Mataram (ANTARA) - Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Joko Supriyanto mengatakan mewakili pelaku industri sawit pihaknya mendukung sepenuhnya hasil pertemuan Negara-Negara Penghasil Kelapa Sawit (CPOPC).
"Saya kan menjadi bagian delegasi CPOPC, sebagai pelaku industri di sawit dan mewakili GAPKI tentu kami sangat mendukung pelaksanaan meeting, proses meeting maupun hasil meeting yang dicapai CPOPC, karena sesuai tujuan CPOPC adalah memperjuangkan industri minyak sawitl di kedua negara termasuk nanti negara-negara lain yang akan bergabung," ujar Joko ketika ditemui di Kuala Lumpur, Rabu.
Pimpinan di PT Astra Agro Lestari tersebut menegaskan posisi-nya sebagai pelaku industri sawit mendukung penuh keputusan-keputusan penting yang dicapai dalam pertemuan CPOPC.
"Beberapa poin penting hasil pertemuan yang perlu disampaikan kepada publik adalah terutama perhatian bersama Indonesia dan Malaysia sebagai negara industri minyak sawit paling besar terhadap perkembangan di Eropa
dimana Uni Erpa dengan regulasi Red II sejauh ini akan terus menerapkan Delegated Act tersebut," katanya.
Joko mengatakan Indonesia dan Malaysia sangat serius melihat hal tersebut dan pihaknya sepakat untuk melakukan upaya secara bersama-sama mencari penyelesaian terbaik terhadap persoalan di Eropa tersebut.
Pertemuan CPOPC tersebut membahas sejumlah masalah yang berkaitan dengan industri minyak kelapa sawit termasuk kebijakan perdagangan internasional dan akses pasar, keterlibatan bisnis dan petani kecil dan agenda PBB 2030 untuk Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).
Para menteri menyatakan penyesalannya bahwa Delegated Act telah mulai berlaku pada 10 Juni 2019 terlepas dari berbagai upaya yang dilakukan oleh negara-negara penghasil untuk memberikan informasi tentang inisiatif keberlanjutan.
Selama Misi Bersama Menteri CPOPC di Brussels, Belgia, 8-9 April 2019, delegasi memiliki posisi yang kuat atas rancangan Peraturan Delegasi dan menyatakan keprihatinan mereka yang mendalam kepada para pemimpin Uni Eropa.
Baik Malaysia maupun Indonesia menginformasikan bahwa pemerintah mereka saat ini sedang meninjau hubungan mereka dengan Uni Eropa dan negara-negara anggotanya dan berkomitmen untuk menentang undang-undang yang diberikan melalui Badan Penyelesaian Sengketa WTO dan jalan lain yang memungkinkan.
"Saya kan menjadi bagian delegasi CPOPC, sebagai pelaku industri di sawit dan mewakili GAPKI tentu kami sangat mendukung pelaksanaan meeting, proses meeting maupun hasil meeting yang dicapai CPOPC, karena sesuai tujuan CPOPC adalah memperjuangkan industri minyak sawitl di kedua negara termasuk nanti negara-negara lain yang akan bergabung," ujar Joko ketika ditemui di Kuala Lumpur, Rabu.
Pimpinan di PT Astra Agro Lestari tersebut menegaskan posisi-nya sebagai pelaku industri sawit mendukung penuh keputusan-keputusan penting yang dicapai dalam pertemuan CPOPC.
"Beberapa poin penting hasil pertemuan yang perlu disampaikan kepada publik adalah terutama perhatian bersama Indonesia dan Malaysia sebagai negara industri minyak sawit paling besar terhadap perkembangan di Eropa
dimana Uni Erpa dengan regulasi Red II sejauh ini akan terus menerapkan Delegated Act tersebut," katanya.
Joko mengatakan Indonesia dan Malaysia sangat serius melihat hal tersebut dan pihaknya sepakat untuk melakukan upaya secara bersama-sama mencari penyelesaian terbaik terhadap persoalan di Eropa tersebut.
Pertemuan CPOPC tersebut membahas sejumlah masalah yang berkaitan dengan industri minyak kelapa sawit termasuk kebijakan perdagangan internasional dan akses pasar, keterlibatan bisnis dan petani kecil dan agenda PBB 2030 untuk Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).
Para menteri menyatakan penyesalannya bahwa Delegated Act telah mulai berlaku pada 10 Juni 2019 terlepas dari berbagai upaya yang dilakukan oleh negara-negara penghasil untuk memberikan informasi tentang inisiatif keberlanjutan.
Selama Misi Bersama Menteri CPOPC di Brussels, Belgia, 8-9 April 2019, delegasi memiliki posisi yang kuat atas rancangan Peraturan Delegasi dan menyatakan keprihatinan mereka yang mendalam kepada para pemimpin Uni Eropa.
Baik Malaysia maupun Indonesia menginformasikan bahwa pemerintah mereka saat ini sedang meninjau hubungan mereka dengan Uni Eropa dan negara-negara anggotanya dan berkomitmen untuk menentang undang-undang yang diberikan melalui Badan Penyelesaian Sengketa WTO dan jalan lain yang memungkinkan.