Solo (ANTARA) - Anak melenial Solo lulusan dari universitas mancanegara, Radifan Wisnu Fadhlillah (22), mempunyai keinginan membangun dan mengenalkan budaya melalui bisnis berjualan menu lawas, Bakmi Jawa Mbah Mangoen, di Jalan Kenanga, Badran Surakarta.
"Bakmi Mbah Mangoen Solo ini, sengaja dibangun dengan konsep budaya tradional, pada era teknologi serba maju saat ini, karena dirinya sebagai anak melenial sadar sudah banyak yang meninggalkan unsur-unsur budaya dari zaman dahulu hingga sekarang yang mulai luncur," kata Radifan Wisnu Fadhlillah pemilik Bakmi Jawa Mbah Mangoen Solo, di Solo, Rabu.
Menurut Radifan Wisnu Fadhlillah yang akrab dipanggil Ifan itu, Bakmi Jawa Mbah Mangoen merupakan awalnya bisnis orang tuanya sejak 2017 yang masih membawa resep masakan dari neneknya kini dirinya yang melanjutkan untuk dikembangkan lebih modern.
Menu unggulan di rumah makan Mbah Mangoen ini, yakni bakmi Jawa dengan bumbu rempah-rempah, telur bebek, ayam kampung dan tanpa bumbu penyedap buatan ( monosodium glutamat atau micin)," kata Ifan yang mengaku lulusan University of Wollongong jurusan Marketing & Management di Australia.
Bakmi Jawa Mbah Mangoen mempunyai rasa yang khas bumbu rempah dan telur bebek, karena cara memasaknya juga masih menggunakan tungku arang, untuk menjaga kualitas rasa masakan tradisional Jawa.
Sehingga, kata Ifan, ratusan pelanggannya selalu memadati rumah makannya setiap hari. Bakmi jawa Mbah Mangoen dengan harga Rp25.000 per porsi saja, sedangkan menu spesial lain rica-rica dan ayam goreng kampung yang tidak kalah lezatnya.
Ifan mengaku lulusan luar negeri mau jualan bakmi jawa, karena bersama manajemennya ingin mengenalkan budaya Jawa atau Indonesia kepada anak melenial. Inilah tradisi Jawa sejak dahulu mulai dari makanan, pelayanan, dekorasi rumah makan di Bakmi Mbah Mangoen ini, memiliki sebuah unsur budaya yang ingin ditunjukan kepada pelanggannya terutama kaum melenial.
Namun, ujarnya tantangannya untuk mengenalkan budaya kepada anak muda melenial dengan membawa produk lama seperti bakmi jawa ini, tidak gampang. Karena, anak muda melenial trennya selalu pingin mencoba yang terbaru, sehingga mengenalkan produk ini, awalnya agar rumit.
"Namun, kami mengenalkan budaya jawa, tradisi dan tehnik memasak zaman dahulu kepada anak muda dengan cara lain. Artinya, Bakmi Mbah Mangoen memasak dengan tungku arang sehingga hasil masakan baunya terasa harum khas, dan menjaga cara memasak tidak menggunakan penyedap rasa atau micin, tetapi menggunakan bumbu rempah yang banyak sehingga terasa sedap dan lezat," katanya.
"Resep masakan tidak pernah berubah dikontrol dari pusatnya di Badran Solo, sehingga rasa masakan khas sudah dikenal para pelangganya untuk datang kembali," katanya.
Bahkan, Bakmi Jawa Mbah Mangoen selain di Jalan Kenanga Badran Solo, kini mengembangkan sayapnya dengan membuka cabang baru, Bakmi Djowo Koeno dan Ayam Goreng Kampoeng Mbah Mangoen di Jalan Kaliurang Km 12.5 Mbesi Sleman Yogyakarta.
"Kami dengan dibantu sekitar 80 karyawannya. Namun, Bakmi Mbah Mangoen uniknya dalam menerima karyawannya tidak memiliki skil memasak. Karyawannya memang diterima bekerja di restoran ini, target sosial membuka lapangan kerja semudah-mudahnya bagi setiap orang siapa pun tanpa melihat latar belakangnya," katanya.
