Mataram (Antaranews NTB)- Awal Desember 2018, Gubernur Nusa Tenggara Barat Zulkieflimansyah yang akrab dipanggil Doktor Zul, berangkat ke Polandia, di antaranya untuk melihat dari dekat mahasiswa NTB yang dikirim ke negara tersebut, dalam belajar.

Tidak tanggung-tanggung, Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB membawa serta wartawan dari media lokal di Mataram untuk melihat dari dekat bagaimana dunia pendidikan di negeri benua biru tersebut, guna mencitrakan program tersebut.

Memang Doktor Zul sudah menargetkan setiap tahunnya mengirimkan seribu mahasiswa dari NTB ke luar negeri melalui program beasiswa.

Hal itu terkait dengan mimpinya agar generasi muda di wilayah yang baru saja terkena bencana gempa tersebut, bisa berbicara di dalam maupun luar negeri.

Gebrakan di dalam dunia pendidikan oleh Doktor Zul itu memang pantas mendapatkan apresiasi lebih, namun sayangnya niat baik itu tidak mudah karena banyak kritik yang dilayangkan terhadap dirinya.

Bahkan, tidak sedikit mahasiswa juga mempertanyakan proses pengiriman ke luar negeri mengingat tidak transparan serta minim sosialisasi

Hal yang menimbulkan wasangka terkait dengan program pengiriman mahasiswa ke luar negeri, seperti ketiadaan sosialisasi tentang bagaimana seseorang mahasiswa NTB mendapatkan informasi pasti mengenai syarat-syarat keikutsertaan dalam program itu atau bagaimana tahapan-tahapan seleksinya.

Faktor komunikasi yang buruk itulah menimbulkan aroma tidak sedap atas pelaksanaan program itu. Ada kecurigaan jangan-jangan beasiswa hanya diberikan kepada orang-orang tertentu. Miris sekali, faktor yang sebenarnya sangat mudah diatasi, tetapi kran informasinya tidak berfungsi dengan baik.

Bisa dikatakan ide pengiriman mahasiswa itu, iktikad yang luar biasa. Di sisi lain jangan menutup peluang generasi muda yang notabene memiliki potensi turut serta dalam program beasiswa, namun terkendala ketidakpastian informasi.

Dalam janjinya, Doktor Zul telah lama merencanakan pembentukan lembaga kursus TOEFL dan IELTS di 10 kabupaten/kota. Rencana itu, tentunya tidak lepas dari pengalaman Doktor Zul dalam menggeluti dunia pendidikan di luar negeri yang diketahui bahwa setiap negara memiliki standar nilai cukup tinggi untuk TOEFL dan IELTS.

Karena itu, Doktor Zul ingin mencontoh China dan Rusia yang sudah lebih dulu menerapkan kursus TOEFL dan IELTS kepada calon penerima beasiswa sekolah luar negeri.

Kurangnya informasi itu terbukti dari?pengakuan sejumlah peminat beasiswa sekolah luar negeri yang kesulitan mengakses informasi aktual terkait dengan program yang dicanangkan Gubernur Zulkieflimansyah tersebut.

Bahkan, para pemburu beasiswa sekolah luar negeri sudah mencoba menggali informasi pendaftaran yang disebarluaskan pemerintah melalui media sosial, namun laman resminya sulit diakses.

"Laman web tidak bisa kita buka, kontak personal yang diberikan juga tidak bisa dihubungi," kata Vira Nur Rahman, salah seorang peminat beasiswa sekolah luar negeri asal Kota Mataram kepada Antara.

Usaha yang dia lakukan tidak sampai di dunia maya saja. Perempuan lulusan S1 Teknik Universitas Muhammadiyah Malang ini juga pernah mendapat saran dari komentar di media sosialnya dengan kembali mencari informasi beasiswa ke sejumlah instansi yang diarahkan.

Namun, dia mengaku hasilnya nihil. Vira tidak kunjung mendapatkan informasi yang jelas terkait dengan program pendidikan tersebut.

"Sudah tanya ke dinasnya, mereka bilang belum ada," ujarnya.

Dengan berbagai usaha yang telah dilakukannya itu, Vira mengaku "patah arang". Jalur yang diglamorkan Gubernur NTB dalam media sosial maupun pemberitaan, tidak lagi menjadi minatnya.

Meski demikian, Vira yang saat ini sedang kursus bahasa Inggris di salah satu lembaga pendidikan formal, tidak akan berhenti untuk mengejar mimpi beasiswa luar negerinya.

"Biar jalur mandiri saja, tidak ada harapan lewat program pemerintah. Informasinya tidak jelas," ujarnya.

Begitu juga soal program kursus Test Of English as a Foreign Language (TOEFL) dan The International English Language Testing System (IELTS), yang sebelumnya telah dijanjikan Gubernur NTB.

"Kata gubernur akan menyiapkan kursusnya, tetapi itu di mana, kok sampai sekarang belum ada informasinya," kata Farah Bunga Nurani, perempuan yang juga menargetkan mendapatkan kursi beasiswa yang dicanangkan pemerintah daerah setempat itu.

Pertanyaan Bunga memang masih berkaitan dengan deretan janji Gubernur NTB dalam menyukseskan program 1.000 beasiswa sekolah luar negeri periode kepemimpinan satu tahun pertama.

Terkait dengan rencana tersebut, Bunga mengharapkan lembaga kursus TOEFL dan IELTS segera direalisasikan pemerintah.

"Ini yang kita kejar, program `preparation TOEFL dan IELTS`. Karena tes TOEFL dan IELTS ini memang seperti surat izin mengemudi (SIM) kita untuk dapat beasiswa," ujarnya.

Harapan dari perempuan lulusan S1 Hukum Unram ini merupakan satu di antara kaum muda NTB yang sudah lama mengincar beasiswa sekolah luar negeri.

Dia optimistis bahwa apa yang diungkapkannya ini tidak jauh berbeda dengan yang diharapkan para peminat beasiswa luar negeri lainnya, yakni mendapat nilai TOEFL dan IELTS sesuai standar yang dibutuhkan negara tujuan.

?

Legislator Minta ?

Anggota DPRD Nusa Tenggara Barat Nurdin Ranggabarani meminta Gubernur Zulkieflimansyah memberikan penjelasan secara terbuka soal pengiriman mahasiswa asal provinsi itu ke Polandia, menyusul banyaknya kritikan yang disampaikan terkait dengan program beasiswa pascasarjana tersebut.

"Terkait munculnya pro dan kontra pengiriman mahasiswa ke luar negeri, khususnya ke Polandia atau beberapa negara yang berpaham komunis. Bagi kami perlu mendapat tanggapan yang arif dan bijaksana," katanya.

Untuk itu perlu semacam penjelasan terbuka dan pencerahan yang komprehensif sehingga informasi tentang hal ini tidak dicerna sepotong-sepotong oleh masyarakat.

Menurut dia, masyarakat boleh khawatir terkait dengan program tersebut, tetapi tidak lantas menciptakan ketakutan atau menyebar momok ketakutan yang berlebihan.

Begitu juga sebaliknya, ketakutan yang disampaikan sebagian pihak tidak juga dinilai sebagai upaya negatif yang berlebihan oleh Pemerintah Provinsi NTB.

Bisa jadi, menurut Nurdin, masukan yang disampaikan tersebut bagian dari kecintaan masyarakat kepada NTB dan gubernurnya.

"Agar niat baik dan keringat gubernur tidak berbuah hal yang sebaliknya. Kami memandangnya sebagai sebuah masukan berharga yang tentu ada solusi dan jalan keluarnya. Sepanjang semua yang kita lakukan dengan nawaitu yang baik. Insyaallah ada banyak cara yang dapat kita lakukan bersama, untuk tetap mendorong keberlanjutan program ini dengan lebih baik," jelas politikus PPP tersebut.

Agar program tersebut dapat berlanjut, ia mendorong saat rekruitmen, membuat kesepakatan dengan para calon penerima beasiswa bahwa ilmu dunia adalah yang kesekian, namun akidah dan tauhid sebagai hal yang utama.

Bila perlu ada materi khusus terkait dengan hal tersebut, di mana nilai dari materi tentang akidah menjadi penentu bagi mereka untuk diterima atau tidak sebagai penerima beasiswa. Hal ini, ketika mereka sudah berada di Polandia.

Keberlanjutan mereka juga ditentukan oleh hal tersebut. Bahkan mungkin para tuan guru dapat bergantian keliling Eropa untuk pengajian setiap bulan.

Akan tetapi, terlepas dari hal itu, seharusnya tidak perlu ada yang menebar momok ketakutan yang berlebihan. Ada banyak contoh anak-anak yang berada di negara-negara minoritas Muslim, tetapi justru menjadi semakin kokoh akidahnya.

Sebaliknya, ada anak-anak yang setiap menit berada dalam pelukan kasih sayang dan kehangatan kedua orang tuanya, namun kemudian bisa murtad dari agamanya.

Program Gubernur NTB Zulkieflimansyah mungkin memang bisa dinilai belum sempurna.

Oleh karena itu, kritik atas program tersebut harus diberikan secara konstruktif, bukan dengan menyebar momok ketakutan yang berlebihan.

Kritik konstruktif akan membawa penyempurnaan secara bersama-sama atas kelemahan program pengiriman mahasiswa NBT untuk belajar di luar negeri.

Pewarta : Riza Fahriza
Editor : Nirkomala
Copyright © ANTARA 2024