Mataram (Antaranews NTB) - LSM Somasi Nusa Tenggara Barat meminta kepolisian untuk mengusut tuntas siapa yang memerintahkan oknum ASN untuk melakukan pungutan liar dana rekonstruksi masjid terdampak gempa tektonik.
"Aparat penegak hukum harus mengusut tuntas siapa yang memerintahkan BA melakukan tindakan pemotongan tersebut," kata Johan Rahmatulloh, peneliti LSM Somasi NTB di Mataram, Rabu.
Dirinya juga meminta menjatuhkan hukuman yang maksimal seberat-beratnya terhadap pelaku yang menyunat anggaran bencana itu.
Kasus itu seolah-olah belum selesai kasus dugaan pemerasan terkait dana gempa oleh oknum anggota DPRD Kota Mataram, diadili disambut kembali oleh oknum Kemenag NTB.
Bantuan yang seharusnya untuk umat tersebut ternyata tidak seratus persen bisa diterima. Masih terjadinya sunat menyunat anggaran mungkin saja menjadi suatu tradisi yang sudah dianggap biasa di tingkat pegawai di birokrasi.?
"Ini tentu saja sangat disayangkan terjadi," katanya.
Di tengah umat membutuhkan bantuan untuk mempercepat pembangunan, terlebih lagi ini untuk masjid. "Ini sungguh sangat keterlaluan," katanya.
Ia menambahkan korupsi pada saat keadaan tertentu yakni bencana alam, diancam dengan hukuman mati karena sesuai dengan Pasal 2 ayat (2) UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi.
Kementerian Agama yang seharusnya menjadi garda terdepan untuk memperbaiki moral dan memberi contoh untuk berlaku jujur dan beradab, ini malah sebaliknya. Ini sungguh kontradiktif antara perilaku dengan khitah lembaganya.
Jika ditelusuri ke belakang, dugaan penyalahgunaan anggaran di Kementerian Agama ini bukanlah satu-satunya kasus yang terjadi khususnya di NTB.
"Tentu publik masih ingat hasil temuan Ombudsman RI Perwakilan Provinsi NTB menemukan dugaan penyimpangan dana BOS di banyak madrasah di NTB yang masih di dalami oleh Polda NTB.
Beberapa kasus juga yang masih belum jelas adalah kasus katering haji, pembangunan gedung asrama haji masih belum jelas siapa yang terlibat di tingkat kementerian agama yang ditangani oleh Kejati NTB," paparnya.
"Aparat penegak hukum harus mengusut tuntas siapa yang memerintahkan BA melakukan tindakan pemotongan tersebut," kata Johan Rahmatulloh, peneliti LSM Somasi NTB di Mataram, Rabu.
Dirinya juga meminta menjatuhkan hukuman yang maksimal seberat-beratnya terhadap pelaku yang menyunat anggaran bencana itu.
Kasus itu seolah-olah belum selesai kasus dugaan pemerasan terkait dana gempa oleh oknum anggota DPRD Kota Mataram, diadili disambut kembali oleh oknum Kemenag NTB.
Bantuan yang seharusnya untuk umat tersebut ternyata tidak seratus persen bisa diterima. Masih terjadinya sunat menyunat anggaran mungkin saja menjadi suatu tradisi yang sudah dianggap biasa di tingkat pegawai di birokrasi.?
"Ini tentu saja sangat disayangkan terjadi," katanya.
Di tengah umat membutuhkan bantuan untuk mempercepat pembangunan, terlebih lagi ini untuk masjid. "Ini sungguh sangat keterlaluan," katanya.
Ia menambahkan korupsi pada saat keadaan tertentu yakni bencana alam, diancam dengan hukuman mati karena sesuai dengan Pasal 2 ayat (2) UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi.
Kementerian Agama yang seharusnya menjadi garda terdepan untuk memperbaiki moral dan memberi contoh untuk berlaku jujur dan beradab, ini malah sebaliknya. Ini sungguh kontradiktif antara perilaku dengan khitah lembaganya.
Jika ditelusuri ke belakang, dugaan penyalahgunaan anggaran di Kementerian Agama ini bukanlah satu-satunya kasus yang terjadi khususnya di NTB.
"Tentu publik masih ingat hasil temuan Ombudsman RI Perwakilan Provinsi NTB menemukan dugaan penyimpangan dana BOS di banyak madrasah di NTB yang masih di dalami oleh Polda NTB.
Beberapa kasus juga yang masih belum jelas adalah kasus katering haji, pembangunan gedung asrama haji masih belum jelas siapa yang terlibat di tingkat kementerian agama yang ditangani oleh Kejati NTB," paparnya.