Bakmi Mbah Mangun sengaja memberlikan kesempatan anak melenial untuk diajak membangun bersama untuk membesarkan restoran ini. Nama Mbah Mangoen diambil dari kata membangun dan kemudian disingkat menjadi Mangoen ini, merupakan kata kiasan.
"Bakmi Mbah Mangoen Solo ini, sengaja dibangun dengan konsep budaya tradional, pada era teknologi serba maju saat ini, karena dirinya sebagai anak melenial sadar sudah banyak yang meninggalkan unsur-unsur budaya dari zaman dahulu hingga sekarang yang mulai luncur," kata Radifan Wisnu Fadhlillah pemilik Bakmi Jawa Mbah Mangoen Solo, di Solo, Rabu.
Menurut Radifan Wisnu Fadhlillah yang akrab dipanggil Ifan itu, Bakmi Jawa Mbah Mangoen merupakan awalnya bisnis orang tuanya sejak 2017 yang masih membawa resep masakan dari neneknya kini dirinya yang melanjutkan untuk dikembangkan lebih modern.
Menu unggulan di rumah makan Mbah Mangoen ini, yakni bakmi Jawa dengan bumbu rempah-rempah, telur bebek, ayam kampung dan tanpa bumbu penyedap buatan ( monosodium glutamat atau micin)," kata Ifan yang mengaku lulusan University of Wollongong jurusan Marketing & Management di Australia.
Bakmi Jawa Mbah Mangoen mempunyai rasa yang khas bumbu rempah dan telur bebek, karena cara memasaknya juga masih menggunakan tungku arang, untuk menjaga kualitas rasa masakan tradisional Jawa.
Sehingga, kata Ifan, ratusan pelanggannya selalu memadati rumah makannya setiap hari. Bakmi jawa Mbah Mangoen dengan harga Rp25.000 per porsi saja, sedangkan menu spesial lain rica-rica dan ayam goreng kampung yang tidak kalah lezatnya.
Ifan mengaku lulusan luar negeri mau jualan bakmi jawa, karena bersama manajemennya ingin mengenalkan budaya Jawa atau Indonesia kepada anak melenial. Inilah tradisi Jawa sejak dahulu mulai dari makanan, pelayanan, dekorasi rumah makan di Bakmi Mbah Mangoen ini, memiliki sebuah unsur budaya yang ingin ditunjukan kepada pelanggannya terutama kaum melenial.
Namun, ujarnya tantangannya untuk mengenalkan budaya kepada anak muda melenial dengan membawa produk lama seperti bakmi jawa ini, tidak gampang. Karena, anak muda melenial trennya selalu pingin mencoba yang terbaru, sehingga mengenalkan produk ini, awalnya agar rumit.
"Namun, kami mengenalkan budaya jawa, tradisi dan tehnik memasak zaman dahulu kepada anak muda dengan cara lain. Artinya, Bakmi Mbah Mangoen memasak dengan tungku arang sehingga hasil masakan baunya terasa harum khas, dan menjaga cara memasak tidak menggunakan penyedap rasa atau micin, tetapi menggunakan bumbu rempah yang banyak sehingga terasa sedap dan lezat," katanya.
"Resep masakan tidak pernah berubah dikontrol dari pusatnya di Badran Solo, sehingga rasa masakan khas sudah dikenal para pelangganya untuk datang kembali," katanya.
Bahkan, Bakmi Jawa Mbah Mangoen selain di Jalan Kenanga Badran Solo, kini mengembangkan sayapnya dengan membuka cabang baru, Bakmi Djowo Koeno dan Ayam Goreng Kampoeng Mbah Mangoen di Jalan Kaliurang Km 12.5 Mbesi Sleman Yogyakarta.
"Kami dengan dibantu sekitar 80 karyawannya. Namun, Bakmi Mbah Mangoen uniknya dalam menerima karyawannya tidak memiliki skil memasak. Karyawannya memang diterima bekerja di restoran ini, target sosial membuka lapangan kerja semudah-mudahnya bagi setiap orang siapa pun tanpa melihat latar belakangnya," katanya.
Bakmi Mbah Mangun sengaja memberlikan kesempatan anak melenial untuk diajak membangun bersama untuk membesarkan restoran ini. Nama Mbah Mangoen diambil dari kata membangun dan kemudian disingkat menjadi Mangoen ini, merupakan kata kiasan.