Surabaya (ANTARA) - Pendidikan tinggi memainkan peran strategis dalam membentuk generasi yang akan membawa bangsa menuju visi Indonesia Emas 2045 adalah sebuah cita-cita untuk menjadikan Indonesia sebagai negara maju, adil, dan makmur. Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) dan berbagai perguruan tinggi lainnya di Indonesia harus mampu menjadi motor penggerak perubahan melalui inovasi, kolaborasi, dan pengembangan sumber daya manusia unggul. Momentum Dies Natalis ITS ke-64 menjadi waktu yang tepat untuk mengevaluasi kontribusi perguruan tinggi dan menyusun langkah strategis guna mewujudkan visi tersebut.
Untuk mewujudkan pendidikan tinggi yang bermutu dan berdampak, setidaknya ada beberapa aspek penting yang perlu diperhatikan dan dikembangkan, sebagai pilar menuju Indonesia Emas, diantaranya: Relevansi Kurikulum dengan Kebutuhan Industri; Riset dan Inovasi yang impactful; Kemandirian finansial untuk keberlanjutan; Peningkatan reputasi global dan kolaborasi internasional; serta Pemanfaatan transformasi digital.
Kurikulum yang relevan dengan kebutuhan industri dan masyarakat adalah fondasi utama pendidikan tinggi yang bermutu. Dalam era di mana perubahan terjadi begitu cepat, kurikulum harus dinamis dan berbasis pada kolaborasi antara perguruan tinggi dan sektor industri. Pendekatan pembelajaran berbasis proyek dan program magang perlu ditingkatkan untuk menjembatani kesenjangan antara pendidikan dan dunia kerja. Peter Drucker (1993) mengungkapkan bahwa cara terbaik untuk meramalkan masa depan adalah dengan menciptakannya. Perguruan tinggi perlu membekali mahasiswa dengan keterampilan dan pemikiran kreatif yang memungkinkan mereka menjadi pencipta masa depan.
Selain itu, pendidikan tinggi tidak hanya dituntut untuk mengajar, tetapi juga menghasilkan riset yang berdampak nyata bagi masyarakat. ITS, dengan keunggulannya di bidang teknologi maritim, energi terbarukan, dan kecerdasan buatan, telah menunjukkan bahwa inovasi adalah pilar penting dalam pembangunan nasional. Namun, keterbatasan pendanaan riset masih menjadi tantangan. Program seperti Matching Fund dan Competitive Fund dari pemerintah harus dikelola dengan transparansi dan efektivitas. Joseph Schumpeter (1942) mengingatkan pentingnya inovasi sebagai pendorong creative destruction yang memacu pertumbuhan ekonomi. Perguruan tinggi perlu memperkuat perannya sebagai pusat inovasi untuk mendukung ekonomi nasional.
Kemandirian finansial juga menjadi prasyarat untuk memastikan keberlanjutan pendidikan tinggi. Ketergantungan pada anggaran pemerintah dapat menghambat fleksibilitas dan kemampuan perguruan tinggi untuk berkembang. ITS dan universitas lainnya harus mengeksplorasi sumber pendapatan alternatif, seperti kerja sama penelitian dengan industri, pengelolaan dana abadi (endowment fund), dan program kewirausahaan. Dr. Henry Chesbrough (2003) menyatakan perguruan tinggi dapat berkembang melalui kemitraan kolaboratif yang memanfaatkan kekuatan pengetahuan dan sumber daya bersama. Padangan tersebut diperkuat oleh mantan Presiden Harvard University, Derek C. Bok (1990) yang menegaskan bahwa universitas seharusnya mendiversifikasi sumber pendapatan untuk melindungi misinya dan tetap menjadi pemimpin dalam pendidikan dan penelitian. Melalui langkah tersebut, perguruan tinggi dapat menciptakan ekosistem pendidikan yang berkelanjutan dan mandiri.
Reputasi global juga menjadi aspek penting dalam menjadikan perguruan tinggi Indonesia setara dengan universitas terkemuka di dunia. ITS perlu memperluas jejaring internasional melalui kolaborasi riset internasional, konferensi, serta program pertukaran mahasiswa dan dosen. Altbach (2004) berpandangan bahwa internasionalisasi bukanlah tujuan akhir, tetapi sarana untuk memperkuat mutu pendidikan dan penelitian. Kolaborasi global membantu memperkuat daya saing dan mutu pendidikan yang ditawarkan sehingga lebih berdampak bagi masyarakat.
