Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Putra Nababan meminta cetak biru untuk melakukan perubahan dalam mengganti ujian nasional (UN) dengan asesmen kompetensi minimum dan survei karakter untuk memastikan rencana tersebut berjalan.
"Ketika mengatakan 'jangan ganti menteri ganti kebijakan', kita minta juga cetak birunya, yaitu semua yang komprehensif terkait kurikulumnya juga pengembangan guru dan lain sebagainya," katanya ketika berbicara dalam diskusi tentang kemerdekaan belajar di Jakarta Pusat, Sabtu.
Komisi X DPR ruang lingkupnya adalah bidang pendidikan, olahraga, serta pariwisata dan ekonomi kreatif.
Cetak biru yang diminta oleh DPR, kata Putra Nababan, bukan hanya terdiri atas rencana jangka pendek tapi mencakup jangka waktu lima sampai 10 tahun ke depan agar tidak terjadi seperti perumpamaan "membeli kucing dalam karung".
Sebelumnya, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim menyatakan rencana untuk mengganti format UN menjadi asesmen kompetensi minimum dan survei karakter.
Direncanakan akan dimulai pada 2021, format baru penentuan kelulusan siswa dari jenjang sekolah tersebut diakui Mendikbud Nadiem sebagai bentuk penyederhanaan dramatis dengan soal yang diujikan pada Programme for International Student Assessment (PISA), yang terdiri atas literasi dan numerasi. Kemudian ditambah dengan survei karakter.
Kemampuan yang dilihat adalah penalaran dan analisis terhadap situasi yang ada di sekitar, menurut Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Masyarakat Kemendikbud Ade Erlangga Masdiana yang juga hadir dalam diskusi tersebut.
"Terkait soal numerasi, misalnya matematika yang merupakan ilmu yang penting tentang logika. Tetapi tidak akan lagi seperti yang sekarang bagaimana orang ada kecenderungan menghafal tapi bagaimana kita bisa menganalisis berbagai macam hal," kata Erlangga Masdiana.
"Ketika mengatakan 'jangan ganti menteri ganti kebijakan', kita minta juga cetak birunya, yaitu semua yang komprehensif terkait kurikulumnya juga pengembangan guru dan lain sebagainya," katanya ketika berbicara dalam diskusi tentang kemerdekaan belajar di Jakarta Pusat, Sabtu.
Komisi X DPR ruang lingkupnya adalah bidang pendidikan, olahraga, serta pariwisata dan ekonomi kreatif.
Cetak biru yang diminta oleh DPR, kata Putra Nababan, bukan hanya terdiri atas rencana jangka pendek tapi mencakup jangka waktu lima sampai 10 tahun ke depan agar tidak terjadi seperti perumpamaan "membeli kucing dalam karung".
Sebelumnya, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim menyatakan rencana untuk mengganti format UN menjadi asesmen kompetensi minimum dan survei karakter.
Direncanakan akan dimulai pada 2021, format baru penentuan kelulusan siswa dari jenjang sekolah tersebut diakui Mendikbud Nadiem sebagai bentuk penyederhanaan dramatis dengan soal yang diujikan pada Programme for International Student Assessment (PISA), yang terdiri atas literasi dan numerasi. Kemudian ditambah dengan survei karakter.
Kemampuan yang dilihat adalah penalaran dan analisis terhadap situasi yang ada di sekitar, menurut Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Masyarakat Kemendikbud Ade Erlangga Masdiana yang juga hadir dalam diskusi tersebut.
"Terkait soal numerasi, misalnya matematika yang merupakan ilmu yang penting tentang logika. Tetapi tidak akan lagi seperti yang sekarang bagaimana orang ada kecenderungan menghafal tapi bagaimana kita bisa menganalisis berbagai macam hal," kata Erlangga Masdiana.