Mataram (ANTARA) - Wali Kota Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) H Ahyar Abduh mengatakan, proses pembangunan rumah tahan gempa bagi korban gempa di kota ini butuh waktu perpanjangan, karena diyakini pembangunan hunian tetap secara keseluruhan hingga 12 April 2019 tidak bisa terpenuhi.
"Dari 1.584 rumah rusak berat yang telah tervalidasi sekitar 900 lebih sedang dalam proses pembangunan, sementara masa pemulihan tinggal menghitung hari," katanya di Mataram, NTB, Selasa.
Namun demikian, katanya, dana bantuan gempa dengan total Rp276 miliar untuk semua kategori yakni rusak berat, sedang dan ringan sudah ditransfer ke rekening para korban sesuai dengan janji pemerintah, yakni rusak berat Rp50 juta, sedang Rp25 juta dan rusak ringan Rp10 juta.
"Dana tersebut tinggal dicairkan masyarakat melalui kelompok masyarakat (pokmas) dalam bentuk bahan bangunan sesuai kebutuhan, kecuali untuk ongkos tukang," katanya.
Menurutnya, lambatnya proses pembangunan dan perbaikan rumah warga yang menjadi korban gempa bumi di Mataram, terutama yang memilih untuk membangun rumah konvensional (Riko), dipicu beberapa faktor di antaranya, harga bahan bangunan yang naik dan ongkos tukang.
Harga bata misalnya, kata wali kota, yang biasanya Rp700 ribu per 1.000 bata, kini mencapai Rp900 ribu, begitu juga dengan pasir biasanya Rp450 ribu per dam, sekarang bisa mencapai Rp600 ribu.
"Sementara dalam hal ini, kami tidak bisa melakukan intervensi karena itu menjadi hak warga atau penjual sepenuhnya," katanya.
Untuk itulah, pihaknya berharap ada masa perpanjangan yang akan diberikan pemerintah kepada masyarakat yang menjadi korban gempa bumi untuk menyelesaikan pembangunan hunian tetap dan perbaikan rumah bagi korban rusak sedang dan ringan.
"Informasi penarikan bantuan setelah tanggal 12 April perlu diklarifikasi, sebab saya baru dengar," katanya menanggapi adanya informasi jika masyarakat tidak menggunakan uang bantuan hingga 12 April, maka bantuan terancam ditarik.
Sementara Kepala Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Perkim) Kota Mataram HM Kemal Islam yang mendampingi wali kota menambahkan, tanggal 12 April 2019 merupakan batas masa pemulihan.
Kemudian pada tanggal 13 April hingga 20 September 2019, masuk masa rehabilitasi dan rekonstruksi dimana program pembangunan dan perbaikan rumah warga tetap berjalan.
"Hanya saja, mungkin setelah masa rehabilitasi dan rekonstruksi sistem pelaksanaanya berbeda, yang disesuaikan dengan aturan yang ada. Misalnya, kegiatan bernilai di atas Rp200 juta harus dilaksanakan melalui tender," katanya.
"Dari 1.584 rumah rusak berat yang telah tervalidasi sekitar 900 lebih sedang dalam proses pembangunan, sementara masa pemulihan tinggal menghitung hari," katanya di Mataram, NTB, Selasa.
Namun demikian, katanya, dana bantuan gempa dengan total Rp276 miliar untuk semua kategori yakni rusak berat, sedang dan ringan sudah ditransfer ke rekening para korban sesuai dengan janji pemerintah, yakni rusak berat Rp50 juta, sedang Rp25 juta dan rusak ringan Rp10 juta.
"Dana tersebut tinggal dicairkan masyarakat melalui kelompok masyarakat (pokmas) dalam bentuk bahan bangunan sesuai kebutuhan, kecuali untuk ongkos tukang," katanya.
Menurutnya, lambatnya proses pembangunan dan perbaikan rumah warga yang menjadi korban gempa bumi di Mataram, terutama yang memilih untuk membangun rumah konvensional (Riko), dipicu beberapa faktor di antaranya, harga bahan bangunan yang naik dan ongkos tukang.
Harga bata misalnya, kata wali kota, yang biasanya Rp700 ribu per 1.000 bata, kini mencapai Rp900 ribu, begitu juga dengan pasir biasanya Rp450 ribu per dam, sekarang bisa mencapai Rp600 ribu.
"Sementara dalam hal ini, kami tidak bisa melakukan intervensi karena itu menjadi hak warga atau penjual sepenuhnya," katanya.
Untuk itulah, pihaknya berharap ada masa perpanjangan yang akan diberikan pemerintah kepada masyarakat yang menjadi korban gempa bumi untuk menyelesaikan pembangunan hunian tetap dan perbaikan rumah bagi korban rusak sedang dan ringan.
"Informasi penarikan bantuan setelah tanggal 12 April perlu diklarifikasi, sebab saya baru dengar," katanya menanggapi adanya informasi jika masyarakat tidak menggunakan uang bantuan hingga 12 April, maka bantuan terancam ditarik.
Sementara Kepala Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Perkim) Kota Mataram HM Kemal Islam yang mendampingi wali kota menambahkan, tanggal 12 April 2019 merupakan batas masa pemulihan.
Kemudian pada tanggal 13 April hingga 20 September 2019, masuk masa rehabilitasi dan rekonstruksi dimana program pembangunan dan perbaikan rumah warga tetap berjalan.
"Hanya saja, mungkin setelah masa rehabilitasi dan rekonstruksi sistem pelaksanaanya berbeda, yang disesuaikan dengan aturan yang ada. Misalnya, kegiatan bernilai di atas Rp200 juta harus dilaksanakan melalui tender," katanya.