Pemanfaatan transformasi digital, termasuk penggunaan AI (Artificial Intelligence), menjadikan teknologi mitra penting dalam meningkatkan efisiensi dan mutu pendidikan tinggi. AI membantu menganalisis data belajar, memberikan umpan balik personal, dan merancang strategi pengajaran yang lebih efektif. Seperti ungkapan Sir Ken Robinson (2013) bahwa teknologi dapat mendukung pengajaran yang baik, tetapi tidak bisa menggantikan pengajaran yang buruk. Penggunaan AI harus mendukung pengajaran yang bermutu, memastikan bahwa teknologi bukan hanya pelengkap, tetapi alat untuk menciptakan pembelajaran yang lebih adaptif dan inklusif.
Dalam konteks ini, momentum Dies Natalis ITS adalah momen refleksi untuk menilai capaian yang sudah diraih dan tantangan yang masih dihadapi. ITS telah menunjukkan komitmen dalam mengembangkan riset dan kolaborasi dengan industri, tetapi tantangan seperti relevansi kurikulum, kemandirian finansial, dan peningkatan reputasi global tetap menjadi fokus utama. Perguruan tinggi harus menyusun strategi untuk memperkuat kontribusinya dalam mendukung pembangunan nasional dan visi Indonesia Emas.
Visi Indonesia Emas 2045 menuntut pendidikan tinggi untuk menghasilkan sumber daya manusia yang unggul, inovatif, dan siap berkontribusi pada pembangunan bangsa. Presiden Prabowo Subianto menekankan pentingnya pengentasan kemiskinan, swasembada pangan, dan hilirisasi komoditas sebagai pilar pembangunan. Dalam konteks ini, perguruan tinggi harus melatih mahasiswa untuk berpikir kritis dan kreatif, menjadi agen perubahan yang mendukung kesejahteraan masyarakat dan perekonomian. Hal ini senada dengan pandangan Albert Einstein (1936) yang menyatakan pendidikan bukan sekadar mempelajari fakta, tetapi melatih kemampuan berpikir.
Pendidikan tinggi yang bermutu dan berdampak adalah kunci mewujudkan visi Indonesia Emas. Perguruan tinggi seperti ITS harus terus mengembangkan strategi ASIIK, yakni strategi yang adaptif, simpatik, inovatif, inklusif, dan kontributif bagi pembangunan nasional. Momentum Dies Natalis ITS mengingatkan kita bahwa perjalanan ini membutuhkan kolaborasi, komitmen, dan langkah-langkah strategis dari semua pihak. Dengan sinergi yang kuat, Indonesia dapat mempersiapkan generasi yang mampu menghadapi tantangan global dan membangun masa depan yang cerah bagi bangsa.
Selamat Dies Natalis ke-64 untuk ITS, barakallah!
*) Penulis adalah Wakil Rektor II Bidang Perencanaan, Keuangan, dan Sarana Prasarana, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya
Untuk mewujudkan pendidikan tinggi yang bermutu dan berdampak, setidaknya ada beberapa aspek penting yang perlu diperhatikan dan dikembangkan, sebagai pilar menuju Indonesia Emas, diantaranya: Relevansi Kurikulum dengan Kebutuhan Industri; Riset dan Inovasi yang impactful; Kemandirian finansial untuk keberlanjutan; Peningkatan reputasi global dan kolaborasi internasional; serta Pemanfaatan transformasi digital.
Kurikulum yang relevan dengan kebutuhan industri dan masyarakat adalah fondasi utama pendidikan tinggi yang bermutu. Dalam era di mana perubahan terjadi begitu cepat, kurikulum harus dinamis dan berbasis pada kolaborasi antara perguruan tinggi dan sektor industri. Pendekatan pembelajaran berbasis proyek dan program magang perlu ditingkatkan untuk menjembatani kesenjangan antara pendidikan dan dunia kerja. Peter Drucker (1993) mengungkapkan bahwa cara terbaik untuk meramalkan masa depan adalah dengan menciptakannya. Perguruan tinggi perlu membekali mahasiswa dengan keterampilan dan pemikiran kreatif yang memungkinkan mereka menjadi pencipta masa depan.
Selain itu, pendidikan tinggi tidak hanya dituntut untuk mengajar, tetapi juga menghasilkan riset yang berdampak nyata bagi masyarakat. ITS, dengan keunggulannya di bidang teknologi maritim, energi terbarukan, dan kecerdasan buatan, telah menunjukkan bahwa inovasi adalah pilar penting dalam pembangunan nasional. Namun, keterbatasan pendanaan riset masih menjadi tantangan. Program seperti Matching Fund dan Competitive Fund dari pemerintah harus dikelola dengan transparansi dan efektivitas. Joseph Schumpeter (1942) mengingatkan pentingnya inovasi sebagai pendorong creative destruction yang memacu pertumbuhan ekonomi. Perguruan tinggi perlu memperkuat perannya sebagai pusat inovasi untuk mendukung ekonomi nasional.
