Mataram (ANTARA) - Komisi Informasi Pusat (KIP) melalui majelis komisioner menyatakan informasi terkait imbalan prestasi individu Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tahun 2022 bersifat terbuka sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
"Menyatakan tujuh dokumen yang dimohonkan pemohon, mulai dari peraturan internal, surat edaran, keputusan rapat, hingga hasil penilaian kinerja individu Anggota Dewan Komisioner OJK Tahun 2022—sebagai informasi terbuka dan mewajibkan OJK memberikannya kepada pemohon," bunyi amar putusan Majelis Komisioner KIP Nomor: 025/V/KIP-PSI-A/2025 pada poin kedua sesuai data yang diterima di Mataram, Selasa.
Putusan dari hasil sidang terbuka yang digelar Senin (1/12) di Jakarta, majelis komisioner pada poin pertama menyatakan mengabulkan sebagian permohonan pemohon bernama Muhammad Dafis, S.H.
Selanjutnya, pada poin ketiga menyatakan bukti pembayaran imbalan prestasi individu tahun 2022 kepada seluruh anggota Dewan Komisioner OJK yang terealisasi pada tahun 2023 merupakan informasi terbuka.
"Kecuali bagian yang memuat nomor rekening, yang wajib dihitamkan," lanjutan dari bunyi amar putusan.
Baca juga: KPI dorong revisi UU 32/2022 tentang penyiaran
Poin selanjutnya dalam amar putusan turut menyatakan rincian laporan realisasi anggaran OJK tahun 2023 sebagai informasi terbuka sebagaimana tercantum dalam laporan tahunan OJK tahun 2023.
"Memerintahkan pelaksanaan putusan setelah memperoleh kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde)," bunyi poin terakhir dalam amar putusan.
Tindak lanjut dari sidang putusan tersebut, para pihak punya waktu 14 hari kerja untuk mengajukan keberatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Apabila putusan telah berkekuatan hukum tetap dan tetap tidak dilaksanakan oleh termohon, pemohon berhak mengajukan penetapan eksekusi ke pengadilan negeri setempat.
Putusan majelis komisioner KIP ini merupakan hasil dari perjalanan persidangan yang berlangsung sejak Mei 2025.
Majelis menyatakan bahwa berbagai dokumen yang dimohonkan pemohon adalah informasi publik yang bersifat terbuka.
Baca juga: Ketua KPI ambil sikap tegas soal tayangan Expose Trans7 seputar pesantren
Persoalan informasi ini bermula pada 21 Februari 2025 ketika Muhammad Dafis, S.H. mengajukan permohonan informasi publik kepada OJK melalui email humas@ojk.go.id.
Permohonan informasi publik ini diajukan untuk melengkapi bukti pelaporan dugaan tindak pidana korupsi terkait pemberian imbalan prestasi individu tahun 2022 kepada anggota Dewan Komisioner OJK yang direalisasikan pada Tahun 2023.
Permohonan tersebut dinyatakan lengkap pada 24 Februari 2025, dan berisi sembilan jenis informasi yang meliputi peraturan dan surat edaran Dewan Komisioner OJK terkait penilaian kinerja dan remunerasi.
Selanjutnya, permintaan atas tiga keputusan rapat Dewan Komisioner OJK pada tahun 2023, rincian laporan realisasi anggaran OJK tahun 2023, hasil penilaian indikator kinerja individu Dewan Komisioner OJK tahun 2022, dan bukti pembayaran imbalan prestasi individu tahun 2022 yang direalisasikan pada 2023.
Baca juga: Pengaturan konten isi siaran demi kepentingan publik
Pada 10 Maret 2025, OJK melalui surat S-18/EP.014/2025 meminta perpanjangan waktu tujuh hari kerja. Jawaban substantif kemudian diberikan pada 19 Maret 2025 melalui surat S-22/EP.014/2025, yang hanya mengabulkan sebagian informasi.
Tidak puas dengan jawaban tersebut, pemohon mengajukan keberatan pada 21 Maret 2025, yang diterima OJK pada 24 Maret 2025. Namun pada 19 Mei 2025, OJK menolak keberatan tersebut melalui surat S-395/EP.01/2025.
Pemohon kemudian mengajukan sengketa informasi ke KIP. Permohonan tersebut diregistrasi dengan nomor 025/REG-PSI/V/2025.
Pemohon menyatakan memiliki "legal standing" sebagai warga negara dan permohonan dinilai diajukan tepat waktu.
Baca juga: Anggota KPI Pusat harus penuhi keterwakilan perempuan