Jakarta (ANTARA) - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencabut izin usaha PT Investree Radika Jaya (Investree) yang beralamat di AIA Central Lantai 21, Jalan Jend. Sudirman Kav. 48A, RT05/RW04, Karet Semanggi, Jakarta Selatan, Indonesia 12930.
 

Hal ini didasari dengan Keputusan Dewan Komisioner OJK Nomor KEP-53/D.06/2024 tanggal 21 Oktober 2024.

“Pencabutan izin usaha Investree terutama karena melanggar ekuitas minimum dan ketentuan lainnya sebagaimana diatur dalam POJK (Peraturan OJK) Nomor 10/POJK.05/2022 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI), serta kinerja yang memburuk yang mengganggu operasional dan pelayanan kepada masyarakat,” ucap Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi M. Ismail Riyadi dalam keterangan resmi, Jakarta, Senin.

Pencabutan izin usaha tersebut juga merupakan bagian dari upaya OJK mewujudkan industri jasa keuangan nan sehat, khususnya penyelenggara LPBBTI berintegritas, memiliki tata kelola baik, dan menerapkan manajemen risiko yang memadai dalam rangka perlindungan nasabah/masyarakat.

OJK disebut telah meminta pengurus dan pemegang saham Investree melakukan pemenuhan kewajiban ekuitas minimum, mendapatkan strategic investor kredibel, dan upaya perbaikan kinerja serta pemenuhan terhadap ketentuan yang berlaku, termasuk melakukan komunikasi dengan ultimate beneficial owner (UBO) pemegang saham Investree untuk melaksanakan hal-hal dimaksud.

Pihaknya telah mengambil tindakan tegas dengan memberikan sanksi administratif secara bertahap terhadap Investree, antara lain sanksi peringatan hingga Pembatasan Kegiatan Usaha (PKU) sebelum dilakukan pencabutan izin usaha.

Kendati demikian, pengurus dan pemegang saham tidak mampu memenuhi ketentuan dan menyelesaikan permasalahan tersebut sampai batas waktu yang telah ditentukan, sehingga Investree dikenakan sanksi pencabutan izin usaha sesuai ketentuan yang berlaku.

Lebih lanjut, OJK dinyatakan pula akan selalu mengambil langkah-langkah dan tindakan tegas terhadap pihak-pihak yang dinilai melanggar ketentuan perundang-undangan yang berlaku terkait permasalahan dan kegagalan Investree.

Pertama ialah melakukan Penilaian Kembali Pihak Utama (PKPU) kepada Adrian Asharyanto Gunadi selaku Co-Founder dan CEO Investree dengan hasil “Tidak Lulus” dan dikenakan sanksi maksimal berupa larangan menjadi pihak utama dan/atau menjadi pemegang saham di Lembaga Jasa Keuangan (LJK). Hasil PKPU tersebut tak menghapuskan tanggung jawab dan dugaan tindak pidana yang bersangkutan atas tindakan pengurusan Investree.

Kedua, melakukan proses penegakan hukum terkait dugaan tindakan pidana sektor jasa keuangan bersama dengan Aparat Penegak Hukum (APH) untuk selanjutnya diproses secara hukum sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Ketiga, memblokir rekening perbankan Adrian Asharyanto Gunadi dan pihak-pihak lainnya sesuai ketentuan perundang-undangan.

Keempat, menelusuri aset (asset tracing) Adrian Asharyanto Gunadi dan pihak-pihak lainnya pada LJK untuk selanjutnya dilakukan pemblokiran sesuai ketentuan perundang-undangan.

Kemudian, mengupayakan untuk mengembalikan Adrian ke dalam negeri sesuai ketentuan perundang-undangan melalui kerja sama dengan APH.

Terakhir ialah melaksanakan langkah-langkah lainnya terhadap Adrian Asharyanto Gunadi dan pihak-pihak lain yang dinilai terlibat dengan permasalahan dan kegagalan Investree, serta permasalahan terkait lainnya sesuai ketentuan perundang-undangan.

Mengingat izin usaha Investree dicabut, perusahaan tersebut juga diwajibkan menghentikan seluruh kegiatan usahanya sebagai LPBBTI, kecuali untuk melaksanakan hal-hal sesuai ketentuan perundang-undangan, seperti kewajiban perpajakan.

Baca juga: OJK NTB tingkatkan pemahaman masyarakat terhadap industri jasa keuangan

Selanjutnya yaitu melarang pemegang saham, pengurus, pegawai, dan/atau pihak yang memiliki relasi dengan Investree untuk mengalihkan, menjaminkan, mengagunkan, menggunakan, mengaburkan pencatatan kekayaan, dan/atau melakukan tindakan lain yang dapat mengurangi atau menurunkan nilai aset/kekayaan perusahaan. Hal ini dikecualikan karena dan untuk hal-hal yang berkaitan dengan pemenuhan kewajiban terhadap ketentuan perundang-undangan.

Poin berikutnya adalah menyelesaikan hak karyawan sesuai ketentuan di bidang ketenagakerjaan. Keempat yakni menyelesaikan hak dan kewajiban kepada lender, borrower, dan/atau pihak-pihak lainnya sesuai ketentuan perundang-undangan.

Kelima adalah memberikan informasi secara jelas kepada lender, borrower, dan/atau pihak-pihak lainnya yang berkepentingan mengenai mekanisme penyelesaian hak dan kewajiban.

Keenam, menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) paling lambat 30 hari kalender sejak tanggal pencabutan izin usaha ini untuk pembentukan tim likuidasi dan pembubaran badan hukum Investree.

Baca juga: BEI rilis aturan pencatatan EBA berbentuk kontrak investasi

Ketujuh, menyediakan pusat informasi dan pengaduan nasabah/masyarakat serta menunjuk penanggung jawab yang akan bertugas menangani pengaduan nasabah/masyarakat dimaksud.

Terkait hal ini, nasabah/masyarakat dapat menghubungi Investree pada nomor telepon: 021-22532535 atau nomor Whatsapp: 087730081631/087821500886, email: cs@investree.id, dan alamat: AIA Central Lantai 21, Jalan Jend. Sudirman Kav. 48A, RT05/RW04, Karet Semanggi, Jakarta Selatan, Indonesia 12930.

Terakhir ialah melaksanakan kewajiban lainnya sesuai ketentuan perundang-undangan.

“Dalam rangka menciptakan industri LPBBTI yang sehat, berintegritas, inklusif, tangguh dan resiliens, OJK telah dan akan terus melakukan langkah-langkah penguatan pengawasan (supervisory enhancement) terhadap industri Penyelenggara LPBBTI,” kata Ismail.
 

 


Pewarta : M Baqir Idrus Alatas
Editor : I Komang Suparta
Copyright © ANTARA 2024