Mataram (ANTARA) - Kepolisian kini menangani kasus dugaan penipuan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat berinisial HH pada tahap penyidikan.
Kepala Seksi Humas Polres Lombok Tengah Iptu Lalu Brata melalui sambungan telepon, Jumat, mengatakan dalam proses penyidikan ini pihaknya tengah mengagendakan pemeriksaan saksi, mulai dari pelapor, terlapor hingga ahli pidana.
"Agenda pemeriksaan ini bagian dari upaya mengungkap perbuatan pidana," kata Lalu Brata.
Kepala Satreskrim Polres Lombok Tengah Iptu Luk Luk Il Maqnun mengonfirmasi bahwa agenda pemeriksaan dalam waktu dekat ini mengarah kepada HH sebagai terlapor.
"Panggilan sudah kami layangkan kepada HH untuk hadiri pemeriksaan," ujarnya.
Baca juga: Polisi lanjutkan kasus penipuan Ketua KPU Lombok Tengah
Untuk ahli pidana, Luk Luk mengatakan bahwa agenda pemeriksaan guna melihat potensi pidana dalam kasus tersebut masih harus menunggu pemeriksaan seluruh saksi selesai.
Perihal adanya rencana pelapor dengan terlapor akan kembali melakukan mediasi kedua untuk bisa menyelesaikan persoalan ini secara nonlitigasi, Luk Luk mengaku tidak mengetahuinya.
Namun, apabila pada tahap penyidikan ini ada penyelesaian antara kedua belah pihak, dia mengatakan bahwa pihaknya masih bisa menerapkan restorative justice (RJ).
"Jadi, ada upaya penyelesaian dalam bentuk pemulihan hak-hak korban. Kalau itu ada, laporan dicabut, perkara bisa kami selesaikan melalui RJ," jelasnya.
Baca juga: KPU Lombok Tengah pastikan netralitas anggota Pantarlih Pemilu 2024
Apabila sebaliknya, korban masih merasa dirugikan dan tidak ada kesepakatan damai, proses hukum akan tetap berjalan sesuai prosedur.
Pelapor dalam kasus ini berinisial RH. Dia melaporkan HH ke kepolisian atas dugaan penipuan dengan kerugian Rp431 juta.
Kasus dugaan penipuan ini berkaitan dengan kerja sama pengadaan semen antara perusahaan milik RH, yakni CV Tiga Sakti bersama Biro Kesra Setda NTB dengan CV PP selaku penjual atau penyuplai semen pada medio Februari 2024.
Nilai proyek tersebut Rp1,2 miliar. Pelapor dijanjikan keuntungan oleh terlapor HH, 50 persen dari proyek pengadaan tersebut.
Kepala Seksi Humas Polres Lombok Tengah Iptu Lalu Brata melalui sambungan telepon, Jumat, mengatakan dalam proses penyidikan ini pihaknya tengah mengagendakan pemeriksaan saksi, mulai dari pelapor, terlapor hingga ahli pidana.
"Agenda pemeriksaan ini bagian dari upaya mengungkap perbuatan pidana," kata Lalu Brata.
Kepala Satreskrim Polres Lombok Tengah Iptu Luk Luk Il Maqnun mengonfirmasi bahwa agenda pemeriksaan dalam waktu dekat ini mengarah kepada HH sebagai terlapor.
"Panggilan sudah kami layangkan kepada HH untuk hadiri pemeriksaan," ujarnya.
Baca juga: Polisi lanjutkan kasus penipuan Ketua KPU Lombok Tengah
Untuk ahli pidana, Luk Luk mengatakan bahwa agenda pemeriksaan guna melihat potensi pidana dalam kasus tersebut masih harus menunggu pemeriksaan seluruh saksi selesai.
Perihal adanya rencana pelapor dengan terlapor akan kembali melakukan mediasi kedua untuk bisa menyelesaikan persoalan ini secara nonlitigasi, Luk Luk mengaku tidak mengetahuinya.
Namun, apabila pada tahap penyidikan ini ada penyelesaian antara kedua belah pihak, dia mengatakan bahwa pihaknya masih bisa menerapkan restorative justice (RJ).
"Jadi, ada upaya penyelesaian dalam bentuk pemulihan hak-hak korban. Kalau itu ada, laporan dicabut, perkara bisa kami selesaikan melalui RJ," jelasnya.
Baca juga: KPU Lombok Tengah pastikan netralitas anggota Pantarlih Pemilu 2024
Apabila sebaliknya, korban masih merasa dirugikan dan tidak ada kesepakatan damai, proses hukum akan tetap berjalan sesuai prosedur.
Pelapor dalam kasus ini berinisial RH. Dia melaporkan HH ke kepolisian atas dugaan penipuan dengan kerugian Rp431 juta.
Kasus dugaan penipuan ini berkaitan dengan kerja sama pengadaan semen antara perusahaan milik RH, yakni CV Tiga Sakti bersama Biro Kesra Setda NTB dengan CV PP selaku penjual atau penyuplai semen pada medio Februari 2024.
Nilai proyek tersebut Rp1,2 miliar. Pelapor dijanjikan keuntungan oleh terlapor HH, 50 persen dari proyek pengadaan tersebut.