Jakarta (ANTARA) - Orang-orang Papua adalah "anak sulung" dari bangsa yang kini mendiami wilayah modern yang sekarang disebut sebagai Indonesia karena nenek moyangnya adalah yang tertua datang ke daerah tersebut, menurut arkeolog Dr. Harry Widianto.

"Kalau kita bangsa Indonesia sekarang, yang paling sulung adalah orang-orang Papua. Indonesia bagian barat adalah pendatang dari China dan Taiwan. Lalu sekarang yang disebut pribumi itu apa?" ujar Harry ketika menjadi narasumber dalam diskusi Jejak Manusia Nusantara dan Peninggalannya di Museum Nasional, Jakarta Pusat pada Selasa.

Hal itu berdasarkan fakta bahwa nenek moyang dari orang Papua adalah yang pertama datang ke wilayah nusantara saat zaman pra-sejarah.

Hal itu dimulai ketika nenek moyang manusia modern atau Homo sapiens keluar dari benua Afrika sekitar 150.000 tahun yang lalu, menyebar sampai ke timur Indonesia dan menetap hingga keturunannya memiliki ciri yang sama. Mereka masuk dalam ras yang disebut sebagai ras Melanesia.

Sementara itu, sebagian besar suku-suku yang berada di barat Indonesia adalah berasal dari ras Mongoloid yang diperkirakan bergerak dari Fujian yang berada di China modern sekitar 7.000 tahun lalu. Kelompok itu bergerak ke Taiwan menjadi populasi yang besar dan dari sana menyebar ke daerah lain hingga sampai ke Indonesia dan kini dikenal sebagai suku bangsa Austronesia.

"Mereka punya ciri yaitu pertanian awal dan menjinakkan tumbuhan dan binatang. Mereka adalah pelaut yang sangat ulung, melakukan pergerakan dari pulau ke pulau sambil memperkenalkan pertanian," tegas arkeolog dari Balai Arkeolog Yogyakarta itu, dalam acara yang digawangi majalah sejarah daring Historia.

Dia menegaskan bahwa harus bisa membedakan antara ras dan etnis. Ras adalah berdasarkan fakta biologis, genetika yang berada di dalam tubuh sementara suku dan etnis adalah bentukan dari budaya.

Oleh karena itu untuk memutuskan suku bangsa apakah yang menjadi "pribumi" Indonesia sendiri akan sangat sulit, karena dari penilaian biologis sendiri sudah terjadi pencampuran, ujar dia.



 

Pewarta : Prisca Triferna Violleta
Editor : Riza Fahriza
Copyright © ANTARA 2024