Mataram (ANTARA) - Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk, maka jumlah lahan terbuka hijau juga semakin menyusut karena beralih fungsi menjadi pemukiman. Alih fungsi lahan ini menyebabkan banyak permukaan tanah yang tertutup bangunan atau lapisan yang kedap air. 

Akibatnya, ketika hujan deras datang maka akan terjadi genangan di sekitar perumahan. Hal ini dapat berpotensi menimbulkan banjir. Permasalahan ini akan bertambah parah jika tidak dibarengi dengan penataan wilayah yang baik.

Alih fungsi lahan ini juga dapat menurunkan jumlah daerah resapan air. Sehingga air hujan tidak dapat terserap secara maksimal ke dalam tanah. 

Tentunya hal ini dapat berakibat berkurangnya jumlah kandungan air tanah di daerah tersebut. Kandungan air tanah yang cukup diperlukan untuk beraktifitas oleh makhluk hidup yang ada di dalam tanah. 

Kapasitas penyimpanan air tanah sangat bergantung pada ketersediaan pori-pori tanah yang terbentuk oleh aktivitas organisme tanah dan akar tanaman.

Secara alami biopori dapat dijumpai pada permukaan tanah di sekitar pohon yang ada di hutan atau kebun/perkebunan. Bahan organik seperti daun kering serta dahan/kayu yang lapuk yang ada dipermukaan tanah, dimanfaatkan sebagai sumber energi dan bahan pangan bagi berbagai fauna tanah untuk melakukan aktifitasnya. 

Saat fauna tanah melakukan aktifitas inilah akan terbentuk lubang kecil atau pori-pori di dalam tanah. Lubang tersebut akan berisi udara dan menjadi jalur mengalirnya air. Sehingga air hujan tidak langsung masuk ke saluran pembuangan, melainkan dapat meresap ke dalam tanah yang selanjutnya dapat meningkatkan jumlah kandungan air tanah.  Sumber: Herminingsih, Prastiti, dan Suhastuti, 2018.
Pembentukan biopori alami akan semakin sedikit jika tanah atau halaman tertutup dengan bangunan atau lapisan kedap air. 

Salah satu teknologi sederhana yang dapat dimanfaatkan untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan membuat biopori buatan, yang dikenal dengan istilah lubang resapan biopori. Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh DR. Kamir R. Brata, seorang peneliti di Institut Pertanian Bogor (IPB). 

Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.70/Menhut-II/2008 Tentang Pedoman Teknis Rehabilitasi Hutan dan Lahan, lubang resapan biopori adalah lubang-lubang di dalam tanah yang terbentuk akibat berbagai aktivitas organisme di dalamnya, seperti cacing, perakaran tanaman, rayap, dan fauna tanah lainnya. Lubang-lubang yang terbentuk akan terisi udara dan akan menjadi tempat berlalunya air di dalam tanah.
 
Lubang resapan biopori dibuat untuk menggantikan biopori alami. Biopori buatan ini berbentuk silindris yang dibuat secara vertikal ke dalam tanah dengan diameter 10-30 cm dengan kedalaman sekitar 100 cm atau tidak melebihi kedalaman muka air tanah. Lubang ini dapat memasukkan air sebanyak 1,5-16 liter permenit. 

Lubang resapan biopori dapat digunakan sebagai media untuk konservasi air tanah. Agar dapat menyerap air secara maksimal, maka jumlah lubang resapan biopori yang dibuat harus disesuaikan dengan intensitas hujan, luas bidang kedap serta laju perserapan airnya. 

Beberapa manfaat yang dapat diperoleh dengan membuat lubang resapan biopori, yaitu memperluas bidang resapan air, dapat membantu mengatasi sampah organik serta dapat meningkatkan kualitas tanah. 

Adanya biopori maka daya penyerap tanah terhadap air akan meningkat. Lubang-lubang kecil yang ada pada dinding lubang biopori, mampu menyerap air lebih banyak dan dapat tersimpan lebih lama sehingga membantu menjaga kelembaban tanah bahkan di musim kemarau sekalipun. 

Bagian tengah lubang biopori dapat diisi dengan sampah organik untuk kemudian diubah menjadi kompos. Pada awal proses pengomposan, aktivitas organisme dan mikroorganisme tanah akan meningkat, sehingga kualitas tanah dan perakaran tumbuhan sekitar juga meningkat. 

Kompos yang dihasilkan dapat digunakan sebagai pupuk untuk tanaman disekitarnya.
Pembuatan lubang serapan biopori sangat mudah dilakukan dan tidak membutuhkan biaya yang besar. 

Mengingat besarnya manfaat lubang serapan biopori ini diharapkan peran serta masyarakat untuk mengimplementasikan teknologi biopori, sehingga kelestarian lingkungan bisa tercapai.

Baiq Fara Dwirani Sofia
Dosen di Prodi Pendidikan Kimia - FKIP Universitas Mataram

Daftar Pustaka:
Herminingsih, H., Prastiti, T. D., & Suhastuti, S., 2018, Teknologi Biopori Untuk Pelestarian Lingkungan Di RW 016 Patrang Kelurahan Patrang Kabupaten Jember, disampaikan pada Seminar Nasional Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Terbuka, ISBN: 978-602-392-375-5.

Karuniastuti, N., Teknologi Biopori Untuk Mengurangi Banjir Dan Tumpukan Sampah Organik, Jurnal Forum Teknologi, Vol. 04 No. 2.

Khoirunisa, N., Wardana, Z. A., & Susilawati, A. 2015. Pengaruh Lubang Resapan Biopori Terhadap Laju Infiltrasi Dan Kelimpahan Mikroorganisme Tanah, disampaikan pada Universty Research Coloquium tahun 2014 

Sanitya, R. S. & Burhanudin, H. Penentuan Lokasi Dan Jumlah Lubang Resapan Biopori Di Kawasan DAS Cikapundung Bagian Tengah, Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota, Vol. 13 No. 1

 

Pewarta : Baiq Fara Dwirani Sofia, Dosen Prodi Pendidikan Kimia-FKIP Universitas Mataram
Editor : Riza Fahriza
Copyright © ANTARA 2024