Palembang (ANTARA) - Sebanyak enam orang petani yang sedang membuka kebun cabai di Dusun Mringan, Kecamatan Dempo Selatan Kota Pagaralam minta dievakuasi karena mengaku telah melihat tujuh ekor harimau.
Staf Pengendali Ekosistem Hutan BKSDA SKW Lahat, Wahid, Ahad, mengatakan setelah diperiksa jejak-jejaknya ternyata yang dilihat enam petani tersebut merupakan sekelompok kerbau.
"Mereka itu malam hari mengintip ada segerombol hewan besar dari jarak 100 meter yang diyakini harimau, lalu mereka menelpon pemilik lahan agar dievakuasi karena mereka mau jalan ke pemukiman takut berpapasan dengan harimau," kata Wahid dihubungi dari Palembang.
Baca juga: Gakkum LHK dan Polri membekuk pelaku perburuan harimau sumatera di Riau
Menurut dia tim gabungan Polisi, TNI dan BKSDA segera menyusul ke tengah kebun untuk menjemput keenam petani, lokasinya berjarak tiga kilometer dari batas wilayah hutan lindung atau satu jam berjalan kaki dari pemukiman.
Setelah dicek tanda-tanda jejak oleh BKSDA, harimau yang dikira enam warga tersebut dapat dipastikan gerombolan kerbau lepas milik warga lainnya, sebab pada dasarnya harimau termasuk hewan penyendiri yang kecil kemungkinan berkelompok lebih dari tiga ekor.
Meski demikian tim tetap membawa pulang keenam petani tersebut demi keselamatan karena hutan lindung di dekat kebun itu masih termasuk kantong harimau, sehingga dimungkinkan bisa dimasuki harimau.
"Mereka sudah dua bulan di kebun itu dan memang minta dijemput karena ketakutan melihat berita-berita harimau sebulan terakhir, dan untuk sementara waktu mereka tidak boleh ke kebun dulu," kata Wahid.
Secara umum, kata dia, psikis warga Pagaralam di sekitar hutan lindung tampak masih trauma setelah tewasnya dua petani di Lahat dan Pagaralam akibat serangan harimau satu bulan terakhir.
"Bahkan saat warga lihat ada jejak hewan cepat-cepat lapor ke petugas, setelah diperiksa ternyata jejak babi hutan atau anjing. Warga memang agak trauma," kata Wahid.
Para petani yang berada di dalam hutan lindung sendiri sudah diminta keluar dan kembali ke pemukiman sampai situasi dinyatakan kondusif, namun pihaknya belum bisa memastikan bahwa semua petani di dalam hutan lindung sudah keluar.
Hutan lindung di Gunung Dempo memiliki luas 28.740 hektare yang berbatasan langsung dengan lahan masyarakat, perkebunan pemerintah, dan berbagai desa di Kabupaten Lahat serta Provinsi Bengkulu.*
Staf Pengendali Ekosistem Hutan BKSDA SKW Lahat, Wahid, Ahad, mengatakan setelah diperiksa jejak-jejaknya ternyata yang dilihat enam petani tersebut merupakan sekelompok kerbau.
"Mereka itu malam hari mengintip ada segerombol hewan besar dari jarak 100 meter yang diyakini harimau, lalu mereka menelpon pemilik lahan agar dievakuasi karena mereka mau jalan ke pemukiman takut berpapasan dengan harimau," kata Wahid dihubungi dari Palembang.
Baca juga: Gakkum LHK dan Polri membekuk pelaku perburuan harimau sumatera di Riau
Menurut dia tim gabungan Polisi, TNI dan BKSDA segera menyusul ke tengah kebun untuk menjemput keenam petani, lokasinya berjarak tiga kilometer dari batas wilayah hutan lindung atau satu jam berjalan kaki dari pemukiman.
Setelah dicek tanda-tanda jejak oleh BKSDA, harimau yang dikira enam warga tersebut dapat dipastikan gerombolan kerbau lepas milik warga lainnya, sebab pada dasarnya harimau termasuk hewan penyendiri yang kecil kemungkinan berkelompok lebih dari tiga ekor.
Meski demikian tim tetap membawa pulang keenam petani tersebut demi keselamatan karena hutan lindung di dekat kebun itu masih termasuk kantong harimau, sehingga dimungkinkan bisa dimasuki harimau.
"Mereka sudah dua bulan di kebun itu dan memang minta dijemput karena ketakutan melihat berita-berita harimau sebulan terakhir, dan untuk sementara waktu mereka tidak boleh ke kebun dulu," kata Wahid.
Secara umum, kata dia, psikis warga Pagaralam di sekitar hutan lindung tampak masih trauma setelah tewasnya dua petani di Lahat dan Pagaralam akibat serangan harimau satu bulan terakhir.
"Bahkan saat warga lihat ada jejak hewan cepat-cepat lapor ke petugas, setelah diperiksa ternyata jejak babi hutan atau anjing. Warga memang agak trauma," kata Wahid.
Para petani yang berada di dalam hutan lindung sendiri sudah diminta keluar dan kembali ke pemukiman sampai situasi dinyatakan kondusif, namun pihaknya belum bisa memastikan bahwa semua petani di dalam hutan lindung sudah keluar.
Hutan lindung di Gunung Dempo memiliki luas 28.740 hektare yang berbatasan langsung dengan lahan masyarakat, perkebunan pemerintah, dan berbagai desa di Kabupaten Lahat serta Provinsi Bengkulu.*