Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menepis isu soal muatan politis dalam operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah (RM).
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan bahwa pihaknya menyelidiki dugaan korupsi RM dalam bentuk pemerasan terhadap anak buahnya sejak Juli 2024
"Jadi, apakah ada nuansa politis? Saya kira tidak. Karena saya sampaikan tadi bahwa penyelidikan dimulai ini sudah lama, bahkan sebelum pendaftaran mungkin ya. Sebelum pendaftaran calon, kami mulai melakukan penyelidikan," kata Alex di Jakarta, Senin.
Baca juga: OTT KPK: Gubenur Bengkulu gunakan uang korupsi untuk timses pilkada
Alex mengatakan bahwa KPK menerima laporan soal dugaan pemerasan tersebut. Pelapornya adalah masyarakat yang mengetahui soal perkara tersebut dan pegawai yang merasa keberatan harus membayar iuran tersebut.
Ia menegaskan kembali bahwa penindakan tersebut adalah murni penegakan hukum tanpa ada motif politik untuk menjegal partai politik tertentu.
"Jadi, tidak ada hubungannya, dan saya pastikan itu tidak ada kaitannya dengan partai tertentu, warna tertentu. Ini murni penindakan karena berdasarkan informasi dari masyarakat dan mungkin juga dari pegawai yang merasa keberatan untuk membayar iuran yang diminta oleh RM tadi," kata Alex.
Baca juga: KPK sebut Gubernur Bengkulu peras anak buah biaya pilkada
Mantan hakim itu juga buka suara soal mengapa OTT terhadap Rohidin Mersyah dilakukan beberapa hari jelang pencoblosan pilkada serentak pada tanggal 27 November 2024.
"Jadi, sebetulnya penyelidikan ini sudah beberapa bulan yang lalu. Bukan baru pada hari Jumat kemarin. Kami dapat informasi dari masyarakat bahwa akan ada penyerahan uang, itu titik puncaknya. Akan teetapi, rangkaian kegiatannya sendiri atau menurut bahasa kalian itu operasinya itu sudah lama," ujarnya.
Baca juga: KPK sita uang Rp7 miliar dalam OTT Gubernur Bengkulu
Dalam operasi tangkap tangan pada Sabtu (23/11) malam, penyidik KPK menangkap delapan orang, yakni Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah, Sekretaris Daerah Bengkulu Isnan Fajri, dan ajudan Gubernur Bengkulu Evrianshah alias Anca.
Lima orang lainnya, yakni kepala dinas pendidikan dan kebudayaan di daerah Bengkulu Saidirman, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Bengkulu Syarifudin, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bengkulu Syafriandi, Kepala Biro Pemerintahan dan Kesra Provinsi Bengkulu Ferry Ernest Parera, dan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUPR) Provinsi Bengkulu Tejo Suroso.
Penyidik KPK juga menyita uang tunai dengan nilai total Rp7 miliar sebagai barang bukti dalam operasi tersebut.
Baca juga: KPK tetapkan Gubernur Bengkulu Rohidin sebagai tersangka
Kedelapan orang tersebut kemudian diterbangkan KPK ke Jakarta untuk menjalani pemeriksaan. Namun, setelah pemeriksaan intensif, hanya tiga orang yang ditetapkan sebagai tersangka, yakni Rohidin Mersyah, Isnan Fajri, dan Evrianshah alias Anca.
"KPK selanjutnya menetapkan tiga orang sebagai tersangka, yakni RM, IF, dan EV," kata Alex.
Penyidik KPK selanjutnya langsung melakukan penahanan terhadap ketiga orang tersebut selam 20 hari ke depan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Cabang KPK.
Ketiga tersangka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf e dan Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 KUHP.
Baca juga: OTT KPK di Bengkulu bertambah jadi delapan orang
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan bahwa pihaknya menyelidiki dugaan korupsi RM dalam bentuk pemerasan terhadap anak buahnya sejak Juli 2024
"Jadi, apakah ada nuansa politis? Saya kira tidak. Karena saya sampaikan tadi bahwa penyelidikan dimulai ini sudah lama, bahkan sebelum pendaftaran mungkin ya. Sebelum pendaftaran calon, kami mulai melakukan penyelidikan," kata Alex di Jakarta, Senin.
Baca juga: OTT KPK: Gubenur Bengkulu gunakan uang korupsi untuk timses pilkada
Alex mengatakan bahwa KPK menerima laporan soal dugaan pemerasan tersebut. Pelapornya adalah masyarakat yang mengetahui soal perkara tersebut dan pegawai yang merasa keberatan harus membayar iuran tersebut.
Ia menegaskan kembali bahwa penindakan tersebut adalah murni penegakan hukum tanpa ada motif politik untuk menjegal partai politik tertentu.
"Jadi, tidak ada hubungannya, dan saya pastikan itu tidak ada kaitannya dengan partai tertentu, warna tertentu. Ini murni penindakan karena berdasarkan informasi dari masyarakat dan mungkin juga dari pegawai yang merasa keberatan untuk membayar iuran yang diminta oleh RM tadi," kata Alex.
Baca juga: KPK sebut Gubernur Bengkulu peras anak buah biaya pilkada
Mantan hakim itu juga buka suara soal mengapa OTT terhadap Rohidin Mersyah dilakukan beberapa hari jelang pencoblosan pilkada serentak pada tanggal 27 November 2024.
"Jadi, sebetulnya penyelidikan ini sudah beberapa bulan yang lalu. Bukan baru pada hari Jumat kemarin. Kami dapat informasi dari masyarakat bahwa akan ada penyerahan uang, itu titik puncaknya. Akan teetapi, rangkaian kegiatannya sendiri atau menurut bahasa kalian itu operasinya itu sudah lama," ujarnya.
Baca juga: KPK sita uang Rp7 miliar dalam OTT Gubernur Bengkulu
Dalam operasi tangkap tangan pada Sabtu (23/11) malam, penyidik KPK menangkap delapan orang, yakni Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah, Sekretaris Daerah Bengkulu Isnan Fajri, dan ajudan Gubernur Bengkulu Evrianshah alias Anca.
Lima orang lainnya, yakni kepala dinas pendidikan dan kebudayaan di daerah Bengkulu Saidirman, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Bengkulu Syarifudin, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bengkulu Syafriandi, Kepala Biro Pemerintahan dan Kesra Provinsi Bengkulu Ferry Ernest Parera, dan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUPR) Provinsi Bengkulu Tejo Suroso.
Penyidik KPK juga menyita uang tunai dengan nilai total Rp7 miliar sebagai barang bukti dalam operasi tersebut.
Baca juga: KPK tetapkan Gubernur Bengkulu Rohidin sebagai tersangka
Kedelapan orang tersebut kemudian diterbangkan KPK ke Jakarta untuk menjalani pemeriksaan. Namun, setelah pemeriksaan intensif, hanya tiga orang yang ditetapkan sebagai tersangka, yakni Rohidin Mersyah, Isnan Fajri, dan Evrianshah alias Anca.
"KPK selanjutnya menetapkan tiga orang sebagai tersangka, yakni RM, IF, dan EV," kata Alex.
Penyidik KPK selanjutnya langsung melakukan penahanan terhadap ketiga orang tersebut selam 20 hari ke depan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Cabang KPK.
Ketiga tersangka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf e dan Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 KUHP.
Baca juga: OTT KPK di Bengkulu bertambah jadi delapan orang