Mataram (ANTARA) - Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat melakukan skala prioritas dalam pengangkutan sampah basah, baik dari saluran, sungai, maupun laut.
Kepala Dinas PUPR Kota Mataram Lale Widiahning di Mataram, Rabu, mengatakan skala prioritas dalam pengangkutan basah tersebut seiring dengan kebijakan pembatasan hanya satu ritase pembuangan ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Kebon Kongok, Kabupaten Lombok Barat.
"Kebijakan itu, tentu membuat armada kami tertunda masuk ke TPA, dan mencari alternatif lokasi pembuangan lain dengan pengangkutan skala prioritas," katanya.
Ia mengatakan untuk lokasi pembuangan alternatif sementara terpaksa dilakukan ke Tempat Penampungan Sementara (TPS) Sandubaya, sebab TPS itu kini menjadi satu-satunya alternatif untuk menampung sampah yang sebagian besar hasil pengerukan sungai dan drainase.
Baca juga: Program pilah sampah dengan wadah dua warna ditetapkan di Mataram
Akibatnya, layanan pengangkutan sampah menjadi tersendat. Oleh karena itu, pihaknya juga telah mengumumkan di grup petugas penanganan saluran, sungai, dan laut, jika sampah yang sudah diangkut tidak bisa serta merta dilayani dengan cepat.
"Dalam pengangkutan kami gunakan skala prioritas yakni mengangkut sampah yang mengandung bahan busuk dan harus segera dibuang agar tidak mengganggu keamanan dan kenyamanan masyarakat," katanya.
Lale menjelaskan volume sampah yang harus diangkut setiap hari jauh melebihi kapasitas armada yang dimiliki PUPR.
Kota Mataram idealnya membutuhkan 20 hingga 25 dump truck untuk mengangkut seluruh sampah harian, terutama dari sisa pengerukan sungai.
Baca juga: Di ujung kota, sampah bicara
Akan tetapi, pihaknya tidak bisa melakukan hal tersebut sekaligus karena armada yang dimiliki hanya tujuh unit.
Dengan tujuh unit dump truk itu, kalau operasional berjalan lancar, maksimal hanya bisa mencapai 14 ritase per hari atau dua kali ritase per truk.
"Setiap dam truck hanya mampu mengangkut sekitar 4 meter kubik sampah. Itu pun masih banyak belum terangkut," katanya.
Hasil pengerukan dari saluran dan sungai yang didominasi oleh sedimen atau tanah akan dimanfaatkan untuk kebutuhan pengurukan di lokasi yang membutuhkan.
"Saat normalisasi, yang kami angkat bukan sampah saja melainkan juga sedimen tanah yang ada," katanya.
Dengan kondisi tersebut, Lale berharap, pemerintah bisa segera mendapat solusi untuk lokasi TPS alternatif lainnya agar pengangkutan sampah basah bisa kembali normal.
Baca juga: Tajuk ANTARA NTB - Mengurai simpul sampah perkotaan NTB