Kemandirian finansial juga menjadi prasyarat untuk memastikan keberlanjutan pendidikan tinggi. Ketergantungan pada anggaran pemerintah dapat menghambat fleksibilitas dan kemampuan perguruan tinggi untuk berkembang. ITS dan universitas lainnya harus mengeksplorasi sumber pendapatan alternatif, seperti kerja sama penelitian dengan industri, pengelolaan dana abadi (endowment fund), dan program kewirausahaan. Dr. Henry Chesbrough (2003) menyatakan perguruan tinggi dapat berkembang melalui kemitraan kolaboratif yang memanfaatkan kekuatan pengetahuan dan sumber daya bersama. Padangan tersebut diperkuat oleh mantan Presiden Harvard University, Derek C. Bok (1990) yang menegaskan bahwa universitas seharusnya mendiversifikasi sumber pendapatan untuk melindungi misinya dan tetap menjadi pemimpin dalam pendidikan dan penelitian. Melalui langkah tersebut, perguruan tinggi dapat menciptakan ekosistem pendidikan yang berkelanjutan dan mandiri.
Reputasi global juga menjadi aspek penting dalam menjadikan perguruan tinggi Indonesia setara dengan universitas terkemuka di dunia. ITS perlu memperluas jejaring internasional melalui kolaborasi riset internasional, konferensi, serta program pertukaran mahasiswa dan dosen. Altbach (2004) berpandangan bahwa internasionalisasi bukanlah tujuan akhir, tetapi sarana untuk memperkuat mutu pendidikan dan penelitian. Kolaborasi global membantu memperkuat daya saing dan mutu pendidikan yang ditawarkan sehingga lebih berdampak bagi masyarakat.
Pemanfaatan transformasi digital, termasuk penggunaan AI (Artificial Intelligence), menjadikan teknologi mitra penting dalam meningkatkan efisiensi dan mutu pendidikan tinggi. AI membantu menganalisis data belajar, memberikan umpan balik personal, dan merancang strategi pengajaran yang lebih efektif. Seperti ungkapan Sir Ken Robinson (2013) bahwa teknologi dapat mendukung pengajaran yang baik, tetapi tidak bisa menggantikan pengajaran yang buruk. Penggunaan AI harus mendukung pengajaran yang bermutu, memastikan bahwa teknologi bukan hanya pelengkap, tetapi alat untuk menciptakan pembelajaran yang lebih adaptif dan inklusif.
Dalam konteks ini, momentum Dies Natalis ITS adalah momen refleksi untuk menilai capaian yang sudah diraih dan tantangan yang masih dihadapi. ITS telah menunjukkan komitmen dalam mengembangkan riset dan kolaborasi dengan industri, tetapi tantangan seperti relevansi kurikulum, kemandirian finansial, dan peningkatan reputasi global tetap menjadi fokus utama. Perguruan tinggi harus menyusun strategi untuk memperkuat kontribusinya dalam mendukung pembangunan nasional dan visi Indonesia Emas.
Visi Indonesia Emas 2045 menuntut pendidikan tinggi untuk menghasilkan sumber daya manusia yang unggul, inovatif, dan siap berkontribusi pada pembangunan bangsa. Presiden Prabowo Subianto menekankan pentingnya pengentasan kemiskinan, swasembada pangan, dan hilirisasi komoditas sebagai pilar pembangunan. Dalam konteks ini, perguruan tinggi harus melatih mahasiswa untuk berpikir kritis dan kreatif, menjadi agen perubahan yang mendukung kesejahteraan masyarakat dan perekonomian. Hal ini senada dengan pandangan Albert Einstein (1936) yang menyatakan pendidikan bukan sekadar mempelajari fakta, tetapi melatih kemampuan berpikir.
Pendidikan tinggi yang bermutu dan berdampak adalah kunci mewujudkan visi Indonesia Emas. Perguruan tinggi seperti ITS harus terus mengembangkan strategi ASIIK, yakni strategi yang adaptif, simpatik, inovatif, inklusif, dan kontributif bagi pembangunan nasional. Momentum Dies Natalis ITS mengingatkan kita bahwa perjalanan ini membutuhkan kolaborasi, komitmen, dan langkah-langkah strategis dari semua pihak. Dengan sinergi yang kuat, Indonesia dapat mempersiapkan generasi yang mampu menghadapi tantangan global dan membangun masa depan yang cerah bagi bangsa.
Selamat Dies Natalis ke-64 untuk ITS, barakallah!
*) Penulis adalah Wakil Rektor II Bidang Perencanaan, Keuangan, dan Sarana Prasarana, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya