Jakarta (ANTARA) - Head of Macroeconomic and Financial Market Research PermataBank Faisal Rachman memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan I 2025 berada di kisaran 5,1 persen, ditopang oleh hilangnya dampak El Nino dan pergeseran jatuhnya bulan Ramadhan.

“Untuk full year 2025, kami melihat pertumbuhan ekonomi Indonesia akan di kisaran 5,1 persen, sejalan dengan berlanjutnya pemulihan ekonomi namun terbatasi dengan risiko perang dagang serta berlanjut masih relatif tingginya tingkat suku bunga,” kata Faisal saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Rabu.

Ia mengatakan mesin utama pendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia yaitu permintaan domestik, seperti konsumsi rumah tangga. Berkaitan dengan batalnya kenaikan PPN menjadi 12 persen untuk sebagian besar barang dan jasa, Faisal juga melihat adanya potensi untuk permintaan domestik.

Selain itu, catat Faisal, mesin utama pendorong pertumbuhan ekonomi juga berasal dari investasi. Hal ini turut ditopang oleh berakhirnya tahun politik dan agenda pro-pertumbuhan (pro-growth) pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.

Kilas balik pada tahun lalu, ekonomi Indonesia pada triwulan I 2024 tercatat tumbuh 5,11 persen secara tahunan (year on year/yoy). Selanjutnya, pertumbuhan ekonomi mencapai 5,05 persen pada triwulan II 2024 dan 4,95 persen triwulan III 2024.

Dalam konferensi pers APBN KiTa di Jakarta, Senin (6/1), Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya mencapai kisaran 5 persen pada 2024.

Senada dengan proyeksi tersebut, Faisal memperkirakan pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV 2024 akan berada di kisaran 5 persen. Hal ini ditopang oleh menguatnya permintaan domestik sejalan dengan pola musiman Natal dan Tahun Baru, pelaksanaan Pilkada, serta pola musiman naiknya belanja negara menjelang akhir tahun.

Baca juga: Kenaikan PPN diterapkan saat ekonomi masyarakat telah stabil

“Secara full year 2024 akan ada di kisaran 5,02 persen,” ujar dia.

Dengan mempertimbangkan fundamental ekonomi saat ini, Faisal mengatakan bahwa kemungkinan resesi bagi Indonesia cukup kecil.

Baca juga: Kebijakan Trump pengaruhi pertumbuhan ekonomi Asia dan Pasifik

Namun, ia mengingatkan adanya ketidakpastian global yang terus meningkat yang akan berdampak pada sektor eksternal Indonesia seperti ekspor-impor, serta pasar keuangan terutama suku bunga, nilai tukar rupiah, dan imbal hasil (yield) obligasi sehingga terdapat tekanan stabilitas.

“Balancing between maintaining stability and supporting growth (menyeimbangkan antara menjaga stabilitas dan mendukung pertumbuhan) menjadi krusial untuk tetap menjaga pertumbuhan ekonomi bisa di kisaran 5 persen atau lebih,” kata Faisal.


Pewarta : Rizka Khaerunnisa
Editor : I Komang Suparta
Copyright © ANTARA 2025