Mataram (ANTARA) - Direktur Utama PT Krakatau Steel Tbk (Persero) Silmy Karim, menegaskan bahwa tidak ada pemecatan hubungan kerja (PHK) massal kepada karyawannya seperti kabar yang ramai diberitakan.
PT Krakatau Steel, menurut dia, tengah menjalankan program restrukturisasi agar kinerja perusahaan dapat kembali sehat dan berdaya saing.
Restrukturisasi perusahaan yang dijalankan meliputi restrukturisasi hutang, restrukturisasi bisnis, dan restrukturisasi organisasi.
“Jadi tidak benar ada PHK massal kepada karyawan Krakatau Steel. Restrukturisasi organisasi tidak selalu identik dengan PHK, ada banyak cara dalam perampingan struktur organisasi,” ungkap Silmy Karim dalam keterangan resmi yang diterima Antara, Kamis.
Langkah-langkah yang dilakukan oleh KS adalah dengan melakukan penjualan aset-aset non core, perampingan organisasi, mencari mitra bisnis strategis, spin-off, serta pelepasan unit kerja yang semula bersifat cost center yang hanya melayani induk perusahaan (KS), menjadi bagian dari pengembangan bisnis anak perusahaan sehingga bersifat profit center. Program ini disebut juga cost to profit center.
Silmy Karim mengatakan, dalam hal menjalankan perampingan organisasi juga melibatkan anak-anak usaha KS Group.
Program ini akan membuat unit-unit kerja di internal Krakatau Steel lebih optimal sehingga mampu menjalankan bisnis secara efisien dan lebih produktif.
Sementara anak perusahaan yang mendapat tambahan karyawan dari KS akan dapat mengembangkan bisnisnya untuk mendapatkan pasar dan pendapatan baru dari luar KS Group.
"Saya mengajak seluruh anak usaha KS untuk bersama-sama menyelamatkan bisnis baja KS karena untuk menyelesaikan permasalahan tersebut perlu mengedepankan semangat gotong-royong dan kebersamaan semua pihak," ujar Silmy.
Ia menyadari terkait program restrukturisasi dan transformasi perusahaan ini tidak akan bisa menyenangkan semua pihak. Akan tetapi, manajemen menjamin program ini dilakukan sesuai dengan aturan perundangan.
Dia menambahkan bahwa pihak manajemen terus mengupayakan komunikasi yang harmonis dengan pemangku kepentingan terkait, khususnya serikat dan karyawan, pemerintah baik pusat maupun daerah, Kementerian BUMN, dan pihak-pihak lain yang terkait dalam menjalankan program restrukturisasi ini.
PT Krakatau Steel, menurut dia, tengah menjalankan program restrukturisasi agar kinerja perusahaan dapat kembali sehat dan berdaya saing.
Restrukturisasi perusahaan yang dijalankan meliputi restrukturisasi hutang, restrukturisasi bisnis, dan restrukturisasi organisasi.
“Jadi tidak benar ada PHK massal kepada karyawan Krakatau Steel. Restrukturisasi organisasi tidak selalu identik dengan PHK, ada banyak cara dalam perampingan struktur organisasi,” ungkap Silmy Karim dalam keterangan resmi yang diterima Antara, Kamis.
Langkah-langkah yang dilakukan oleh KS adalah dengan melakukan penjualan aset-aset non core, perampingan organisasi, mencari mitra bisnis strategis, spin-off, serta pelepasan unit kerja yang semula bersifat cost center yang hanya melayani induk perusahaan (KS), menjadi bagian dari pengembangan bisnis anak perusahaan sehingga bersifat profit center. Program ini disebut juga cost to profit center.
Silmy Karim mengatakan, dalam hal menjalankan perampingan organisasi juga melibatkan anak-anak usaha KS Group.
Program ini akan membuat unit-unit kerja di internal Krakatau Steel lebih optimal sehingga mampu menjalankan bisnis secara efisien dan lebih produktif.
Sementara anak perusahaan yang mendapat tambahan karyawan dari KS akan dapat mengembangkan bisnisnya untuk mendapatkan pasar dan pendapatan baru dari luar KS Group.
"Saya mengajak seluruh anak usaha KS untuk bersama-sama menyelamatkan bisnis baja KS karena untuk menyelesaikan permasalahan tersebut perlu mengedepankan semangat gotong-royong dan kebersamaan semua pihak," ujar Silmy.
Ia menyadari terkait program restrukturisasi dan transformasi perusahaan ini tidak akan bisa menyenangkan semua pihak. Akan tetapi, manajemen menjamin program ini dilakukan sesuai dengan aturan perundangan.
Dia menambahkan bahwa pihak manajemen terus mengupayakan komunikasi yang harmonis dengan pemangku kepentingan terkait, khususnya serikat dan karyawan, pemerintah baik pusat maupun daerah, Kementerian BUMN, dan pihak-pihak lain yang terkait dalam menjalankan program restrukturisasi ini.