Cabang Dompu, NTB, menimbulkan kerugian negara sebesar Rp6,2 miliar.
Kerugian negara muncul berdasarkan data dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).